"Enola Holmes" merupakan film terbaru dari Netflix yang berfokus pada Enola (Millie Bobby Brown), seorang gadis remaja berusia 16 tahun, dan merupakan anak terakhir di keluarga Holmes, klan dari detektif terkenal Sherlock Holmes (Henry Cavill).
Enola tinggal dan tumbuh di rumah dengan asuhan sang ibu, Eudoria Holmes (Helena Bonham-Carter) setelah kematian ayahnya dan kepergian kakak laki-lakinya, Sherlock dan Mycroft (Sam Claflin).
Baca juga: Penyanyi Nadiya Rawil suarakan hati orang ketiga lewat lagu "Satu Di Antara Berjuta"
Ibunya mengajarkan Enola berbagai hal seperti sains hingga bela diri jujitsu.
Namun, pada pagi hari ulang tahunnya yang ke-16, Enola terbangun dan mendapati ibunya telah pergi, satu-satunya jejak dirinya adalah sekotak kode dan dekoder - langkah pertama untuk memecahkan misteri kepergiannya.
Kepergian mendadak sang ibu yang entah kemana, lalu membuat kakak-kakak Enola pulang kampung untuk melihat kondisi si bungsu. Sherlock cukup bersimpati kepada adiknya itu dan mencoba mencari kemana ibunya pergi.
Namun, Mycroft merasa bahwa Enola perlu bimbingan lebih lanjut untuk pendidikan dan "etika" ala wanita kelas atas di sebuah sekolah khusus wanita.
Merasa para kakaknya akan mengganggu pencarian ibunya, Enola lalu memutuskan untuk memecahkan kode yang ditinggalkan sang ibu, lalu kabur dari rumah dan memulai petualangannya sendiri.
Film dibuka dengan sapaan dan narasi yang dibawakan oleh Enola langsung ke hadapan kamera, seolah bicara kepada penonton. Ia bicara tentang keunikan namanya, tentang keluarganya, hingga konflik utama ketika sang ibu mendadak menghilang.
Penampilan dan cara Millie Bobby Brown membuka adegan pertama tersebut seakan bisa langsung membawa penonton ke dalam dunia Enola, dan ikut bergabung dalam kisahnya.
Penggunaan teknik yang biasa disebut "a fourth-wall" itu merupakan cara cerdik sutradara Harry Bradbeer ("Fleabag") untuk menggugah partisipasi dan perhatian audiens kepada sang lakon utama.
Tak jarang beberapa kali Enola melontarkan pertanyaan dan candaan lucu yang menggemaskan di tengah adegan-adegan seru.
Selain melibatkan penonton, teknik ini seakan menguatkan karakter Enola yang cerdas, jujur, dan percaya diri; semua hal yang dibutuhkan oleh seorang pahlawan wanita muda untuk menginspirasi generasi berikutnya.
Bicara mengenai kekuatan lakon wanita, film ini memiliki pesan tersendiri tentang pemberdayaan wanita, yang diperjuangkan oleh kebanyakan wanita di latar tersebut, tak terkecuali oleh Ibu Holmes.
Film ini berlatar waktu menjelang "Representation of the People Act 1884" Inggris yang mempengaruhi hak pilih bagi wanita di negara tersebut.
Di bawah kepemimpinan perdana menteri William Ewart Gladstone, Representation of the People Act 1884 dan Redistribution Act di tahun berikutnya adalah undang-undang yang memperpanjang hak pilih di Inggris setelah Undang-Undang Reformasi Pemerintah Derby 1867.
"Kamu harus membuat keributan, jika kamu ingin didengar," menjadi nasihat sang ibu yang membentuk masa depan Enola.
Dalam perjalanannya, Enola bertemu dengan Lord Viscount Tewksbury (Louis Partridge) muda, yang ternyata keduanya memiliki tujuan yang kurang lebih sama--yaitu mencari tentang jati diri mereka dan sedikit pesan politis terkait di dalamnya.
Kedua lakon muda ini memiliki dinamika yang tak jarang membuat penonton merasa gemas melihatnya. Pun dengan hubungan antara Holmes bersaudara dengan karakter mencolok mereka masing-masing.
Mycroft yang lugas dan berpikiran tradisional, Sherlock yang cerdas dan berhati-hati, hingga Enola yang cerdik dan sedikit "liar", serta keras kepala seperti kedua kakaknya, menambah bumbu dan kesegaran tersendiri untuk film ini.
Hubungan Enola dan sang ibu pun dapat menyentuh perasaan audiens. Meski tidak terlalu banyak, penampilan Helena Bonham-Carter sebagai Ibu Holmes bisa dibilang merupakan "scene-stealer" yang menarik.
Diadaptasi dari angsuran pertama dalam seri enam buku oleh Nancy Springer, "Enola Holmes" seakan memberi kesegaran baru di zaman Victoria ala Sir Arthur Conan Doyle.
"Enola Holmes" dengan manis menyampaikan sejumlah pesan yang sekiranya menggugah penonton mudanya, terutama bagi anak-anak perempuan.
Enola sering kali mengatakan pada penonton bahwa namanya, jika dibalik, akan berubah menjadi "alone" (sendiri). Film ini seakan memiliki pesan bahwa "kita tidak sendiri," ("you are not alone") yang beresonansi dengan penonton remaja, menjadi simbol solidaritas bagi mereka yang merasa seperti orang luar dalam ketidaksesuaian mereka di kehidupan awam.
Dan kedua, tersirat pesan “every votes count,” (semua suara dihitung), berbicara kepada mereka penonton muda yang cukup umur untuk mempengaruhi pemilihan, mengingatkan bahwa hak adalah suatu kehormatan yang diperoleh dengan susah payah.
"Enola Holmes" sebelumnya direncanakan untuk rilis di bioskop, namun studio harus membatalkan rencana itu dan film itu dijual dan tayang eksklusif di Netflix sejak 23 September 2020.
Visual yang cantik, ditambah dengan dialog dan dinamika para lakon utamanya membuat film yang juga diproduseri oleh Millie Bobby Brown ini rasanya cocok untuk ditonton bersama keluarga di akhir pekan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
Enola tinggal dan tumbuh di rumah dengan asuhan sang ibu, Eudoria Holmes (Helena Bonham-Carter) setelah kematian ayahnya dan kepergian kakak laki-lakinya, Sherlock dan Mycroft (Sam Claflin).
Baca juga: Penyanyi Nadiya Rawil suarakan hati orang ketiga lewat lagu "Satu Di Antara Berjuta"
Ibunya mengajarkan Enola berbagai hal seperti sains hingga bela diri jujitsu.
Namun, pada pagi hari ulang tahunnya yang ke-16, Enola terbangun dan mendapati ibunya telah pergi, satu-satunya jejak dirinya adalah sekotak kode dan dekoder - langkah pertama untuk memecahkan misteri kepergiannya.
Kepergian mendadak sang ibu yang entah kemana, lalu membuat kakak-kakak Enola pulang kampung untuk melihat kondisi si bungsu. Sherlock cukup bersimpati kepada adiknya itu dan mencoba mencari kemana ibunya pergi.
Namun, Mycroft merasa bahwa Enola perlu bimbingan lebih lanjut untuk pendidikan dan "etika" ala wanita kelas atas di sebuah sekolah khusus wanita.
Merasa para kakaknya akan mengganggu pencarian ibunya, Enola lalu memutuskan untuk memecahkan kode yang ditinggalkan sang ibu, lalu kabur dari rumah dan memulai petualangannya sendiri.
Film dibuka dengan sapaan dan narasi yang dibawakan oleh Enola langsung ke hadapan kamera, seolah bicara kepada penonton. Ia bicara tentang keunikan namanya, tentang keluarganya, hingga konflik utama ketika sang ibu mendadak menghilang.
Penampilan dan cara Millie Bobby Brown membuka adegan pertama tersebut seakan bisa langsung membawa penonton ke dalam dunia Enola, dan ikut bergabung dalam kisahnya.
Penggunaan teknik yang biasa disebut "a fourth-wall" itu merupakan cara cerdik sutradara Harry Bradbeer ("Fleabag") untuk menggugah partisipasi dan perhatian audiens kepada sang lakon utama.
Tak jarang beberapa kali Enola melontarkan pertanyaan dan candaan lucu yang menggemaskan di tengah adegan-adegan seru.
Selain melibatkan penonton, teknik ini seakan menguatkan karakter Enola yang cerdas, jujur, dan percaya diri; semua hal yang dibutuhkan oleh seorang pahlawan wanita muda untuk menginspirasi generasi berikutnya.
Bicara mengenai kekuatan lakon wanita, film ini memiliki pesan tersendiri tentang pemberdayaan wanita, yang diperjuangkan oleh kebanyakan wanita di latar tersebut, tak terkecuali oleh Ibu Holmes.
Film ini berlatar waktu menjelang "Representation of the People Act 1884" Inggris yang mempengaruhi hak pilih bagi wanita di negara tersebut.
Di bawah kepemimpinan perdana menteri William Ewart Gladstone, Representation of the People Act 1884 dan Redistribution Act di tahun berikutnya adalah undang-undang yang memperpanjang hak pilih di Inggris setelah Undang-Undang Reformasi Pemerintah Derby 1867.
"Kamu harus membuat keributan, jika kamu ingin didengar," menjadi nasihat sang ibu yang membentuk masa depan Enola.
Dalam perjalanannya, Enola bertemu dengan Lord Viscount Tewksbury (Louis Partridge) muda, yang ternyata keduanya memiliki tujuan yang kurang lebih sama--yaitu mencari tentang jati diri mereka dan sedikit pesan politis terkait di dalamnya.
Kedua lakon muda ini memiliki dinamika yang tak jarang membuat penonton merasa gemas melihatnya. Pun dengan hubungan antara Holmes bersaudara dengan karakter mencolok mereka masing-masing.
Mycroft yang lugas dan berpikiran tradisional, Sherlock yang cerdas dan berhati-hati, hingga Enola yang cerdik dan sedikit "liar", serta keras kepala seperti kedua kakaknya, menambah bumbu dan kesegaran tersendiri untuk film ini.
Hubungan Enola dan sang ibu pun dapat menyentuh perasaan audiens. Meski tidak terlalu banyak, penampilan Helena Bonham-Carter sebagai Ibu Holmes bisa dibilang merupakan "scene-stealer" yang menarik.
Diadaptasi dari angsuran pertama dalam seri enam buku oleh Nancy Springer, "Enola Holmes" seakan memberi kesegaran baru di zaman Victoria ala Sir Arthur Conan Doyle.
"Enola Holmes" dengan manis menyampaikan sejumlah pesan yang sekiranya menggugah penonton mudanya, terutama bagi anak-anak perempuan.
Enola sering kali mengatakan pada penonton bahwa namanya, jika dibalik, akan berubah menjadi "alone" (sendiri). Film ini seakan memiliki pesan bahwa "kita tidak sendiri," ("you are not alone") yang beresonansi dengan penonton remaja, menjadi simbol solidaritas bagi mereka yang merasa seperti orang luar dalam ketidaksesuaian mereka di kehidupan awam.
Dan kedua, tersirat pesan “every votes count,” (semua suara dihitung), berbicara kepada mereka penonton muda yang cukup umur untuk mempengaruhi pemilihan, mengingatkan bahwa hak adalah suatu kehormatan yang diperoleh dengan susah payah.
"Enola Holmes" sebelumnya direncanakan untuk rilis di bioskop, namun studio harus membatalkan rencana itu dan film itu dijual dan tayang eksklusif di Netflix sejak 23 September 2020.
Visual yang cantik, ditambah dengan dialog dan dinamika para lakon utamanya membuat film yang juga diproduseri oleh Millie Bobby Brown ini rasanya cocok untuk ditonton bersama keluarga di akhir pekan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020