Jakarta (Antara News) - Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Edward Pinem mendesak Pemerintah untuk mengatur kembali kebijakan besi paduan.

"Negara Asia Tenggara, seperti Thailand dan Malaysia, mengatur sangat ketat mengenai besi paduan sehingga sudah selayaknya hal yang sama diberlakukan di Indonesia," kata Edward Pinem di Jakarta, Rabu.

Ia berharap surat Kementerian Perindustrian kepada Kementerian Perdagangan yang ditandatangani oleh Menteri Perindustrian M.S. Hidayat untuk mengendalikan impor baja paduan dapat segera ditindaklanjuti.

Surat Kementerian Perindustrian menyebutkan untuk mengendalikan impor baja paduan yang terus meningkat perlu dilakukan pelarangan dan pembatasan bagi importir.

Surat tersebut juga meminta kepada Kementerian Perdagangan untuk mengevaluasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2012 dan No. 54/2010 tentang Ketentuan Impor Besi dan Baja.

Edward mengatakan bahwa beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Thailand, justru memberlakukan pembatasan terhadap impor besi paduan untuk melindungi industri besi dan baja dalam negerinya.

Edward menekankan, demi kepentingan nasional yang lebih besar, Pemerintah seharusnya dapat memberlakukan pembatasan serupa terhadap impor besi paduan.

Menurut Edward, besi paduan dapat digolongkan sebagai "alloy steel", yakni besi khusus yang memiliki keunggulan tahan terhadap karat sehingga banyak dipergunakan dalam pembangunan infrastruktur.

Pemerintah memberikan fasilitas bebas bea masuk sebesar terhadap besi paduan, tetapi dalam perkembangannya fasilitas ini kemudian banyak disalahgunakan, katanya.

Edward mengatakan bahwa produk-produk baja bukan paduan atau dikenal dengan besi karbon, seperti baja canai panas (hot rolled steel), baja canai dingin (cold rolled steel), serta lainnya, seharusnya dikenai bea masuk 5 persen.

Akan tetapi, beberapa produsen baja dunia kemudian menyiasati dengan memanfaatkan peraturan dalam buku tarif kepabeanan Indonesia dengan menyebutkan memiliki kandungan boron atau bisa disebut sebagai besi paduan.

Persoalannya kandungan boron dalam besi impor tersebut sangat kecil hanya 8 part sejuta (0,0008 persen), padahal kandungan sebesar itu tidak mengubah sifat fisik maupun mekanik.

Praktik tidak sehat tersebut diduga telah berlangsung sejak 2009, dan makin meningkat tajam dalam kurun waktu 2--3 tahun terakhir, menjadi 300.000 metrik ton pada tahun 2012.

Kondisi demikian pada akhirnya mengancam industri hulu besi dan baja nasional sehingga menurut Edward sudah saatnya Pemerintah segera melakukan perbaikan untuk melindungi industri baja di dalam negeri.

Sementara itu, Direktur PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk Gwie Gunato Gunawan mengatakan bahwa kondisi industri baja domestik saat ini makin terdesak dengan terjadinya kenaikan impor produk boron added steel.

Terkait dengan hal itu, menurut dia, perlu dilakukan verifikasi atas produk baja yang masuk serta adanya tindakan tegas dari Pemerintah apabila terjadi pelanggaran. Dalam hal ini, pemerintah Thailand telah memberlakukan safeguard 33,11 persen terhadap produk boron added steel.

Gunato mengatakan bahwa boron added steel dikenal dengan alloy steel sangat berguna bagi sektor konstruksi. Persoalannya, kalau di dalam dokumen tidak sesuai, apalagi kalau kandungan boronnya sangat kecil, tentunya akan membahayakan.

Alloy steel merupakan besi yang memiliki keunggulan daya tarik dan ulur sehingga sering dipergunakan untuk konstruksi jembatan dan gedung bertingkat. Kalau nanti masuknya tidak sesuai dengan standar, bangunannya ambruk siapa yang harus bertanggung jawab?

Ia mengatakan bahwa Pemerintah harus memberantas praktik itu karena produk baja paduan ini di beberapa negara sebenarnya sudah mendapat fasilitas keringanan pajak ekspor 9--13 persen, kemudian masuk ke Indonesia masih mendapat fasilitas bea masuk nol persen, sementara untuk besi bukan paduan dikenai bea masuk 5 persen.

Padahal, sebenarnya kandungan boron di dalamnya sangat kecil, tetapi mereka mendapat fasilitas keringanan. Akibatnya, harga besi impor menjadi jauh lebih murah daripada besi produksi dalam negeri.
 

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2013