Dua orang konsultan pajak bernama Aulia Imran Magribi dan Ryan Ahmad Ronas didakwa menyuap sejumlah pejabat pemeriksa di Direktorat Jenderal Pajak senilai Rp15 miliar untuk merekayasa hasil perhitungan pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP).

Jaksa penuntut umum (JPU) Rikhi B. Maghaz di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, menyebutkan Terdakwa I Aulia Imran Magribi selaku penerima kuasa khusus wajib pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP) dan konsultan pajak Foresight Consulting bersama-sama Terdakwa II Ryan Ahmad Ronas selaku konsultan pajak Foresight Consulting dan Lim Poh Ching selaku General Manager PT Gunung Madu Plantation (GMP) memberi uang seluruhnya Rp15 miliar dengan tujuan merekayasa hasil perhitungan pajak wajib pajak PT Gunung Madu Plantations.

Baca juga: Penyidik KPK periksa tersangka kasus korupsi pengadaan Helikopter AW-101

Suap itu diberikan kepada Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, Dadan Ramdani selaku Kasubdit Kerja sama dan Dukungan Pemeriksaan Pajak, Wawan Ridwan selaku supervisor tim pemeriksa, Alfred Simanjuntak selaku Ketua Tim Pemeriksa Pajak, Yulmanizar serta Febrian selaku Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak.

Dalam dakwaan disebutkan Angin Prayitno membuat kebijakan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan kepada wajib pajak, kemudian memberitahukan kepada para supervisor Tim Pemeriksa Pajak agar pada saat melaporkan hasil pemeriksaan sekaligus melaporkan fee untuk pejabat struktural (Direktur dan Kasubdit) serta untuk jatah Tim Pemeriksa Pajak.

Pembagiannya adalah 50 persen untuk pejabat struktural yang terdiri atas Direktur dan Kepala Sub Direktorat sedangkan 50 persen untuk jatah tim pemeriksa.

Pada bulan Oktober 2018, Yulmanizar, Febrian, Alfred Simanjuntak, dan Wawan Ridwan membuat analisis risiko wajib pajak PT GMP tahun pajak 2016 dengan maksud untuk mencari potensi pajak dari wajib pajak sekaligus mencari keuntungan pribadi.

Dari analisis risiko, didapat potensi pajak tahun 2016 PT GMP adalah sebesar Rp5.059.683.828,00. Angin lalu menerbitkan surat perintah pemeriksaan untuk PT GMP dan menunjuk Wawan Ridwan sebagai supervisor, Alfred Simanjuntak sebagai ketua tim, serta Yulmanizar dan Febrian sebagai anggota pemeriksa pajak.

Pada saat pemeriksaan pada tanggal 6 November 2017 di Kantor PT GMP, Lampung Tengah, tim pemeriksa menemukan catatan di ruang kerja Finance Manager PT GMP Teh Cho Pong yang menginstruksikan untuk melakukan rekayasa in voice.

Pada bulan Desember 2017, Yulmanizar selaku person in charge (PIC) bertemu dengan konsultan pajak dari Foresight Consultant Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Magribi. Dalam pertemuan tersebut, Ryan memohon bantuan untuk merekayasa nilai pajak yang akan diterbitkan oleh Dirjen Pajak atas pemeriksaan PT GMP.

"Selain itu, Terdakwa II Ryan Ahmad Ronas juga akan memberikan uang sebesar Rp30 miliar untuk pembayaran pajak PT GMP beserta fee pemeriksa pajak dan pejabat struktural (all in) yang membantu pengurusan tersebut," kata jaksa.

Setelah pertemuan itu, Yulmanizar dan Febrian menghitung nilai pajak PT GMP pada tahun pajak 2016 dan diperoleh Rp19.821.605.943,51, sedangkan untuk fee pemeriksa dan struktural pajak sebesar Rp10 miliar.

Namun, Angin meminta fee lebih dari Rp10 miliar sehingga Yulmanizar menyampaikan kepada Ryan dan Aulia fee yang disetujui sebesar Rp15 miliar dan Wawan Ridwan menyampaikan, "Pak Dir setuju."

Pada tanggal 18 Desember 2017, ditandatangani laporan hasil pemeriksaan PT GMP sebesar Rp19.821.605.943,51.

Untuk merealisasikan kesepakatan, GM PT GMP Lim Poh Ching memerintahkan anak buahnya mengeluarkan cek perusahaan pada tanggal 22 Januari 2018 sebesar Rp15 miliar dengan dicatat sebagai form bantuan sosial, padahal bantuan tersebut fiktif.

Cek dicairkan pada tanggal 23 Januari 2018. Selanjutnya Asisten Service Manager PT GMP Iwan Kurniawan menyerahkan uang itu kepada Ryan dan Aulia pada hari yang sama.

Uang sebesar Rp15 miliar lalu diserahkan oleh Aulia pada Yulmaniar di Hotel Kartika Chandra pada bulan Januari 2018. Wawan Ridwan atas perintah Angin lalu menukarkan uang tersebut dalam bentuk pecahan dolar Singapura.

Setelah uang ditukar dalam mata uang dolar Singapura, ternyata uang yang dibawa hanya Rp13,2 miliar sehingga masih kurang Rp1,8 miliar. Aulia Imran dan Ryan Ahmad lalu hanya memberikan tambahan Rp300 juta, sedangkan sisanya sebesar Rp1,5 miliar adalah fee untuk Aulia Imran dan Ryan Ahmad.

Atas perbuatannya, para terdakwa diancam pidana Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022