Kekerasan seksual yang terjadi di kampus perguruan tinggi diberbagai daerah di Tanah Air akibat Wakil Rektor Pembantu III yang membidangi Kemahasiswaan tidak bersinergi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). 

"Kami yakin jika Wakil Rektor Pembantu III dan BEM  bersinergi dan bekerja sama dipastikan tidak akan terjadi kasus kekerasan seksual," kata Dosen Ekonomi Pembangunan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Latansa Mashiro Rangkasbitung Encep Haerudin di Lebak, Banten, Kamis. 

Kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus perguruan tinggi tentu cukup memprihatinkan bagi dunia pendidikan. 

Dimana kampus sebagai lembaga pendidikan yang mencetak manusia  memiliki pengetahuan dan kompetensi disiplin keilmuan, etika kesopanan juga berakhlak. 

Namun, kini perguruan tinggi ternodai atas merebaknya kasus seksual yang dialami para mahasiswanya, sehingga terjadi dekadensi moral di lingkungan kampus tersebut. 

Penyebab merebaknya kasus kekerasan seksual di kampus itu, karena tidak optimalnya Wakil Rektor Pembantu III dan BEM. 

Semestinya, kata dia, mereka bersinergi dan menjalin kerja sama sehingga terbentuk kedekatan antara pimpinan perguruan tinggi dan mahasiswa. 

Artinya, kata dia, pimpinan perguruan tinggi memiliki tanggung jawab untuk melindungi, kasih sayang terhadap mahasiswanya.

Begitu juga BEM dapat melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap mahasiswa dengan pendekatan menggelar kegiatan spritual keagamaan guna membangun moralitas dan akhlak. 

Selain itu juga mahasiswa jika berada di rumah dapat diawasi oleh orang tua. 

Selama ini, kata dia, kasus kekerasan seksual di kampus melibatkan petinggi perguruan tinggi, seperti Dekan Fakultas hingga guru besar, seperti yang terjadi Universitas Riau dan Universitas Indonesia. 

Disamping itu juga kekerasan seksual juga terjadi di kalangan sesama mahasiswa dan di Kampus Unud Bali hingga 29 kasus.

Saat ini, kampus mengalami krisis moral akibat tidak bersinergi antara Wakil Rektor Pembantu III dan BEM setempat.

Bahkan, mahasiswa dari keluarga tak mampu ekonomi juga tergiur untuk terjun perbuatan asusila untuk memenuhi kebutuhan membeli laptop, handphone android dan kehidupan sehari-hari. 

Disamping itu juga kampus tidak menyelenggarakan kegiatan pembelajaran di malam hari guna mencegah tindakan asusila. 

Selama ini, kampus di Provinsi Banten patut diapresiasi karena tidak terjadi kasus kekerasan seksual yang dialami mahasiswa. 

"Kami berharap kedepan jangan sampai mahasiswa menjadi korban kekerasan seksual dengan optimalnya kerja sama antara Wakil Rektor Pembt III dan BEM," katanya menjelaskan.



 

Pewarta: Mansyur Suryana

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021