Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Erna Rosdiana menyatakan izin bukan satu-satunya tujuan dalam kehutanan sosial, namun bagaimana agar masyarakat sekitar sejahtera.

"Setelah izin keluar masih banyak tugas yang harus dijalankan. Masyarakat bisa menjadikan hutan dan sekitarnya ke dalam skala bisnis yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan," kata Erna dalam webinar Katadata Earth Day Forum 2021 dengan tema Gotong Royong Jaga Bumi, Selasa.

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, target pemberian akses kelola dan pemanfaatan kehutanan pada masyarakat seluas 12,7 juta hektare. Angka ini kemudian direvisi pada 2020 menjadi 13,9 juta ha. Sampai awal 2021 sudah terlaksana 4,5 juta ha.  

Praktisi dan Pendamping Program Perhutanan Sosial Suwito Laros menjelaskan lima kendala yang mendasari belum semua kelompok Perhutanan Sosial berkembang. 

Pertama, sebagian masyarakat yang sudah mendapat legalitas pengelolaan hutan belum memahami pentingnya Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Kedua, perlu dukungan sarana produksi dan pengolahan pasca panen. Ketiga, pelatihan keterampilan mengolah produk pertanian atau mengelola pariwisata. Keempat, sulit akses pasar. Kelima, belum meratanya pendampingan.

Dirjen Pembanguan Daerah Kementerian Dalam Negeri Dr. Hari Nurcahya Murni mengatakan pentingnya kolaborasi antarkementerian dan antarlembaga, antara pemerintah pusat dan daerah, juga bekerjasama dengan pendamping dalam rangka pengembangan perhutanan sosial. 

Salah satu contoh keberhasilan kolaborasi antar kementerian dan lembaga di pemerintah pusat juga pemerintah daerah setempat, seperti yang dipaparkan Erna, adalah program perhutanan sosial di Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wono Lestari yang berada di Desa Burno, Kecamatan Senduro, Lumajang. 

"Ada KLHK di sana, ada Perhutani, ada Kementerian Pariwisata, juga tentu ada pemerintah daerah," kata Erna. 

Bupati Lumajang Thoriqul Haq mengatakan dengan luas SK 940 hektare, masyarakat setempat memproduksi susu, ternak perah, hasil pertanian, dan ekowisata. 

"Perputaran ekonominya mencapai Rp6 miliar per bulan," kata Bupati Thoriqul Haq.

Sebelum mencapai kesejahteraan ekonomi, kelompok Perhutanan Sosial diberikan pelatihan usaha sampai melakukan studi banding ke daerah yang lebih dulu sukses mengolah susu dan hasil pertanian. 

Lumajang menjadi satu dari dua pilot project kolaborasi antarkementerian dan Lembaga terkait. Rencananya, berdasarkan keterangan Erna, akan ada lima daerah lagi yang akan melanjutkan keberhasilan kolaborasi seperti di dua daerah sebelumnya.
 

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ridwan Chaidir


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021