Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Latansa Mashiro Rangkasbitung Mochamad Husen menegaskan, pemerkosa dan pencabulan anak berusia 5 dan 7 tahun yang dilakukan oleh enam pelaku di Padang, Sumatera Barat layak mendapatkan hukuman berat.
"Penerapan hukuman berat itu agar memberikan efek jera kepada pelaku lainnya, sehingga kedepan tidak terulang lagi kasus pemerkosaan terhadap anak- anak," kata Mochamad Husen di Lebak, Senin.
Pemerkosa dan pencabulan oleh enam pelaku itu terdiri dari kakek, paman, kakak kandung, dan dua orang tetangga korban seperti binatang juga tidak memiliki moral.
Perbuatan mereka itu sangat keji hingga melakukan pemerkosaan dan pencabulan kepada anak.
Semestinya, kata dia, anak itu dilindungi dan kasih sayang, namun diperlakukan menjadi korban tindakan asusila.
"Kami menilai pelaku itu tidak memiliki moral dan spritual agama, " kata Mantan Anggota DPRD Lebak.
Menurut dia, korban kedua anak tersebut dipastikan menimbulkan gonjangan jiwa juga mereka merasa ketakutan yang berlebihan.
Sebab, kejahatan itu bisa menyebabkan anak mengalami traumatik dan ketakutan.
Karena itu, pihaknya mendukung penegak hukum dapat memberikan hukuman berat terhadap pelaku.
Selama ini, kata dia, hukuman yang dikenakan ancaman 15 tahun penjara.
"Kami mendukung pelaku itu dihukum berat, karena menghancurkan masa depan korban," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan saat ini, kasus korban pemerkosa dan pencabulan terhadap anak di Tanah Air cukup meningkat.
Bahkan, kasus kekerasan dan pemerkosaan anak di Kabupaten Lebak tahun 2021 sebanyak 55 kasus dari sebelumnya 25 kasus.
Mereka pelakunya orang dekat, seperti orang tua, ayah tiri, tetangga hingga guru, ustadz dan saudara sepupu.
Selama ini, ujarnya, meningkatnya kasus seksual akibat dampak media sosial dan mudah untuk mendapatkan tayangan gambar porno melalui handphone android.
Karena itu, pemerintah dan lembaga lainnya juga elemen masyarakat, termasuk dunia pendidikan harus mengoptimalkan penyuluhan dan memberikan edukasi agar tidak terjadi kejahatan seksual tersebut.
Sebab, diera globalisasi itu tentu masyarakat lebih mudah untuk menerima tayangan gambar pornografi.
"Kami minta masyarakat mengawasi anak- anak agar terhindar dari kejahatan seksual itu, " ujarnya.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak Dedi Lukman Indepur mengatakan pemerintah daerah menyosialisasikan Lembaga Peduli Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (LPATBM) desa guna mencegah kekerasan anak dan perempuan.
Kehadiran LPATBM itu nantinya dapat melindungi anak dan perempuan dari korban kekerasan, sebab LPATBM melibatkan pengawasan berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh dan pemuka adat.
"Kami berkomitmen untuk melindungi anak-anak agar tumbuh kembang, aman, nyaman dan senang," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021
"Penerapan hukuman berat itu agar memberikan efek jera kepada pelaku lainnya, sehingga kedepan tidak terulang lagi kasus pemerkosaan terhadap anak- anak," kata Mochamad Husen di Lebak, Senin.
Pemerkosa dan pencabulan oleh enam pelaku itu terdiri dari kakek, paman, kakak kandung, dan dua orang tetangga korban seperti binatang juga tidak memiliki moral.
Perbuatan mereka itu sangat keji hingga melakukan pemerkosaan dan pencabulan kepada anak.
Semestinya, kata dia, anak itu dilindungi dan kasih sayang, namun diperlakukan menjadi korban tindakan asusila.
"Kami menilai pelaku itu tidak memiliki moral dan spritual agama, " kata Mantan Anggota DPRD Lebak.
Menurut dia, korban kedua anak tersebut dipastikan menimbulkan gonjangan jiwa juga mereka merasa ketakutan yang berlebihan.
Sebab, kejahatan itu bisa menyebabkan anak mengalami traumatik dan ketakutan.
Karena itu, pihaknya mendukung penegak hukum dapat memberikan hukuman berat terhadap pelaku.
Selama ini, kata dia, hukuman yang dikenakan ancaman 15 tahun penjara.
"Kami mendukung pelaku itu dihukum berat, karena menghancurkan masa depan korban," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan saat ini, kasus korban pemerkosa dan pencabulan terhadap anak di Tanah Air cukup meningkat.
Bahkan, kasus kekerasan dan pemerkosaan anak di Kabupaten Lebak tahun 2021 sebanyak 55 kasus dari sebelumnya 25 kasus.
Mereka pelakunya orang dekat, seperti orang tua, ayah tiri, tetangga hingga guru, ustadz dan saudara sepupu.
Selama ini, ujarnya, meningkatnya kasus seksual akibat dampak media sosial dan mudah untuk mendapatkan tayangan gambar porno melalui handphone android.
Karena itu, pemerintah dan lembaga lainnya juga elemen masyarakat, termasuk dunia pendidikan harus mengoptimalkan penyuluhan dan memberikan edukasi agar tidak terjadi kejahatan seksual tersebut.
Sebab, diera globalisasi itu tentu masyarakat lebih mudah untuk menerima tayangan gambar pornografi.
"Kami minta masyarakat mengawasi anak- anak agar terhindar dari kejahatan seksual itu, " ujarnya.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak Dedi Lukman Indepur mengatakan pemerintah daerah menyosialisasikan Lembaga Peduli Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (LPATBM) desa guna mencegah kekerasan anak dan perempuan.
Kehadiran LPATBM itu nantinya dapat melindungi anak dan perempuan dari korban kekerasan, sebab LPATBM melibatkan pengawasan berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh dan pemuka adat.
"Kami berkomitmen untuk melindungi anak-anak agar tumbuh kembang, aman, nyaman dan senang," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021