Serang (AntaraBanten) -  Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan terus berupaya melakukan antisipasi dan pencegahan kebakaran hutan, mengingat penanggulangan kebakaran hutan memerlukan dana dan tenaga yang sangat besar.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten Mochamad Yanuar mengatakan, upaya pencegahan kebakaran hutan akan dapat terlaksanak apabila mendapat dukungan berbagai pihak, terutama dari masyarakat desa yang berada di sekitar hutan.

"Secara umum ada dua cara dalam upaya penanaganan kebakaran hutan, yaitu penanganan yang bersifat preventif dan refresif," kata Mochamad Yanuar.

Yanuar mengatakan, Provinsi Banten dengan luas sekitar 865.120 hektar dan memilki kawasan hutan seluas kurang lebih 208.161,27 hektar. Pengelolaan kawasan hutan di Banten berada dibawah tanggung jawab PT Perhutani KPH Banten dan sebagian KPH Bogor untuk hutan dengan fungsi hutan produksi dan hutan lindung, Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan Balai Taman Nasional Gunung Halimun salak untuk kawasan hutan konservasi dalam bentuk taman nasional, kemudian Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat I Seksi wilayah Serang serta Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten dalam bentuk Taman Hutan Raya  (Tahura) Banten.

Ia mengatakan, berdasrkan pengamatan citra satelit NOAA jumlah 'hotspot' atau titik api di Provinsi Banten sampai dengan bulan Juni 2013, terdapat sebanyak 11 'hotspot' yang berada di luar kawasan hutan.

Menurutnya, pengertian 'hotspot' tersebut berdasarkan Permenhut No P.12 tahun 2009 adalah suatu indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu disekitarnya.

"Pencegahan kebakaran hutan salah satu komponen pengendalian kebakaran hutan yang mencakup semua cara mengurangi jumlah kejadian kebakaran liar. Pencehagan kebarakan hutan bukan bertujuan menghilangkan semua kejadian kebakaran liar, karena menghilangkan semua kejadian kebakaran hutan merupakan suatu hal yang sangat sulit dan tidak mungkin dilakukan," katanya.

Yanuar mengatakan, secara umum ada dua cara dalam upaya penanaganan kebakaran hutan, yaitu penanganan yang bersifat preventif dan refresip. Adapun penenaganan yang bersifat preventif yakni usaha dan tindakan yang dilakukan untuk menghindarkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan.

"Penanganan yang bersifat preventif ini ada dan dlaksanakan sebelum kebakaran terjadi," katanya.

Sedangkan penanganan kebakaran hutan yang sersifat refresif adalah upaya yang dilakukan berbagai pihak untuk mengasti kebakaran setelah kebakaran hutan terjadi. Penanganan bisa dilakukan dengan cara pemadaman dan proses peradilan bagi pihak-pihak yang didiuga terkait dengan kebakaran hutan yang diduga dilakukan dengan cara disengaja.

Ia mengatakan, prosess pembakaran terjadi karena adanya sumber panas atau api sebagai penyulut, bahan bakar yang tersedia dan adanya oksigen yang bersamaan atau lebih dikenal dengan istilah 'segi tiga api. Konsep sederhana terjadinya proses pembakaran adalah dengan cara menghilangkan/ meniadakan salah satu dari komponen segi tiga api yakni oksigen, sumber panas dan bahan bakar.

Hal yang dapat dilakukan yaitu menghilangkan atau mengurangi sumber panas (api) dan menghilangkan atau mengurangi akumulasi bahan bakar. Adapaun strategi yang dapat dijadikan acuan dalam usaha pencegahan terjadinya kebakaran yaitu meliputi pendekatan sisitem informasi kebakaran, pendekatan sosial ekonomi masyarakat, dan pendekatan pengelolaan hutan dan lahan.

Yanuar mengungkapkan, dalam rangka mencegah terjdinya kebakaran hutan di Banten, hendaknya bijak dalam penggunaan api dan diharapkan kepada masyarakat khususnya masyarakat yang melakukan aktivitas di sekitar atau bahkan didalam kawasan hutan, agar selalu memperhatikan beberapa hal yang dapat menyebabkan kebakaran hutan, seperti tidak membuka ladang atau lahan pertanian dengan cara membakar hutan, tidak meninggalkan bekas api unggun yang membara di hutan, tidak membuat arang di hutan, tidak membuang puntung rokok sembarangan di hutan dan melaporkan kepada petugas apabila terjadi kebakaran hutan.

Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena didalamanya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non kayu, pengatur tata air, penegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan lain sebagainya.

Menurut Yanuar, kerusakan hutan telah meningkatkan emisi karbon hingga 20 persen. Ini sangat signifikan karena karbondioksida merupakan salah satu gas rumah kaca yang berimplikasi pada kecenderungan pemanasan global, salju dan penutupan es telah menurun, suhu lautan dalam telah meningkat dal  level permukaan lautan meningkat 100 hingga 200 MM selama abad yang terakhir.

Kebakaran hutan merupakan salah satau bentuk gangguan yang makin sering terjadi, dampak negatif yang ditimbulkan dari kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomis hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarfakat serta menggangu transportasi baik darat, laut, sungai danau dan udara. Selain itu, gangguan kebakaran hutan yang terjadi akhir-akhir ini juga telah melintasi batas negara.

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2013