Serang (ANTARA News) - Kementerian Pekerjaan Umum tengah membenahi kawasan pelabuhan ikan Karangantu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten yang semula kondisinya kumuh dan tidak terurus.

Banyak peninggalan sejarah di Karangantu yang seharusnya dilestarikan.

"Untuk itu sebagai tahap awal kami akan membenahahi dengan menata kembali kawasan ini," kata Kepala Satuan Kerja Bangunan dan Lingkungan Provinsi Banten Kementerian Pekerjaan umum, Mukoddas Syuhada di Serang, Jumat.

Mukoddas mengatakan, Pelabuhan Karangantu sendiri merupakan peninggalan sejarah Kesultanan Banten sebagai pusat perdagangan terbesar sepertihalnya Pelabuhan Sunda.

Berdasarkan referensi, Karangantu pernah bandar perdagangan terbesar di Pulau Jawa yang dikunjungi saudagar-saudagar Cina, Arab, Gujarat, dan Turki.

Sebagai tahap awal, pihaknya telah menata jalan di kawasan Karangantu dengan merelokasi pedagang yang biasa mangkal di kawasan tersebut.

"jalan tersebut kini tengah dibeton dan dibangun lajur pejalan kaki agar pengunjung dapat menikmati dan mengenang suasa pelabuhan di masa lalu," ujar dia.

Menurut dia untuk memindahkan pedagang pihaknya menempuh upaya-upaya sosialisasi sehingga akhirnya mereka dengan sukarela memindahkan lapak-lapaknya di tempat yang telah disediakan.

Pihaknya juga telah membangun desa percontohan ramah lingkungan di kawasan tersebut dengan harapan masyarakat dan pemerintah setempat dapat mengikuti jejaknya.

"kebetulan saya punya lahan keluarga seluas empat hektar di Karangantu untuk kemudian dibangun desa ramah lingkungan (eco village) untuk memberikan contoh bagi warga sekitar," ujar dia.

Disebut sebagai desa ramah lingkungan karena bangunannya sendiri menggunakan bahan-bahan yang ada di sekitar Karangantu, serta untuk sumber listriknya menggunakan tenaga surya dan angin.

"Biaya untuk membangun desa ramah lingkungan bersumber dari kantong pribadi termasuk untuk pengadaan pembangkit listrik." ujar dia.

Menurut dia, saat ini sudah ada dua kincir angin yang mampu menghasilkan listrik masing-masing maksimal 1 dan 3,5 kilo watt, sedangkan panel surya mampu menghasilkan maksimal sampai dengan 500 watt.

kawasan kami tersebut belum terjangkau listrik sehingga dengan mengandalkan listrik swadaya tersebut mampu menerangi tiga unit rumah, termasuk untuk keperluan peralatan eletronik seperti televisi, lemari pendingin, dan sebagainya.

Menurut Mukoddas, Karangantu sebelum dibenahi seperti saat ini kondisinya sangat menyedihkan banyak pohon bakau yang ada di sekitar kawasan dibiarkan gundul tidak terawat, begitu juga sejumlah peninggalan sejarah dibiarkan terbenkalai.

Mukoddas menunjuk, Pulodua di Karangantu yang saat ini sudah menyatu dengan daratan akibat proses sedimentasi, padahal semula merupakan habitat burung-burung yang migrasi dari luar negeri.

Dia juga mengatakan, masyarakat karangantu sendiri saat ini jarang yang berprofesi sebagai nelayan tradisional, sebagian besar telah menjadi buruh dari kapal ikan bermodal besar.

Alasannya karena kondisi iklim yang tidak menentu, tangkapan ikan terbatas, serta persoalan lain yang membuat mereka enggan untuk melaut sendiri, ujar dia.

Mukoddas mengatakan, untuk membangkitkan kembali kepedulian masyarakat terhadap peninggalan sejarah di karangantu, pihaknya telah menjalin kerjasama dengan Pemprov. Banten, Pemkot Serang, Kementerian PU, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menata kawasan ini.   

Sebagai langkah awal kami telah menyelenggarakan sepeda santai berangkat dari Karangantu serta berakhir (finish) di Tapak Bumi Village (eco village) yang rutenya melalui sejumlah objek sejarah pada hari Minggu lalu (9/10).

Kawasan ini kaya dengan peninggalan sejarah seperti, Kampung Bugis, Benteng Speelweijk, Klenteng Avalokitesvara, rumah pecinan, masjid pecinan, pemandian Sultan Dana Tasikardi, teknologi penjernihan air peninggalan Sultan Ageng Tirtayasa, Istana Surosowan, Masjid Agung Banten, dan lainnya.

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2011