Pakar hukum Wincen Santoso menyebut Indonesia bisa menjadi tempat penyelesaian arbitrase internasional mengingat arah ke depan sudah di lintasan yang tepat.

Menurut Wincen, tak dipungkiri bahwa saat ini arbitrase telah menjadi primadona untuk penyelesaian sengketa bisnis skala internasional, terutama bagi perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia baik PMA maupun PMDN, seiring dengan tren positif investasi yang masuk ke Indonesia.

"Arbitrase banyak karena salah satunya menjadi sarana untuk penyelesaian sengketa bisnis internasional populer karena adanya konvensi New York tahun 1958 yang mengatur mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional di 168 negara," kata Wincen Santoso, pakar hukum arbitrase dan founding partner pada kantor hukum Santoso, Martinus & Muliawan Advocates dalam keterangan tertulis, Selasa.

Data Kementerian Investasi/BPKM mencatat realisasi investasi asing (PMA) mencapai 7,071 juta dolar AS pada kuartal III 2021. Tentu saja, kepercayaan investor baik asing maupun lokal harus dibarengi dengan kepastian berusaha melalui regulasi yang menciptakan iklim usaha yang produktif. Di sisi lain, juga harus ada kepastian hukum terutama jika ada sengketa bisnis di antara mereka.

Selanjutnya, para pihak yang bersengketa dapat memilih arbiternya sendiri. Karena itu, sosok arbiternya harus sosok yang bisa dipercaya, memiliki integritas, kejujuran, keahlian, dan profesionalisme di bidangnya masing-masing. Yang terpenting sama sekali tidak mewakili pihak yang memilihnya. Ia seorang yang independen dan bukan penasehat hukumnya.

"Proses persidangan arbitrase pun berlangsung secara rahasia. Terakhir, putusan arbitrase merupakan putusan final dan mengikat bagi para pihak," kata Wincen.

Dijelaskannya, dalam webinar secara daring Indonesian Arbitration Day yang digelar International Chamber of Commerce (ICC) Jumat (26/11), dengan pembicara dari domestik maupun internasional yang mengangkat tema "Indonesia sebagai Tempat Kedudukan Hukum Arbitrase". Untuk saat ini ada lima lembaga arbitrase internasional yang paling disukai para investor yang ingin menyelesaikan sengketa bisnis. 

Lembaga tersebut antara lain International Chamber of Commerce (ICC), London Court of International Arbitration (LCIA), Hong Kong International Arbitration Centre (HKIAC), China International Economic and Trade Arbitration Commission (CIETAC), dan Singapore International Arbitration Centre (SIAC).

Wincen juga menuturkan bahwa infrastruktur hukum Indonesia saat ini sudah jauh berbeda dibandingkan 10-20 tahun lalu. Hal ini terbukti dengan adanya perbaikan peringkat indonesia dari tahun ke tahun dalam ‘ease of doing business’. Kemudian adanya dukungan dari lembaga peradilan.

"Kita sudah on the right direction. Track-nya sudah benar, tinggal bikin gebrakan-gebrakan saja," kata Wincen yang menjadi pembicara di Forum ICC tersebut.

Wincen tak menampik bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan agar Indonesia benar-benar siap menjadi tempat kedudukan hukum (seat) arbitrase internasional untuk penyelesaian sengketa bisnis. 

"Langkah pertama, kita harus melakukan amandemen UU Arbitrase agar dapat mengakomodir best practices dunia internasional. Kemudian pembenahan sistem hukum, infrastruktur, dan sumber daya manusia. Kalau semua sudah ready, kita siap bersaing," ujarnya.

Sebagai acuan, kata Wincen, di negara tetangga seperti Singapura sudah banyak membuat aturan untuk mendukung arbitrase. Salah satunya, putusan atau perintah arbiter di Singapura disamakan dengan putusan pengadilan Singapura. Kalau tidak melaksanakan perintah pengadilan, maka mereka dapat diancam dengan contempt of court. Itu bisa pidana.

Karena itu, Wincen menggarisbawahi UU Arbitrase harus diamandemen. “Langkah amanden UU Arbitrase harus segera dilakukan. Tujuannya agar semakin sesuai dengan international best practices sehingga investor asing pun semakin percaya untuk berinvestasi di Indonesia dan memilih Indonesia sebagai tempat kedudukan hukum arbitrase,” ujarnya.

Menurut Wincen, langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan menggandeng para stakeholders seperti BANI, ICC, institusi peradilan, dan lembaga lainnya guna berkolaborasi untuk memformulasikan, mendorong, dan mempercepat kesiapan Indonesia sebagai tempat kedudukan hukum arbitrase internasional.

 

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ridwan Chaidir


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021