Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak, Banten merasa prihatin kasus korupsi di era reformasi cukup tinggi dibandingkan orde baru (orba) sehingga berdampak terhadap sosial ekonomi masyarakat. 

"Kita berharap penegak hukum bekerja maksimal untuk penanganan pemberantasan korupsi," kata Wakil Ketua MUI Kabupaten Lebak KH Akhmad Khudori di Lebak, Rabu. 

Meningkatnya kasus korupsi di era reformasi itu ada kecenderungan munculnya penyakit al-wahn, dimana mereka lebih mengutamakan kekayaan harta demi kesenangan hidup di dunia dan lupa kematian. 

Mereka jika memiliki kedudukan atau jabatan menjadikan "aji mumpung" dengan menggunakan segala macam cara dan tipu daya untuk melakukan kejahatan korupsi untuk mencari kemewahan.

Harta lebih diutamakan, seperti membangun rumah yang luas dan mewah, termasuk kendaraan juga harta tak bergerak di antaranya ratusan hektare tanah, villa dan lainnya. 

Apalagi, saat ini munculnya pemimpin dinasti di era reformasi. 

Pemimpin dinasti, menurut ajaran Islam diperbolehkan, namun saat ini kenyataan mereka terlibat korupsi. 

Munculnya penyakit al-wahn itu, kata dia, akibat krisis rohani dan akhlak, karena kehidupan mereka lebih mengutamakan mencari uang sebanyak-banyaknya, meski dengan cara korupsi. 

Selain itu juga krisis ideologi Pancasila, karena kehidupan mereka lebih inklusif dan tidak bermasyarakat. 

Kehidupan mereka dipastikan tidak memiliki jiwa sosial, saling menghargai dan menghormati. 

"Kami minta pelaku korupsi dihukum seberat-beratnya, " katanya. 

Menurut dia, kasus korupsi  di tanah air selama reformasi cukup menonjol dibandingkan korupsi era orba tidak begitu banyak.

Namun, era sekarang korupsi mulai menteri, gubernur, bupati, wali kota, lembaga komisioner, politisi, termasuk pejabat eselon I/II/III hingga pihak swasta. 

Selama ini, kejahatan korupsi sudah menggurita karena mereka sudah terang-terangan dan tidak memiliki rasa malu lagi. 

 Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) para aktor yang terlibat korupsi antara lain anggota DPR/DPRD sebanyak 274 orang, kepala lembaga/menteri, 28 orang, gubernur 21 orang, wali kota/bupati/wakil 122 orang.

Selanjutnya, hakim 22 orang, jaksa 10 orang, polisi 2 orang, pengacara 12 orang, duta besar 4 orang, komisioner 7 orang, eselon I/II/III 230 orang, swasta 308 orang, korporasi 6 orang, dan lainnya 157 orang.

Kejahatan aktor korupsi di pengadaan barang jasa 236 kasus, perizinan 23 kasus, penyuapan 739 kasus, pungutan/pemerasan 26 kasus, penyalahgunaan anggaran 50 kasus, TPPU 38 kasus, hingga merintangi proses penyidikan 10 kasus.

"Kita harus perangi kejahatan korupsi karena merusak kehidupan bangsa juga musuh negara," tegasnya.

Pewarta: Mansyur Suryana

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021