Pengamat ekonomi, Faisal Basri menilai holding BUMN Ultramikro terdiri dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk, PT Pegadaian, dan  PT Pemodalan Nasional Madani (PNM) sulit untuk dilaksanakan.

"Ketiga BUMN ini memiliki karakter bisnis berbeda sehingga kalau digabung akan mengubah fungsi dan peran masing-masing," kata Faisal dalam dalam keterangan tertulis, Selasa.

Faisal yang berbicara dalam seminar yang diselenggarakan Forum Wartawan Pena mengatakan, rencana pemerintah membentuk perusahaan holding UMKM dengan menggabungkan BRI, Pegadaian dan PNM justru tak sesuai dengan gagasan memajukan UMKM secara total. 

Faisal mengusulkan sebaiknya PT Pegadaian dijadikan sebagai perusahaan terbuka agar tetap bisa menjalankan fungsinya secara terbuka dan bisa diakses oleh masyarakat. 

"Listing saja ke bursa. Enggak usah gede-gede, 5 persen saja. Saya kira akan semakin berkembang," ungkapnya.

Selain itu, dia menyarankan agar Pegadaian fokus kepada bisnis inti. Jangan latah dengan bermain di sektor usaha di luar keahliannya. 

"Jual saja hotelnya untuk memperkuat permodalan. Dengan begitu Pegadaian semakin kuat, masyarakat semakin banyak terbantu," tuturnya.

Di tempat yang sama, Pengamat Hukum Suhardi Somomuljono mengingatkan agar rencana akuisisi BUMN ini harus mendapat persetujuan dari wakil rakyat DPR RI.

"Jangan hanya mengikuti kemauan pemerintah atau menteri BUMN," kata dia. 

Rencana ini juga akan merubah status Pegadaian menjadi perusahaan terbuka yang mana akan menimbulkan ketidakpastiaan usaha dan ketidakpastian hukum. Akibatnya, yang nanti akan dirugikan adalah rakyat kecil.

Suhardi menambahkan, selama ini Pegadaian punya kewenangan khusus yang diatur oleh undang-undang, seperti melakukan pelelangan barang. Jika sudah menjadi perusahaan terbuka, tidak bisa lagi secara khusus tunduk terhadap ketentuan yang lama.

Sementara Ketua Umum SP Pegadaian Ketut Suhardiono berpendapat, kebijakan holdingisasi tidak akan menguntungkan bagi Pegadaian, mengingat nasabah Pegadaian sebagian besar merupakan masyarakat kecil. 

"Akuisisi ini sangat tidak tepat karena dampak dari privatisasi dalam bentuk privatisasi atau akusisi akan berdampak jangka panjang dan sistemik," terang Ketut.

Lagi pula, lanjut Ketut, Pegadaian merupakan perusahaan yang sehat dengan aset yang cukup besar, dengan rating perusahaan AAA maka bukan menjadi kendala untuk mendapatkan modal kerja. 

"Jika rencana ini dipaksakan, pengelolaan perusahaan akan mengkerdilkan Pegadaian dan berdampak terhadap rakyat kecil yang kesulitan mencari pembiayaan," pungkas dia.

Sebelumnya, Kementerian BUMN menargetkan perusahaan induk atau holding ultramikro, melalui penggabungan PT Permodalan Nasional Madani (PNM), PT Pegadaian dan Bank BRI, mampu menyasar 57 juta nasabah ultramikro atau UMi.

Wamen II BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan ada gagasan untuk membentuk holding ultramikro yang diharapkan menyasar 57 juta nasabah UMi dengan 30 juta di antaranya masih belum memiliki akses keuangan formal.

Menurut dia, tujuan utama dari integrasi holding ultramikro ini untuk membangun ekosistem yang bisa melakukan on boarding para pelaku usaha ultramikro yang saat ini belum terjangkau oleh akses keuangan formal.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan tujuan konsolidasi BRI, PNM, dan Pegadaian adalah mendorong pelaku UMKM naik kelas.

Pelaku UMKM yang unbankable saat ini pinjamannya mencapai Rp2 juta sampai dengan Rp10 juta. Kemudian, kalau pinjaman Rp20 sampai dengan Rp30 juta itu dibantu oleh Pegadaian, katanya, dan kalau pelaku UMKM tersebut sudah bisa melakukan pinjaman Rp50 juta, maka Bank BRI yang masuk.

Erick mengatakan keberpihakan terhadap pelaku UMKM ini tidak hanya 'lips service', sehingga harus dijalankan, terutama dalam kondisi COVID-19.

Dia juga menginginkan agar pelaku usaha ultramikro, mikro, kecil, dan menengah mendapatkan bunga pinjaman atau pembiayaan yang lebih murah.
 

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ridwan Chaidir


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021