Mantan Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Pemprov Sumsel) Akhmad Najib resmi menjadi tahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IA Pakjo Palembang.

Penahanan tersebut dilakukan karena yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Palembang oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel. 

Baca juga: Terpidana kasus zina di Aceh Barat Daya pingsan usai dicambuk 100 kali
Baca juga: Kejagung usut kembali kasus dugaan korupsi fasilitas kredit Bank Mandiri

"Akhmad Najib resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Pakjo Palembang hingga 20 hari ke depan bersama dua tersangka lainnya," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel Khaidirman, Jumat malam.

Menurutnya, setelah dilakukan diperiksa secara intensif selama delapan jam penyidik telah memenuhi semua alat bukti yang membenarkan keterlibatan tersangka dalam kasus tersebut.

"Yang bersangkutan sudah cukup bukti hingga ditetapkan sebagai tersangka. Di antaranya seperti menandatangani NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) tahun 2015 dan 2017," ujarnya.

Pihaknya juga memastikan kondisi kesehatan tersangka yang sempat menurun setelah ditetapkan sebagai tersangka, dan saat ini sudah dipastikan oleh tim dokter Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin Palembang dalam kondisi baik.

"Tim dokter sudah memastikan kondisi tersangka sehat," katanya pula.

Sebelumnya, Akhmad Najib membenarkan ia menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Hal tersebut disampaikannya saat memenuhi panggilan sebagai saksi dalam sidang lanjutan untuk terdakwa Mukti Sulaiman (mantan Sekretaris Daerah Sumsel) dan Ahmad Nasuhi (Mantan Plt Kepala Biro Hukum Setda Pemprov Sumsel), Kamis (30/9).

Menurut Najib dalam persidangan itu, penandatanganan tersebut bermula saat ia menerima berkas NPHD dari terdakwa Ahmad Nasuhi sekitar November-September tahun 2015.

Berkas tersebut berisikan lembar NPHD beserta nota dinas yang menerangkan bahwa berkas tersebut sudah diteliti dan dipelajari oleh terdakwa.

"Ahmad Nasuhi berikan berkas NPHD tahun 2015 ke saya beserta nota dinas yang isinya berkas itu sudah diteliti dan dipelajari," kata dia, di hadapan majelis hakim dipimpin hakim ketua Abdul Aziz.

Lantas, ia pun menandatangani berkas tersebut. Sebab, ia yakin kalau berkas itu sudah diteliti dan dipelajari sebelumnya oleh terdakwa.

"Saya tanda tangani berkas itu," ujarnya.

Selain itu, hal yang menguatkan alasannya untuk menandatangani NPHD itu berpegang dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pembangunan Masjid Raya Sriwijaya yang terbit pada 30 September 2014.

Lalu adanya Surat Keputusan (SK) Gubernur Sumsel tentang penunjukan dirinya sebagai perwakilan pemerintah, dan juga sudah ada nominal alokasi berikut penerima dana hibah itu. Maka atas dasar itulah tidak ada alasan baginya untuk tidak menandatangani NPHD itu.

"Dalam konteks ini, penerima sudah ada, anggaran ada, alokasi ada, SK Keputusan Gubernur menunjuk saya juga ada. Maka tidak ada alasan saya untuk tidak menandatanganinya," ujar dia.

Dalam persidangan, penandatanganan berkas NPHD itu dilakukannya untuk mewakili Pemprov Sumsel selaku pihak pertama pemberi dana hibah (pihak pertama) kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya (pihak kedua) selaku penerima hibah.

"Dalam hal ini Ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yang menjabat di tahun 2015 juga menandatangani NPHD tersebut," ujarnya pula.

Kedudukan NPHD itu penting sebab merupakan syarat administratif untuk pemberian dana hibah termin pertama senilai Rp50 miliar dari APBD tahun 2015. Sekaligus juga dijadikan dasar pencairan dana hibah senilai Rp80 miliar pada termin kedua dari APBD 2017 sehingga total dana hibah yang dicairkan Rp130 miliar dari Pemprov Sumsel.

Namun pencairan dana hibah setelah penandatanganan NPDH itu diduga terjadi pembiasan sebagaimana atas keterangan saksi Ardani (mantan Plh Biro Hukum Setda Pemprov Sumsel) dan Agustinus Toni (mantan Kabid Anggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Sumsel) yang juga hadir dalam sidang tersebut.

Menurut Ardani, tidak ada pembahasan terkait dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya dalam Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

Hal tersebut diyakinkannya, sebab kala itu dirinya juga sebagai anggota TAPD yang diketuai oleh terdakwa Mukti Sulaiman (mantan Sekretaris Daerah Pemprov Sumsel).

“Seingat saya anggaran dana hibah itu tidak pernah dibahas atau dirapatkan oleh TAPD, tapi tetap dilakukan,” ujarnya yang senada dengan kesaksian Agustinus Toni.

Bersamaan dengan Akhmad Najib, penyidik juga menetapkan Loka Sangganegara (Project Manager/Team Leader PT Indah Karya dalam pembangun Masjid Sriwijaya) dan Agustinus Toni (mantan Kepala Bagian Anggaran BPKAD Sumsel) sebagai tersangka.

Dalam kasus tersebut, mereka diduga telah menimbulkan kerugian negara senilai Rp113 miliar, dari total Rp130 miliar uang hibah pembangunan Masjid Sriwijaya.

Para tersangka dikenakan Pasal 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP dan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 No. 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Muhammad Riezko Bima Elko

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021