Pakar pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Purwiyatno Hariyadi, PhD menyebut monosodium glutamate (MGS) atau masyarakat mengenalnya sebagai micin tak membahayakan kesehatan.

"MSG aman atau tidak sih? Sebetulnya dari sisi kajian itu sudah lama dikaji. Sejak tahun 1988, melalui peraturan no.23 MSG dinyatakan aman dikonsumsi sebagai bahan penguat rasa, dengan penggunaan secukupnya dan tidak berlebihan," kata Purwiyatno dalam webinar Tren Pangan 2022 Bersama MNG (mononatrium glutamat), Kamis. 

Peraturan menteri kesehatan-Permenkes tahun 1988 telah diperbaharui menjadi Permenkes Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan dengan isi yang sama yaitu menyatakan bahwa MSG aman dikonsumsi sebagai bahan penguat rasa atau umami.

Tidak heran, dengan penggunaan MSG di masa pandemi seperti sekarang ini banyak orang berinovasi membuat makanan sendiri di rumah maupun untuk berwirausaha. Hal itu karena MSG dapat memberi cita rasa kenikmatan umami yang lezat.

"Cita rasa atau kenikmatan dalam pangan itu penting membangun rasa happy atau senang dan juga mood booster saat mengonsumsi sesuatu. Ini juga penting berkenaan dengan kesehatan mental," ujar Prof Pur.

Prof Purwiyatno Hariyadi PhD menyatakan asupan makanan tentu menjadi hal yang penting bagi masyarakat saat ini, khususnya ditengah pandemi COVID-19. Hal ini juga tak lepas dari kebiasaan generasi milenial yang hobi dan mencoba mengkonsumsi berbagai makanan baru. 

Menurut dia, diperlukan inovasi terkait asupan makanan diantaranya yang memberikan jaminan keamanan, memaksimumkan unsur yang diinginkan, serta meminimalkan unsur yang tidak diinginkan. 

"Karena pada dasarnya, nilai pangan itu dilihat dari sejauh mana keamanan pangan tersebut aman terhadap kita yang mengkonsumsinya baik secara jasmani dan rohani. Oleh karenanya diperlukan inovasi untuk Flavor Tekstur, Sensori, Cita-Rasa, Kenampakan, Lokalitas, Gizi, Home Cooking, Lingkungan atau unsur yang diinginkan. Serta meminimalkan unsur yang tak diinginkan diantaranya fungsionalitas, waktu persiapan, dan kompleksitas Harga," kata Prof. Purwiyatno Hariyadi. 

Ia juga menjelaskan betapa pentingnya berinovasi ingredien pangan yakni pada bahan (bahan baku, bahan tambahan, zat gizi, bahan fungsional) yang digunakan dalam kegiatan produksi pangan dengan berbagai tujuan. Salah satunya adalah bumbu pembangun rasa dasar yaitu Manis, Asam, Asin, Pahit, Umami. 

"Salah satunya adalah MSG (MNG) dan bumbu/bahan Umami lainnya yang mampu memberikan cita rasa dan turut memberikan kecukupan asupan pada orang yang memakannya. Melalui penelitian yang sahih asupan natrium/Sodium dari garam dapur dapat dikurangi sebesar sekitar 30% dengan  penambahan sedikit MSG, dimana hal itu sama sekali tidak mempengaruhi tingkat kesukaan," jelasnya. 

Lebih lanjut Prof. Purwiyatno Hariyadi menegaskan asupan gizi (dari pangan) yang baik dan cukup sangat penting untuk kesehatan. Hal ini dapat dipenuhi melalui kecukupan asupan ditambah citarasa pangan itu sendiri.  "Terutama pada saat sistem kekebalan tubuh diperlukan untuk melawan COVID-19," ucapnya. 

Ditengah diskusi yang sama, Ketua Bidang Komunikasi P2MI (Persatuan Pabrik Monosodium Glutamate dan Glutamic Acid Indonesia) Satria Gentur Pinandita, menjelaskan kehadiran asosiasinya adalah untuk memberikan informasi yang benar dan faktual tentang MSG dan turunannya kepada masyarakat dan instansi terkait. 

"Hingga saat ini pemberitaan atau artikel terkait MSG yang berintonasi negatif masih kerap muncul. Surat tanggapan dari tahun ke tahun makin menurun publikasinya. Per tahun 2021, efektifitasnya hanya 6%. Performa yang bagus di tahun 2018, karena memang nama asosiasi baru muncul dan media banyak yang memberitakan. Oleh karenanya kedepan P2MI akan lebih proaktif menyebarkan informasi melalui asset sendiri. Kami akan lebih sering bersosialisasi dan mengedukasi," paparnya. 

Lebih lanjut Satria Gentur Pinandita mengatakan masih banyak pula berita yang salah terkait MNG yang mana seluruhnya adalah HOAX. Sebut saja, tambahnya, kaldu-kaldu jamur yang saat ini banyak beredar, faktanya hanya sebuah manipulasi bahan dan kampanye. 

"Faktanya bumbu tersebut menggunakan MNG/MSG dalam komposisinya, bahkan menjadi ingredients terbesar ke-2 setelah garam. Ditambah lagi bumbu dengan klaim tersebut lebih mahal berkali lipat dimana 400g bumbu harganya Rp 46.900 dan harga untuk MNG/MSG 120g hanya Rp 4.800," ujar Satria Gentur Pinandita. 

Dijelaskannya, MNG merupakan nutrisi yang aman dikonsumsi. "Dalam hal ini untuk ibu-ibu yang suka memasak menggunakan garam kini dapat menggantikan penggunaan garam berlebih dengan melakukan subsitusi menggunakan MNG. Misalnya, biasa satu sendok teh garam, bisa kita substitusi setengahnya dengan MNG. Nah ini membantu kita untuk mengurangi konsumsi garam yang cukup signifikan," demikian papar Satria Gentur Pinandita. 

MSG merupakan bagian dari pangan untuk menciptakan makan gizi seimbang. Namun, penggunaan MSG juga harus disertai dengan mengonsumsi makanan beraneka ragam agar asupan yang ada bisa saling melengkapi. 

"Makanan memiliki komposisi zat gizi yang berbeda-beda dan satu sama lain saling melengkapi untuk kebutuhan sehari-hari," kata Dr. Hera Nurlita, Sub Koordinasi Subtansi Mutu Gizi, Direktorat Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan. 

Menurut Corporate Executive Chef Hotel, Freddy Demianus, mengatakan bahwa penggunaan MSG di kalangan milenial akan menjadi tren di tahun 2022 mendatang. Hal itu karena banyaknya kalangan milenial yang meminati makanan bercita rasa asin dan gurih / Umami atau mengandung MSG. 

"Namanya orang Indonesia meskipun Healthy Food dia bakal bosen juga. Orang yang tadinya tidak suka pakai MSG, dia kangen buat pakai MSG lagi. Apalagi rata-rata makanan tradisional Indonesia menggunakan MSG sebagai bahan cita rasa yang khas," tukasnya.

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ridwan Chaidir


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021