Lebak (AntaraBanten) - Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Lebak KH Baijuri mengatakan mendukung pengosongan kolom identitas kartu tanda penduduk bagi penganut kepercayaan.
"Kami meminta pemerintah tetap mengosongkan kolom agama pada kartu tanda penduduk (KTP) bagi penganut kepercayaan," kata Baijuri di Lebak, Kamis.
Ia mengatakan, apabila kepercayaan sebagai agama diisi pada kolom KTP tentu membingungkan administrasi kependudukan.
Sebab di Indonesia banyak aliran kepercayaan, termasuk warga Baduy di Provinsi Banten yang menganut sunda wiwitan.
Meskipun mereka tidak tercatat pada kolom agama di KTP, namun tetap dimasukkan dalam database administrasi kependudukan.
Karena itu, pihaknya berharap pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur kolom identitas KTP bagi aliran kepercayaan.
Pemerintah daerah bisa saja menerbitkan peraturan daerah (Perda) untuk mengatur kolom kepercayaan masuk di KTP.
Mereka para penganut kepercayaan tertulis pada kolom KTP dengan garis miring penganut kepercayaan.
"Saya kira melalui perda itu tentu sangat kuat sebagai payung hukum pengakuan kepercayaan pada kolom KTP," katanya.
Menurut dia, pemerintah tetap mengisi kolom pada KTP yakni enam agama sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Keenam agama itu antara lain Islam, Katolik, Kristen, Budha, Hindu dan Konghucu.
Pihaknya juga mendukung Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang mewacanakan kebijakan pengosongan kolom agama di KTP bagi warga negara Indonesia yang menganut kepercayaan di luar agama yang diakui pemerintah.
Namun, pihaknya juga tidak setuju penghapusan pengosongan kolom agama pada identitas KTP.
Sementara itu, Wakil Ketua Wadah Musyawarah Masyarakat Baduy (Wammby) Medi Marsinun mengharapkan agamanya warga Baduy yang dianut "Sunda Wiwitan" masuk pada kolom KTP karena bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kami berharap pemerintah mengakui secara resmi kepercayaan Sunda Wiwitan sebagai agama masyarakat Baduy yang merupakan peninggalan nenek moyangnya itu," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2014
"Kami meminta pemerintah tetap mengosongkan kolom agama pada kartu tanda penduduk (KTP) bagi penganut kepercayaan," kata Baijuri di Lebak, Kamis.
Ia mengatakan, apabila kepercayaan sebagai agama diisi pada kolom KTP tentu membingungkan administrasi kependudukan.
Sebab di Indonesia banyak aliran kepercayaan, termasuk warga Baduy di Provinsi Banten yang menganut sunda wiwitan.
Meskipun mereka tidak tercatat pada kolom agama di KTP, namun tetap dimasukkan dalam database administrasi kependudukan.
Karena itu, pihaknya berharap pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur kolom identitas KTP bagi aliran kepercayaan.
Pemerintah daerah bisa saja menerbitkan peraturan daerah (Perda) untuk mengatur kolom kepercayaan masuk di KTP.
Mereka para penganut kepercayaan tertulis pada kolom KTP dengan garis miring penganut kepercayaan.
"Saya kira melalui perda itu tentu sangat kuat sebagai payung hukum pengakuan kepercayaan pada kolom KTP," katanya.
Menurut dia, pemerintah tetap mengisi kolom pada KTP yakni enam agama sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Keenam agama itu antara lain Islam, Katolik, Kristen, Budha, Hindu dan Konghucu.
Pihaknya juga mendukung Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang mewacanakan kebijakan pengosongan kolom agama di KTP bagi warga negara Indonesia yang menganut kepercayaan di luar agama yang diakui pemerintah.
Namun, pihaknya juga tidak setuju penghapusan pengosongan kolom agama pada identitas KTP.
Sementara itu, Wakil Ketua Wadah Musyawarah Masyarakat Baduy (Wammby) Medi Marsinun mengharapkan agamanya warga Baduy yang dianut "Sunda Wiwitan" masuk pada kolom KTP karena bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kami berharap pemerintah mengakui secara resmi kepercayaan Sunda Wiwitan sebagai agama masyarakat Baduy yang merupakan peninggalan nenek moyangnya itu," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2014