Jakarta (ANTARA NEWS) - Kementerian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera) seharusnya tidak terburu-buru menghentikan fasilitas subsidi mengingat fasilitas pengganti belum dapat menjamin  mengatasi kekurangan kebutuhan rumah (back log) yang data tahun 2009 mencapai 8,4 juta unit.

"Selama ini kendala penyediaan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah karena belum adanya kebijakan memadai di sisi pasokan (supply side)," kata ahli dibidang rumah rakyat, Panangian Simanungkalit di Jakarta, Sabtu.

Panangian mengatakan, Kemenpera seharusnya memberikan insentif berupa Dana Alokasi Khusus maupun Dana Alokasi Umum (DAU/ DAK) bagi daerah yang telah memberikan kemudahan perizinan dalam pembangunan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah.

Panangian mengatakan, Fasilitas Likuiditas Pembangunan Perumahan (FLPP) yang dialokasikan Rp2,5 triliun untuk tahun 2010 diperkirakan hanya mampu membiayai 70.000 unit saja, sedangkan kalau disalurkan melalui fasilitas subsidi bisa untuk 100.000 unit lebih.

Bahkan kalau melihat perkembangan lima tahun terakhir, fasilitas subsidi yang dialokasikan pemerintah terus mengalami kenaikan hanya saja penyerapannya belum maksimal, kata Panangian.

"Anda bisa lihat alokasi dana subsidi yang disediakan pemerintah  terus mengalami kenaikan dari Rp252 miliar pada tahun 2005 dan 2006, naik Rp300 miliar tahun 2007, Rp800 miliar tahun 2008, dan Rp2,5 triliun tahun 2009," ujarnya.

Sedangkan penyerapannya dari anggaran ini dari tahun ke tahun masih rendah karena pemerintah selama ini belum memberikan kebijakan disisi pasokan untuk merangsang pengembang membangun rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah, kata Panangian.

Panangian mengatakan, pemerintah seharusnya tidak lantas mengalihkan kebijakan yang semula pada sisi pasokan (supply side) menjadi sisi permintaan (demand side) melalui fasilitas likuditas.

Panangian mengingatkan, kebijakan dalam bentuk pemberian dana likuditas sudah lama dihentikan seperti kasus kredit likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang ketika itu bersumber dari Rekening Dana Investasi (RDI), hanya saja sekarang bersumber dari APBN.

"Itu sama saja dengan membuang garam ke laut  hanya akan menimbulkan pelanggaran moral (moral hazard) di kemudian hari sehingga sungguh aneh kalau  FLPP kemudian digulirkan," ujarnya.

Panangian mengatakan, apabila pemberian subsidi tetap dilanjutkan disertai perbaikan kebijakan  maka dengan dana Rp2,5 triliun kapasitas pasokan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah yang semula 100.000 unit akan dapat ditingkatkan sampai 400.000 unit.

Bahkan Panangian mengatakan, melalui fasilitas subsidi sebesar Rp2,5 triliun maka back log rumah akan dapat diselesaikan dalam waktu 20 tahun mendatang.

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2010