Sembilan anak korban pencabulan di Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat kini tengah menjalani pendampingan dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta.
Pendampingan itu dilakukan dari segi bantuan hukum, pemulihan psikologis, hingga pemeriksaan di rumah sakit untuk kepentingan visum.
Baca juga: Jaksa duga tersangka kasus perkosaan 12 santriwati selewengkan bansos
"Kita juga sudah lakukan penjangkauan membantu asessment korban, konsultasi hukum, pendampingan visum, dan pendampingan BAP di kepolisian," kata Kepala UPT P2TP2A Provinsi DKI Jakarta, Tri Palupi, di Mapolres Metro Jakarta Barat, Rabu.
Pendampingan itu dilakukan oleh Tim P2TP2A selama beberapa waktu ke depan hingga mental dan kondisi psikologis kesembilan anak yang menjadi korban korban, pulih. "Kami juga siap mendampingi para korban hingga pelaku selesai menjalani proses persidangan," katanya.
Menurut Palupi, pendampingan psikologi sangat diperlukan agar korban tidak mengalami trauma terlalu lama. Selain itu, pendampingan psikologi dilakukan guna menghindari kemungkinan para korban menjadi pelaku kejahatan seksual di kemudian hari.
P2TP2A juga mengajak semua pihak untuk terlibat dalam proses pemulihan mental korban, salah satunya dukungan dari keluarga korban.
"Penanganan seperti ini sudah kami lakukan dan tentunya kami dari P2TP2A tidak bekerja sendiri. Kami membutuhkan juga semua yang terlibat terutama peran keluarga," kata dia.
Sebelumnya, Polsek Cengkareng menangkap remaja berinisial A (15) yang mencabuli sembilan anak di bawah umur. Peristiwa itu sudah berlangsung selama dua tahun dan baru terungkap dua bulan yang lalu ketika salah satu korban mengadukan perbuatan bejat pelaku kepada orang tuanya.
"Orang tua korban bercerita lagi kepada teman teman anaknya ternyata mengalami hal yang sama sehingga didapat lah dari pengembangan dan penelusuran ada sembilan orang," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan.
Selama ini, lanjut Zulpan, kesembilan korban tersebut dipaksa menuruti keinginan bejat pelaku karena diancam. Beberapa ada yang diancam dengan kekerasan fisik dan sebagain lagi ada yang diiming imingi sesuatu.
Karena perbuatan bejat pelaku, ke sembilan korban tersebut kini harus menjalani pendampingan psikologi oleh pihak Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Sedangkan pelaku sendiri kini tengah menjalani proses hukum oleh pihak Polres Metro Jakarta Barat. Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 82 (1) Jo 76e UURI No.17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 5 sampai 15 tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021
Pendampingan itu dilakukan dari segi bantuan hukum, pemulihan psikologis, hingga pemeriksaan di rumah sakit untuk kepentingan visum.
Baca juga: Jaksa duga tersangka kasus perkosaan 12 santriwati selewengkan bansos
"Kita juga sudah lakukan penjangkauan membantu asessment korban, konsultasi hukum, pendampingan visum, dan pendampingan BAP di kepolisian," kata Kepala UPT P2TP2A Provinsi DKI Jakarta, Tri Palupi, di Mapolres Metro Jakarta Barat, Rabu.
Pendampingan itu dilakukan oleh Tim P2TP2A selama beberapa waktu ke depan hingga mental dan kondisi psikologis kesembilan anak yang menjadi korban korban, pulih. "Kami juga siap mendampingi para korban hingga pelaku selesai menjalani proses persidangan," katanya.
Menurut Palupi, pendampingan psikologi sangat diperlukan agar korban tidak mengalami trauma terlalu lama. Selain itu, pendampingan psikologi dilakukan guna menghindari kemungkinan para korban menjadi pelaku kejahatan seksual di kemudian hari.
P2TP2A juga mengajak semua pihak untuk terlibat dalam proses pemulihan mental korban, salah satunya dukungan dari keluarga korban.
"Penanganan seperti ini sudah kami lakukan dan tentunya kami dari P2TP2A tidak bekerja sendiri. Kami membutuhkan juga semua yang terlibat terutama peran keluarga," kata dia.
Sebelumnya, Polsek Cengkareng menangkap remaja berinisial A (15) yang mencabuli sembilan anak di bawah umur. Peristiwa itu sudah berlangsung selama dua tahun dan baru terungkap dua bulan yang lalu ketika salah satu korban mengadukan perbuatan bejat pelaku kepada orang tuanya.
"Orang tua korban bercerita lagi kepada teman teman anaknya ternyata mengalami hal yang sama sehingga didapat lah dari pengembangan dan penelusuran ada sembilan orang," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan.
Selama ini, lanjut Zulpan, kesembilan korban tersebut dipaksa menuruti keinginan bejat pelaku karena diancam. Beberapa ada yang diancam dengan kekerasan fisik dan sebagain lagi ada yang diiming imingi sesuatu.
Karena perbuatan bejat pelaku, ke sembilan korban tersebut kini harus menjalani pendampingan psikologi oleh pihak Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Sedangkan pelaku sendiri kini tengah menjalani proses hukum oleh pihak Polres Metro Jakarta Barat. Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 82 (1) Jo 76e UURI No.17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 5 sampai 15 tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021