Pengamat hukum pidana Universitas Riau mengatakan anggota motor gede (moge) yang menganiaya dua prajurit TNI di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, pada Jumat (30/10), pukul 17.00 WIB bisa dijerat pasal berlapis, yakni pasal 170 dan pasal 351 KUHP.
"Penjeratan pasl berlapis itu diterapkan supaya orang berhati-hati dalam bersikap, jangan mentang-mentang anggota moge, tetapi harus tetap hormati terhadap orang tempatan atau masyarakat biasa, dan ternyata korbannya adalah tentara," kata Erdianto Efendi di Pekanbaru, Rabu.
Baca juga: Kawanan begal sadis di Bekasi diringkus polisi
Pendapat demikian disampaikannya terkait aksi arogan anggota klub moge hingga menganiaya dua prajurit TNI yang saat itu keduanya TNI tengah melintas di Jalan Hamka, Guguk Panjang, Bukittinggi.
Sempat terjadi cekcok mulut saat prajurit TNI menyetop dan menanyakan maksud konvoi moge itu memotong jalannya. Akhirnya terjadi pemukulan terhadap kedua prajurit TNI yang berdinas di Kodim 0304/Agam itu.
Menurut dia, pengenaan pasal berlapis agar benar-benar harus menjadi pelajaran bagi mereka dan untung tidak ada respon spontan dari tentara lainnya, jika sempat muncul, itu akan berbahaya sekali, memicu kerusuhan yang lebih besar lagi tentunya.
Jadi kasus ini disebut Erdianto, itu namanya solidarity crowd, kerumunan atas dasar persamaan kelompok. Ada perasaan bahwa kelompok atau komunitasnya kuat, penting, membuat timbul rasa gagah, merasa di atas orang lain dan merasa kebal hukum karena dekat dengan banyak orang penting.
Jika ada yang terkesan mengganggu atau mengatur-ngatur, katanya maka akan dilawan, karenanya kepada pelaku dapat juga dijerat dengan Pasal 351 tentang penganiayaan.
"Para pemimpin seharusnya mencontohkan hidup sederhana, jika olahraga, pilih lah olahraga yang merakyat, jika pun harus parade kendaraan harus tetap mematuhi hukum, taati lalu lintas, jangan merasa lebih baik, lebih kuat dari pada orang lain," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
"Penjeratan pasl berlapis itu diterapkan supaya orang berhati-hati dalam bersikap, jangan mentang-mentang anggota moge, tetapi harus tetap hormati terhadap orang tempatan atau masyarakat biasa, dan ternyata korbannya adalah tentara," kata Erdianto Efendi di Pekanbaru, Rabu.
Baca juga: Kawanan begal sadis di Bekasi diringkus polisi
Pendapat demikian disampaikannya terkait aksi arogan anggota klub moge hingga menganiaya dua prajurit TNI yang saat itu keduanya TNI tengah melintas di Jalan Hamka, Guguk Panjang, Bukittinggi.
Sempat terjadi cekcok mulut saat prajurit TNI menyetop dan menanyakan maksud konvoi moge itu memotong jalannya. Akhirnya terjadi pemukulan terhadap kedua prajurit TNI yang berdinas di Kodim 0304/Agam itu.
Menurut dia, pengenaan pasal berlapis agar benar-benar harus menjadi pelajaran bagi mereka dan untung tidak ada respon spontan dari tentara lainnya, jika sempat muncul, itu akan berbahaya sekali, memicu kerusuhan yang lebih besar lagi tentunya.
Jadi kasus ini disebut Erdianto, itu namanya solidarity crowd, kerumunan atas dasar persamaan kelompok. Ada perasaan bahwa kelompok atau komunitasnya kuat, penting, membuat timbul rasa gagah, merasa di atas orang lain dan merasa kebal hukum karena dekat dengan banyak orang penting.
Jika ada yang terkesan mengganggu atau mengatur-ngatur, katanya maka akan dilawan, karenanya kepada pelaku dapat juga dijerat dengan Pasal 351 tentang penganiayaan.
"Para pemimpin seharusnya mencontohkan hidup sederhana, jika olahraga, pilih lah olahraga yang merakyat, jika pun harus parade kendaraan harus tetap mematuhi hukum, taati lalu lintas, jangan merasa lebih baik, lebih kuat dari pada orang lain," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020