Mantan Kasi Pelayanan Pabean dan Cukai Bandara Soekarno Hatta yang juga terdakwa kasus dugaan pemerasan Perusahaan Jasa Titipan (PJT) dan Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Dan Cukai Type C Soekarno-Hatta, Vincentius Istiko Murtiadji pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Serang, dengan agenda keterangan terdakwa Istiko dan Qurnia Ahmad Bukhori mantan Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean pada KPU Bea dan Cukai  Soekarno-Hatta, pada Kamis (2/06), menyebut PT Sinergi Karya Kharisma (SKK) yang menginisiasi pemberian uang Rp1,170 miliar.

Hal itu diungkapkan terdakwa Vincentius Istiko Murtiadji dalam persidangan kasus dugaan pemerasan Perusahaan Jasa Titipan (PJT) dan Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Dan Cukai Type C Soekarno-Hatta. Ia mengatakan jika dirinya tidak pernah meminta uang titipan Rp1 ribu untuk setiap kilogram barang yang masuk ke PT SKK. Namun menurutnya, uang tersebut ditawarkan langsung oleh Agus Harsono atau Soni selaku Dirut PT SKK.

"Pada saat pertemuan disampaikan bahwa perhitungan dia Rp5 ribu per kilo, dan akan memberi Rp1 ribu. Seingat saya pernyataan Soni terkait keuntungan PT SKK. Itu yang disampaikan pak Soni, saya tidak pernah mengatakan sekian, angka seribu dan dua ribu ada percakapan tapi bukan dari saya," kata Istiko kepada Majelis Hakim yang diketuai Slamet Widodo, disaksikan JPU Kejati Banten Subardi dan terdakwa Qurnia.

Istiko menceritakan, dirinya menerima uang sebanyak 7 kali dari PT SKK dengan nilai yang berbeda-beda, dengan keseluruhan mencapai Rp1,170 miliar, bukan Rp3,5 miliar lebih seperti dalam pernyataan PT SKK dan dakwaan JPU.

"Seingat saya 7 kali pertemuan, pindah-pindah. Pertemuan keempat bukan pak Soni lagi, saudara Diaz (Nurdiaz Yusuf, Direktur PT Eldita Sarana Logistik) dan Rudy (Rudy Sutanto, Manajer Keuangan PT SKK," ujarnya.

Istiko menegaskan uang Rp1,170 miliar yang ada padanya, tidak pernah diberikan kepada Qurnia. Selama satu tahun, uang tersebut disimpan didalam mobil, apartemen, dan sebagian dibagikan ke para kasi di Bea Cukai Sukarno Hatta.

"Belum pernah menyerahkan ke pak Qurnia. Saya tidak bisa menjelaskan mengapa ada selisih itu Rp 1,170 miliar ada lebih yang diberikan (kepada para kasi). Belum ada (diberikan ke Qurnia). Secara lisan pengeluaran disetujui Qurnia (pemberian ke kasi)," tegasnya.

Selain tidak menyerahkan ke Qurnia, Istiko menjelaskan dari tujuh kali pertemuan dan penyerahan uang, tidak semua dilaporkan ke Qurnia, sebab dirinya menduga Qurnia sudah berkomunikasi langsung dengan Soni.

"Saya laporkan 3-4 kali dari 7 kali menerima uang dari PT SKK. Yang saya pahami, saudara Soni secara aktif chattingan dengan Qurnia (pendapatnya)," jelasnya.

Dari semua pernyataan itu, Istiko mengaku dalam pemeriksaan Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) dirinya menyatakan jika Qurnia tidak mengetahui soal uang tersebut. Namun dalam persidangan ini dirinya mencabut pernyataannya.

"Saya tidak mengakui jika pak Qurnia tau uang tersebut. Saya bilang ke IBI, saya katakan pak Qurnia tidak tau. Iya (bahwa pak Qurnia tau uang tersebut), di pemeriksaan saksi sebelumnya. Sebenarnya saya terima kalau saya salah. Pada pemeriksaan IBI diperiksa dari pagi, dan saya ingin pulang saja," tandasnya.

Sementara itu, terdakwa Qurnia membantah semua pernyataan Istiko, dirinya tidak pernah mengetahui adanya uang dari PT SKK yang diberikan kepada anak buahnya tersebut. Sejauh ini, pertemuan PT SKK baik di kantor maupun di luar kantor, hanya perkenalan dan membahas soal perizinan PJT.

"Hanya berkenalan sebagai direksi PT SKK (pertemuan di kantor). Saya tidak tau setelah itu bertemu dengan Kapala Kantor atau tidak. Saya tidak tau (pemberian uang). Tetap (tidak tau uang di Istiko), tidak (semua keterangan Istiko tidak benar). Tidak ada (permintaan uang Rp5 ribu)," bantahnya.

Qurnia menjelaskan dalam perkara ini juga tidak ada kaitannya dengan temuan hasil monitoring dan evaluasi (Monev) PT SKK, sebab perkenalan dirinya dengan direksi PT SKK terjadi tahun 2020, sedangkan surat peringatan untuk PT SKK terjadi pada tahun 2021.

"Perkenalan saja, karena surat peringatan 2021, pertemuan dengan saya 2020. Pertemuan dengan ketiga orang itu, pertemuan selanjutnya Januari hingga Juni 2021 tidak ada komunikasi. Tidak ada (perintah bertemu dengan PT SKK sesuai pernyataan istiko). Pertemuan tidak diketahui, yang saya ketahui pak Soni memang kenal lama dengan pak Istiko," jelasnya.

Pewarta: Susmiatun Hayati

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022