Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten dinilai telah kesampingkan fakta persidangan, dan telah merugikan terdakwa Qurnia Ahmad Bukhori dalam perkara dugaan pemerasan Perusahaan Jasa Titipan (PJT) di KPU Bea Dan Cukai Tipe C Soekarno-Hatta di Pengadilan Tipikor Negeri Serang, Rabu (20/7).

Hal itu diungkapkan dalam sidang dengan agenda duplik atau jawaban JPU atas replik yang diajukan terdakwa Qurnia Ahmad Bukhori mantan Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean pada KPU Bea dan Cukai  Soekarno-Hatta. 

Terdakwa Qurnia mengaku dirugikan dalam perkara dugaan pemerasan PJT di KPU Bea Dan Cukai Tipe C Soekarno-Hatta. Bahkan dirinya dituntut 2,5 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten.

"Saya sebagai pihak yang terdzalimi dalam kasus ini, harus berjuang maksimal demi kebenaran dan keadilan serta nama baik saya beserta keluarga. Ini adalah perjuangan terakhir saya di persidangan ini," katanya kepada Majelis Hakim yang diketuai Slamet Widodo, disaksikan JPU Kejati Banten Subardi.

Qurnia menjelaskan dalam surat dakwaan, surat tuntutan dan replik JPU, diduga tidak ada perbedaan materi. Padahal banyak fakta-fakta persidangan yang memastikan dirinya tidak bersalah.

"Banyak sekali fakta-fakta yang terungkap dalam belasan kali persidangan. Namun, JPU memilih untuk mengabaikan fakta-fakta persidangan," jelasnya.

Untuk itu, Qurnia berharap pengadilan dapat memutuskan perkara tersebut dengan seadil-adilnya, dan mempertimbangkan seluruh fakta persidangan.

"Pengadilan merupakan tempat yang sakral dan terhormat, serta merupakan harapan bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan. Tidak sepatutnya kebenaran yang terungkap di
persidangan diabaikan begitu saja," harapnya.

Qurnia mengungkapkan dalam fakta persidangan terbukti jika dirinya tidak pernah menerima uang, dari  Vincentius Istiko Murtiadji mantan Kasi Pelayanan Pabean dan Cukai Bandara Soekarno Hatta atau uang dari PT Sinergi Karya Kharisma (SKK).

"Bahkan Saudara VIM (Vincentius Istiko Murtiadji) yang sudah mengakui menerima sejumlah uang dari saksi Arif Agus Harsono,  Rudi sutamto  dan Nurdiaz yusuf, dalam persidangan, mengakui tidak pernah memberikan uang tersebut kepada saya, dan VIM juga mengatakan tidak pernah diperintah atau diarahkan oleh QAB untuk menerima sejumlah uang," ungkapnya.

Seharusnya, Qurnia menambahkan orang-orang yang patut menjadi tersangka dalam kasus ini adalah pihak pemberi uang suap kepada  terdakwa Vincentius Istiko Murtiadji. Sesuai dengan surat tuntutan JPU yang menuntut dengan pasal 11 UU tipikor tentang penyuapan.

"Dalam persidangan, VIM terbukti membagi-bagikan uang tersebut kepada beberapa rekan seangkatannya di BC Soetta. Hal tersebut membuktikan bahwa uang tersebut bukanlah uang yang diperuntukkan kepada saya," tambahnya.

Qurnia menegaskan dari fakta persidangan itu, seharusnya tuntutan JPU pada pasal 11 Undang-Undang Tipikor terhadap dirinya  telah terbantahkan. 

"Berdasarkan hal tersebut, maka tidak ada satu alat bukti pun yang dimiliki JPU dalam memenuhi unsur menerima hadiah atau janji untuk membuktikan bahwa saya menerima sejumlah uang dari AAH, RS, dan NY, baik secara langsung maupun dari terdakwa VIM," tegasnya.

Bahkan, menurut Qurnia sebelum kasus pemerasan di Bea Cukai KPU Soekarno-Hatta masuk ke Kejaksaan. Kasus tersebut telah dilakukan pemeriksaan oleh Kementerian Keuangan, dan hasilnya dirinya dinyatakan tidak bersalah dalam perkara tersebut.

"Menurut Ahli Pidana Prof. Mudzakir dan Prof. Chairul Huda berpendapat bila hasil pemeriksaan internal sudah menyebutkan kasusnya clean and clear, maka kasus dinyatakan selesai dan tidak boleh dibawa lagi ke ranah pidana, tidak boleh membuat orang terzalimi dalam proses hukum," tambahnya.

Sementara itu, Kuasa hukum Qurnia, Bayu Prasetio mengatakan dalam persidangan sebelumnya, JPU menyebut jika dakwaan telah dibuat secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan kepada Qurnia.

"Dakwaan yang dibuat terhadap Qurnia jelas merupakan dakwaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bagaimana mungkin dakwaan Qurnia dikenakan delik tindak
pidana yang berlainan jenis dalam suatu dakwaan subsidiaritas (terkait dakwaan pasal 11,12e  UU Tipikor)," katanya.

Bayu mengungkapkan peran Qurnia tidak jelas dan dipaksakan menjadi pelaku. Padahal, dalam fakta persidangan tidak ada bukti satupun keterlibatan Qurnia  dalam tindak pidana yang dilakukan oleh Vincentius Istiko Murtiadji.

"Oleh karena itu telah tepat untuk dinyatakan dakwaan terhadap diri Terdakwa Qurnia batal demi hukum. Fakta persidangan tak membuktikan adanya meeting of mind antara Vincentius Istiko Murtiadji dengan Qurnia Ahmad Bukhari karena tindakan perbuatan melawan hukum dilakukan sendiri oleh Istiko, dan tindakan pidana tidak bisa dibebankan kepada Qurnia Ahmad Bukhari," tegasnya.

Selain itu, Bayu menjelaskan terkait pendapat JPU, menyatakan Qurnia menerima hadiah dari PJT, juga tidak terbukti dalam persidangan. Sebab tak ada uang yang mengalir kepada Qurnia.

"Kita semua sepakat bahwa saksi
Vicentius Istiko Murtiadji terbukti menerima uang sebagaimana pengakuannya di persidangan didukung bukti lainnya yaitu Laporan audit investigasi inspektorat Kementerian Keuangan. Namun tidak ada satupun alat bukti yang dapat menerangkan penerimaan hadiah oleh terdakwa Qurnia," jelasnya.

Bayu menegaskan sesuai fakta persidangan, justru telah terjadi tindak pidana penyuapan antara pemberi suap yaitu PT SKK melalui  Arif Agus Harsono kepada Vicentius Istiko Murtiadji sebagai penerima suap.

"Fakta itu dikuatkan sendiri oleh JPU yang menyatakan adanya kesepakatan yang berujung pada penerimaan sejumlah uang oleh saksi Vicentius Istiko Murtiadii," tegasnya.

Persidangan selanjutnya ditunda oleh Majelis hakim hingga pekan depan, dengan agenda putusan Pengadilan.

Pewarta: Susmiatun Hayati

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022