Jaksa Pinangki Sirna Malasari mengaku sengaja tidak melengkapi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LKHPN) miliknya.

"Saya melaporkan dua kali 2018 dan 2008. LHKPN saya yang 2018 statusnya masih tidak lengkap karena masih ada beberapa yang belum saya laporkan, tapi saya belum sempat untuk 'meng-update' lagi," kata Pinangki dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Baca juga: Pinangki: Kejagung tahu keberadaan Djoko Tjandra di Malaysia

Pinangki menyebut lupa untuk mencantumkan sejumlah aset miliknya.

"Sebenarnya tidak ada masalah Pak karena semua aset saya kan sudah terdata. Ada rumah tahun 2000, ada (rekening) ini tahun 2003, mungkin karena waktu itu memang saya 'skip' saja Pak," tambah Pinangki.

Ia pun mengaku sudah disurati KPK karena ketidaklengkapan data tersebut karena terburu-buru menyerahkan LHKPN pada 2018 sebagai syarat untuk bisa naik pangkat.

"Jadi masih sembarangan, belum lengkap yang mulia, belum sempat menambahkan karena masih ada (data) yang tertinggal, rencananya akan diperbaiki tapi belum sempat," tambah Pinangki.

Pinangki pun mengaku punya tiga rekening bank namun hanya melaporkan satu rekening pada LHKPN 2018.

Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra.

Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp 6.219.380.900 sebagai uang pemberian Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.

Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021