Ekonom yang juga Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dr Esther Sri Astuti mendorong penetrasi internet 4G agar setara dengan negara-negara anggota ASEAN.

Esther menilai tren industri digital yang dibawa oleh revolusi industri 4.0 memang berkembang sangat pesat terutama di era pandemi. Tidak heran kondisi itu menyuburkan pertumbuhan startup teknologi digital ke level yang belum pernah dicapai sebelumnya. Namun, di balik itu semua ada empat tantangan utama yang harus diperhatikan stakeholders terutama regulator di Indonesia.

Baca juga: Telkomsel, Mandiri, MCAS Group berkolaborasi dengan Bumilangit luncurkan voucher fisik internet

"Pertama, ketimpangan digital masih terjadi di Indonesia. Tidak hanya dalam hal kualitas, tetapi juga kuantitas. Masih terpusat di Jawa," ujarnya kepada wartawan, Minggu.

Mengutip data Bank Dunia, lanjut dia, penetrasi Internet 4G di Indonesia sebesar 54 persen, masih tertinggal dari negara tetangga ASEAN pada tahun 2020. Padahal, akses internet menjadi kunci untuk membantu transformasi digital UKM.

Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menyatakan bahwa sebaran akses internet di Indonesia saat ini masih dominan di Pulau Jawa. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa Pulau Jawa menyumbang 41,7 persen dari total 73,3 persen total pengguna internet di Indonesia. 

“Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat disparitas yang cukup besar dengan daerah lain khususnya Indonesia bagian timur. Pemerintah harus meningkatkan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK)," ujar Esther yang juga Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro.

Tantangan kedua, menurut dia, proteksi dan keamanan juga harus diregulasi mengingat konsumen kerap dirugikan karena data privasi mereka bisa diakses platform digital lain, dimana dia tidak pernah menggunakan. 

Tantangan ketiga, literasi digital juga harus disebarluaskan, karena semakin banyak masyarakat melek digital maka akan makin terbuka peluang untuk mengakses informasi, market, finansial dan lainnya. 

"Artinya peluang untuk meningkatkan produktivitas juga makin besar,” paparnya.

Dan tantangan keempat, kata dia, regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga harus tegas menegakkan sanksi bila ada pemain yang nakal. 

“Ini faktor krusial,” tegasnya.

Di sisi lain, menurut dia, industri teknologi digital dan industri telekomunikasi merupakan dua entitas yang tidak dapat dipisahkan dari satu sama lain. Perkembangan ekonomi digital juga akan terhambat ketika industri telekomunikasi tidak mampu tumbuh secara optimal, yang bisa disebabkan karena sebaran tidak merata dan kualitas masih buruk.

Di sinilah, kata dia, perlunya kolaborasi pemerintah sebagai regulator dan pengawas untuk dalam masalah kualitas, kecepatan, serta keamanan data.  Dari sisi infrastruktur dan bisa berhadapan dengan kondisi geografis Indonesia. Pemerintah perlu menjadi lead untuk menata jaringan bawah laut misalnya.

Senada, David Manurung, Head of Investment Pacific Capital Investment, menggarisbawahi ancaman keamanan data di era booming teknologi digital saat ini. 

"Hampir seluruh industri sekarang bergerak menggunakan teknologi digital sebagai backbone inovasi, lihat saja e-commerce, smart health, smart banking/digital banking dan lainnya," ujarnya.

David menilai keamanan data menjadi keniscayaan di era booming teknologi digital. Industri telekomunikasi, kata dia, harus diperkuat dengan realitas bahwa service of quality harus terus dikedepankan. 

"Sudah waktunya negeri ini mentransformasi mindset bahwa kualitas, kecepatan, dan keamanan data di sektor teknologi digital menjadi keniscayaan. 

“Jangan selalu 'membodohi' masyarakat dengan iklan murah, namun service kedodoran. Keamanan data menjadi suatu keharusan. Jangan sampai terabaikan hanya gara-gara ingin harga murah,” paparnya.

Menurut dia, kecepatan, kualitas, dan keamanan data sudah tak bisa lagi ditutup-tutupi, bahkan masyarakatlah yang harus memberikan control terbaik tentang itu.

"Sehingga tak ada lagi industri telko yang memberikan 'kucing dalam karung' kepada pelanggan," jelasnya.

Dengan menyadari anatomi bisnis ini, lanjut dia, maka industri telko akan berjalan realistis. Industri telko juga membutuhkan 'maintenance' yang tidak murah, yang akhirnya tercermin dari layanan terbaik dalam hal kecepatan, kualitas, dan keamanan data. 

"Industri telko jangan sampai terjebak dengan mengkampanyekan layanan murah saja, tanpa kualitas dan keamanan data yang terjamin," ucapnya.

Pewarta: Sambas

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022