Sejumlah pengusaha batik Lebak mengoptimalkan pemasaran digital atau secara online, karena pembeli relatif menurun di tengah wabah pandemi COVID-19.
"Kami sangat terbantu pemasaran secara online itu, meski omzet menurun drastis 80 persen dibandingkan sebelum COVID-19 itu," kata Yusuf, seorang pengusaha Rumah Batik Sehati Kabupaten Lebak, Selasa.
Baca juga: Cegah corona, Kemenag Lebak wajibkan pegawai divaksin COVID-19
Para pengusaha batik Lebak kini terancam gulung tikar sehubungan pandemi COVID-19 yang mengakibatkan omzet pendapatan menurun drastis.
Untuk mempertahankan produksi batik terpaksa pengusaha mengoptimalkan pemasaran digital melalui penggunaan teknologi internet secara online.
Saat ini, produksi batik Lebak terdapat di media sosial, seperti aplikasi masterplace, istagram, youtube, twitter dan facebook.
Produksi rumah batik sehati menjual aneka pakaian secara online itu bervariasi antara Rp120 ribu sampai Rp260 ribu dan jika kain ukuran 3X3 meter persegi Rp250 ribu/potong.
Mereka pembeli batik Lebak itu, selain warga Banten juga dari Jakarta dan Bandung.
"Kami mengutamakan agar usaha ini bertahan melalui pemasaran secara daring,sehingga puluhan karyawan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK)," katanya menjelaskan.
Begitu juga Dedi, pengusaha batik Lebak warga Rangkasbitung mengaku bahwa dampak pandemi COVID-19 sangat terpukul, karena omzet pendapatan menurun akibat berkurang permintaan pasar.
Mereka pembeli tidak ada yang datang ke sini menyusul adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Biasanya, kata dia, omzet pendapatan bisa mencapai Rp20 juta per bulan, namun kini hanya Rp4 juta per bulan.
"Pendapatan sebesar Rp4 juta juga dari konsumen secara online yang menjadikan andalan," katanya menjelaskan.
Ia menyebutkan, sebelumnya permintaan batik Lebak itu datang dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS), BUMN, BUMD, dan masyarakat, namun kini bisa dihitung jari.
Produksi batik Lebak memiliki keunggulan dengan 12 motif antara lain motif Seren Taun, Sawarna, Gula Sakojor, Pare Sapocong, Kahirupan Baduy, Leuit Sijimat, Rangkasbitung, Caruluk Saruntuy, Lebak Bertauhid, Angklung Buhun, Kalimaya, dan Sadulur.
"Kami kini yang terpenting bisa bertahan usaha dengan memasarkan secara online itu," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak Dedi Rahmat mengatakan para pengusaha batik Lebak agar memasarkan melalui daring secara online ke media sosial, sebab pandemi COVID-19 dipastikan omzet pendapatan menurun.
"Kami minta pengusaha batik itu bersabar, namun tetap memproduksi agar tidak terjadi para pekerja dirumahkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021
"Kami sangat terbantu pemasaran secara online itu, meski omzet menurun drastis 80 persen dibandingkan sebelum COVID-19 itu," kata Yusuf, seorang pengusaha Rumah Batik Sehati Kabupaten Lebak, Selasa.
Baca juga: Cegah corona, Kemenag Lebak wajibkan pegawai divaksin COVID-19
Para pengusaha batik Lebak kini terancam gulung tikar sehubungan pandemi COVID-19 yang mengakibatkan omzet pendapatan menurun drastis.
Untuk mempertahankan produksi batik terpaksa pengusaha mengoptimalkan pemasaran digital melalui penggunaan teknologi internet secara online.
Saat ini, produksi batik Lebak terdapat di media sosial, seperti aplikasi masterplace, istagram, youtube, twitter dan facebook.
Produksi rumah batik sehati menjual aneka pakaian secara online itu bervariasi antara Rp120 ribu sampai Rp260 ribu dan jika kain ukuran 3X3 meter persegi Rp250 ribu/potong.
Mereka pembeli batik Lebak itu, selain warga Banten juga dari Jakarta dan Bandung.
"Kami mengutamakan agar usaha ini bertahan melalui pemasaran secara daring,sehingga puluhan karyawan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK)," katanya menjelaskan.
Begitu juga Dedi, pengusaha batik Lebak warga Rangkasbitung mengaku bahwa dampak pandemi COVID-19 sangat terpukul, karena omzet pendapatan menurun akibat berkurang permintaan pasar.
Mereka pembeli tidak ada yang datang ke sini menyusul adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Biasanya, kata dia, omzet pendapatan bisa mencapai Rp20 juta per bulan, namun kini hanya Rp4 juta per bulan.
"Pendapatan sebesar Rp4 juta juga dari konsumen secara online yang menjadikan andalan," katanya menjelaskan.
Ia menyebutkan, sebelumnya permintaan batik Lebak itu datang dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS), BUMN, BUMD, dan masyarakat, namun kini bisa dihitung jari.
Produksi batik Lebak memiliki keunggulan dengan 12 motif antara lain motif Seren Taun, Sawarna, Gula Sakojor, Pare Sapocong, Kahirupan Baduy, Leuit Sijimat, Rangkasbitung, Caruluk Saruntuy, Lebak Bertauhid, Angklung Buhun, Kalimaya, dan Sadulur.
"Kami kini yang terpenting bisa bertahan usaha dengan memasarkan secara online itu," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak Dedi Rahmat mengatakan para pengusaha batik Lebak agar memasarkan melalui daring secara online ke media sosial, sebab pandemi COVID-19 dipastikan omzet pendapatan menurun.
"Kami minta pengusaha batik itu bersabar, namun tetap memproduksi agar tidak terjadi para pekerja dirumahkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021