Serang (Antara News) - Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) secara tegas telah menyampaikan kepada operator jalan tol untuk mengeluarkan kendaraan yang melanggar tonase (berat muatan yang diperkenankan) sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.


“Sesuai peraturan, operator jalan tol dapat mengeluarkan kendaraan yang melanggar tonase itu di pintu tol keluar terdekat," kata Kepala BPJT, Ahmad Gani Ghazali saat dihubungi, Rabu.

Selama ini sering kali terjadi kecelakaan akibat kendaraan melanggar tonase baik menimpa kendaraan itu sendiri seperti terguling atau patah as, atau melibatkan kendaraan lain karena kendaraan tersebut berjalan di bawah kecepatan yang diperkenankan.

Meskipun tidak diwajibkan beberapa operator jalan tol telah menggunakan alat timbang di gerbang masuk dengan tujuan untuk mendeteksi terjadi pelanggaran sehingga dapat segera dilakukan tindakan, jelas Gani.

Salah satu operator jalan tol yang berusaha mengendalikan kendaraan dengan tonase berlebih adalah PT Marga Mandalasakti yang menggunakan alat timbang di pintu masuk Cilegon Barat.

Hal ini diakui Manager Perencanaan Operasional PT Marga Mandalasakti Sri Mulyo yang menjelaskan meskipun baru memiliki satu alat yang disebut Weight In Motion (WIM) yang ditanam di pintu masuk tol Cilegon Barat, ternyata cukup ampuh mendeteksi kendaraan yang melanggar tonase. 

Jika ada kendaraan yang melewati alat WIM dengan berat melebihi yang diperkenankan maka akan keluar struk sebagai pengganti tiket tol. Kendaraan yang memiliki struk tersebut diharuskan keluar di gerbang tol terdekat, dalam arti kalau masuk di gerbang tol Cilegon Barat berarti kendaraan tersebut harus keluar di gerbang Cilegon Timur.

“Kalau kendaraan tersebut nekat keluar di gerbang tol lain (bukan di Cilegon Barat), maka akan dikenakan denda sebesar dua kali tarif tol dari jarak terjauh karena kendaraan tersebut tidak memiliki tiket tol," ujar Sri Mulyo.

Pengendalian terhadap beban muatan kendaraan tersebut,  telah diberlakukan oleh MMS sejak tahun 2013 dengan mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) No. 15 tahun 2005 yang dalam salah satu pasalnya mengatur mengenai hak operator jalan tol untuk mengeluarkan kendaraan yang melanggar tonase di gerbang terdekat. Hal ini juga mengacu kepada surat edaran Dirjen Perhubungan Darat mengenai JBI (Jumlah Berat yang Diizinkan).

Sri Mulyo menjamin keakurasian perangkat pendeteksi beban kendaraan tersebut karena secara berkala dilakukan pengecekan tera terhadap alat tersebut berkerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Ia menjelaskan, sejak tahun 2007 sosialisasi mengenai tonase yang diperkenankan sudah sering diberikan kepada  pengusaha angkutan barang, dalam pelaksanaannya sering kali terjadi penolakan. Namun karena ini menyangkut keselamatan, maka mereka akan terus dingatkan.

"Selain kami surati kendaraan yang melanggar tonase, kami juga datangi langsung kepada para pengusaha tersebut dalam rangka memberikan pemahaman terhadap kebijakan pengendalian beban kendaraan. Atas jerih payah tersebut beberapa sudah mulai paham dan patuh terhadap kebijakan tersebut," ujarnya.

MMS berencana selain menggunakan perangkat WIM tersebut di Cilegon Barat, juga akan menggunakannya di gerbang tol baru di Cikande yang saat ini tengah dalam tahap pembangunan.

"Kami akan menempatkan alat WIM di gerbang tol masuk dari kawasan industri seperti di Cilegon dan Cikande karena memang kendaraan angkutan barang yang besar-besar banyak berasal darikawasan tersebut," kata Sri Mulyo.

Presiden Direktur PT Marga Mandalasakti Wiwiek D. Santoso juga pernah mengatakan, akan melakukan penindakan terhadap kendaraan pelanggar tonase berkerja sama dengan PJR karena selain mengganggu kelancaran lalu lintas juga dapat menimbulkan kecelakaan, hal ini sangat membahayakan pengguna jalan lain.

Sebelumnya MenteriPekerjaan Umum pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Djoko Kirmanto secara tegas sudah meminta untuk dilakukan pengendalian terhadap tonase kendaraan yang dianggap sebagai penyumbang kerusakan jalan.

Menurutnya, kalau masih dibiarkan kelebihan beban kendaraan  60 persen dari yang diizinkan maka selamanya jalan tidakakan pernah bagus dan biaya pemeliharaannya semakin tinggi.

Djoko Kirmanto saat itu mempertanyakan mengapa kelebihan tonase itu tidak dinolkan saja atau sesuai aturan.

Survei terhadap kerusakan jalan di beberapa tempat, ditemukan bahwa kelebihan muatan mengurangi umur ekonomis pemakaian jalan secara signifikan.

Hal ini kemudian ditindak lanjuti Kementerian Perhubungan yang menurunkan toleransi kelebihan muatan secara bertahap hingga menjadi nol persen.

Sejak 29 September 2014, kendaraan angkutan barang yang berat muatannya melebihi 25 persen dari jumlah berat yang diizinkan tidak diperbolehkan jalan dan truk yang ketahuan melanggar batas muatan harus berbalik menuju arah kedatangan.

Penertiban mengenai angkutan barang itu, disepakati 10 provinsi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.

Kesepakatan itu diperkuat dengan surat edaran Menteri Perhubungan Nomor: A.J.004/1/9/DRJD/2014 tanggal 15 September 2014 perihal Penindakan Pelanggaran Muatan Lebih Angkutan Barang di Jembatan Timbang.

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2015