KPK mendalami aliran uang yang diduga berasal dari sejumlah pihak dalam penyidikan kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun anggaran 2020—2021 dengan tersangka Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah.
"Saksi-saksi Mega Putra Pratama, Andi Kemal Wahyudi, Robert Wijaya, seluruhnya dari swasta didalami pengetahuannya, antara lain terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang dari beberapa pihak kepada tersangka NA karena telah mendapatkan beberapa paket pekerjaan proyek di Pemprov Sulsel," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Istri gubernur non aktif Sulsel Nurdin Abdullah tolak jadi saksi untuk suaminya
Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK pada hari Selasa (8/6).
Menurut Ali, saksi Petrus Yalim dikonfirmasi, antara lain mengenai dugaan adanya aliran penerimaan sejumlah uang dalam bentuk gratifikasi pada tersangka Nurdin Abdullah.
Selanjutnya, PNS bernama Andi Sahwan dikonfirmasi terkait dengan paket pekerjaan proyek pada Dinas Binamarga Peprov Sulsel.
Penyidik juga telah memeriksa saksi lain dalam perkara tersebut, yaitu Kwan Sakti Rudy Moha, Herman Sentosa, dan Imelda Obey yang seluruhnya merupakan wiraswasta.
"Para saksi didalami pengetahuannya, antara lain terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi oleh NA dalam bentuk sejumlah uang," ungkap Ali.
Namun, La Ode Darwin (karyawan swasta) dan Arief Satriawan (konsultan) tidak hadir dan segera akan dilakukan penjadwalan dan pemanggilan kembali.
Dalam perkara ini, Nurdin Abdullah diduga menerima total Rp5,4 miliar dengan perincian pada tanggal 26 Februari 2021 menerima Rp2 miliar yang diserahkan melalui Edy Rahmat (ER) selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin dan Agung Sucipto (AS) selaku kontraktor/Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB).
Selain itu, Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain, antara lain pada akhir 2020 Nurdin menerima uang sebesar Rp200 juta, pada pertengahan Februari 2021 Nurdin melalui ajudannya bernama Samsul Bahri menerima uang Rp1 miliar, dan pada awal Februari 2021 Nurdin melalui Samsul Bahri menerima uang Rp2,2 miliar.
Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto saat ini sudah berstatus terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Makassar, sedangkan dua tersangka penerima suap, Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat, masih dalam penyidikan.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Agung sudah dua kali memberikan uang kepada Nurdin Abdullah sejak awal tahun 2019 hingga awal Februari 2021.
Disebutkan bahwa jumlah dana suap yang diterima, pertama dengan nilai 150.000 dolar Singapura diberikan di Rumah Jabatan Gubernur Jalan Sungai Tangka awal tahun 2019, sedangkan untuk dana kedua adalah saat operasi tangkap tangan tim KPK senilai Rp2 miliar di awal Februari 2021.
Dana tersebut diduga sebagai uang pelicin dalam hal pemenangan tender hingga pengerjaan proyek pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel pada beberapa kabupaten setempat.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021
"Saksi-saksi Mega Putra Pratama, Andi Kemal Wahyudi, Robert Wijaya, seluruhnya dari swasta didalami pengetahuannya, antara lain terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang dari beberapa pihak kepada tersangka NA karena telah mendapatkan beberapa paket pekerjaan proyek di Pemprov Sulsel," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Istri gubernur non aktif Sulsel Nurdin Abdullah tolak jadi saksi untuk suaminya
Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK pada hari Selasa (8/6).
Menurut Ali, saksi Petrus Yalim dikonfirmasi, antara lain mengenai dugaan adanya aliran penerimaan sejumlah uang dalam bentuk gratifikasi pada tersangka Nurdin Abdullah.
Selanjutnya, PNS bernama Andi Sahwan dikonfirmasi terkait dengan paket pekerjaan proyek pada Dinas Binamarga Peprov Sulsel.
Penyidik juga telah memeriksa saksi lain dalam perkara tersebut, yaitu Kwan Sakti Rudy Moha, Herman Sentosa, dan Imelda Obey yang seluruhnya merupakan wiraswasta.
"Para saksi didalami pengetahuannya, antara lain terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi oleh NA dalam bentuk sejumlah uang," ungkap Ali.
Namun, La Ode Darwin (karyawan swasta) dan Arief Satriawan (konsultan) tidak hadir dan segera akan dilakukan penjadwalan dan pemanggilan kembali.
Dalam perkara ini, Nurdin Abdullah diduga menerima total Rp5,4 miliar dengan perincian pada tanggal 26 Februari 2021 menerima Rp2 miliar yang diserahkan melalui Edy Rahmat (ER) selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin dan Agung Sucipto (AS) selaku kontraktor/Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB).
Selain itu, Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain, antara lain pada akhir 2020 Nurdin menerima uang sebesar Rp200 juta, pada pertengahan Februari 2021 Nurdin melalui ajudannya bernama Samsul Bahri menerima uang Rp1 miliar, dan pada awal Februari 2021 Nurdin melalui Samsul Bahri menerima uang Rp2,2 miliar.
Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto saat ini sudah berstatus terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Makassar, sedangkan dua tersangka penerima suap, Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat, masih dalam penyidikan.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Agung sudah dua kali memberikan uang kepada Nurdin Abdullah sejak awal tahun 2019 hingga awal Februari 2021.
Disebutkan bahwa jumlah dana suap yang diterima, pertama dengan nilai 150.000 dolar Singapura diberikan di Rumah Jabatan Gubernur Jalan Sungai Tangka awal tahun 2019, sedangkan untuk dana kedua adalah saat operasi tangkap tangan tim KPK senilai Rp2 miliar di awal Februari 2021.
Dana tersebut diduga sebagai uang pelicin dalam hal pemenangan tender hingga pengerjaan proyek pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel pada beberapa kabupaten setempat.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021