Jakarta, (ANTARA) - Pengacara OC Kaligis melaporkan ke Mahkamah Hak Azasi Internasional Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss, soal kasus kematian Irzen Octa, nasabah Citibank Indonesia yang dibunuh di kantor di Menara Jamsostek, 29 Maret 2011.

"Karena keadilan sulit diperoleh di Indonesia, maka terpaksa melaporkan ke Mahkamah Hak Azasi Internasional PBB di Jenewa, Swiss, terkait kasus kematian Irzen Octa," kata OC Kaligis di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan bahwa kliennya sengaja dibunuh oleh penagih hutang, padahal berniat untuk mencicil tunggakan, namun yang membunuh hanya dihukum selama 1,5 tahun penjara dan ada juga dibebaskan.

Pernyataan Kaligis tersebut terkait tiga penagih hutang Citibank sebagai terdakwa pembunuhan Irzen Okta masing-masing Arief Lukman, Henri waslinton dan Donal Haris Bakara dijatuhkan hukuman selama 1,5 tahun, satu tahun dan ada yang bebas oleh hakim di PN Jakarta Selatan, pekan lalu.

Namun ketiga terdakwa itu hanya dikenakan pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan padahal seharusnya dijerat pasal berlapis yakni 333 KUHP dan pasal 359 KUHP tentang penganiayaan berat yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.

Berdasarnya hasil penyidikan dari Polres Metro Jakarta Selatan bahwa Irzen Octa diduga dibunuh oleh tiga penagih hutang pada 29 Maret 2011 oleh Arief Lukman, Hendri Waslinton dan Donal Haris Bakara.

Penyebab kematian nasabah Citibank itu adalah bekas luka memar pada sekujur tubuh akibat pukulan benda tumpul setelah adanya otopsi mayat dari ahli forensik RSCM Jakarta.

Sedangkan penagih hutang itu menyebutkan bahwa penyebab kematian Irzen Octa adalah karena penyakit jantung.

Kaligis mengatakan dari hasil persidangan di PN Jakarta Selatan bahwa untuk menghilangkan nyawa seseorang hanya dihukum ringan dengan dakwaan pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.

Bila masalah hukum terhadap terdakwa penagih hutang dibiarkan terus berlarut, maka akan tumbuh subur tindakan serupa dan untuk menghilangkan nyawa seseorang hanya dihukum ringan satu tahun penjara.

"Hal ini merupakan preseden buruk terhadap penegakan hukum di Indonesia, maka terpaksa melaporkan ke Mahkamah Hak Azasi Internasional di Jenewa karena di Tanah Air sulit mendapatkan keadilan," katanya.

Dalam laporan berbahasa Inggris dengan tebal sebanyak tujuh halaman itu, diantaranya menyebutkan proses kematian Irzen Octa merupakan rekayasa hukum di Indonesia dan penagih hutang dihukum ringan.

Kaligis berharap agar Badan PBB yang mengurus Hak Asasi manusia itu turun tangan untuk mengatasi kasus kematian nasabah Citibank tersebut.

Padahal dalam pengakuan istri korban Esi Rolandi di persidangan PN Jakarta Selatan bahwa suaminya tidak pernah menderita penyakit jantung selama mereka menjalani pernikahan sekitar 20 tahun.

Menurut Esi Rolandi, bahwa suaminya pergi dari rumah di kawasan Batuceper, Kota Tangerang, Banten, ke kantor Citibank di Menara Jamsostek, Jakarta Selatan, untuk membayar sisa tunggakan hutang kartu kredit.

Esi Rolandi mendapatkan telepon dari petugas Citibank bahwa suaminya meninggal secara tiba-tiba setelah dicek maka kondisi tubuh korban penuh luka lebam akibat adanya kekesaran.

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2012