Industri perikanan dan kelautan dalam negeri yang berorientasi ekspor menuntut adanya penyederhanaan ijin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk terciptanya efisiensi agar industri dimaksud memiliki daya saing di pasar internasional.
       
Pernyataan tersebut dikemukakan secara khusus oleh Ketua Umum Ormas Rumah Kreasi Indonesia Hebat (RKIH) Kris Budihardjo pada webinar mengenai industri perikanan di Jakarta, Selasa (7/7/2020).
       
Webinar perikanan tersebut bertema “Peningkatan daya saing produk perikanan dalam menyongsong era New Normal” dengan ‘keynote speaker’ (pembicara utama) Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
       
Pembicara lain adalah Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Ajib Hamdani, Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB Prof Dr Ir Dedi Fardiaz, dan Direktur Pemasaran Ditjen PDSPKP Machmud SP MSc.
       
Ketua Umum RKIH lebih lanjut mengemukakan, sejak awal tahun 2000-an daya saing produk perikanan dan kelautan Indonesia terkendala rumitnya birokrasi ijin ekspor berupa SKP (Sertifikasi Kelayakan Pengolahan) dan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point).
       
Dalam kaitan itu, selama ini pihak industri perikanan wajib mengurus kedua ijin tersebut. SKP dikeluarkan Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), sementara surat HACCP menjadi kewenangan Ditjen Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).
       
“Memang benar pengurusan kedua sertifikat tersebut tidak dipungut biaya. Hanya saja waktu terbit kedua surat itu tidak dapat diprediksi. Janjinya tiga hari, prakteknya bisa sampai satu bulan. Ini yang membuat daya saing industri perikanan dan kelautan kita sulit bersaing,” kata Kris Budihardjo. 
       
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pemasaran Ditjen PDSPKP Machmud menegaskan bahwa pihaknya dalam memproses izin SKP menerapkan sistem tiga hari dan kepengurusan serta pembuatan izin tersebut dilakukan secara online dan transparan.
       
Ia juga menyatakan, syarat adanya ijin SKP dan HACCP bagi eksportir mulai berlaku sejak tahun 2000. Dalam upaya mendapatkan HACCP, eksportir wajib mempunyai SKP yang dikelola oleh dua Direktorat Jenderal (Ditjen) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan.
       
Bagi eksportir, kepemilikan HACCP lebih penting karena persyaratan tersebut dibutuhkan oleh pembeli produk perikan dan kelautan internasional, sementara SKP adalah syarat yang berlaku secara lokal.
       
Sementara itu Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI Ajib Hamdani menjelaskan, permasalahan yang dihadapi pelaku usaha adalah jaminan ketersediaan suplai.
       
“Ketidakpastian jaminan suplai membuat banyak pelaku usaha tidak dapat berkembang, ditambah biaya logistik yang masih sangat tinggi, dan adanya kerumitan sertifikat SKP dan HACCP yang berimbas pada jaminan suplai akan sangat berpengaruh kepada daya saing di pasar global,” tegasnya.
       
Dalam upaya menengahi masalah itu, Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB Prof Dedi Fardiaz menyarankan agar Kementerian Kelautan dan Perikanan meniru Jepang yang menerapkan sistem jaminan mutu terintegrasi, dimana setiap pengolahan ikan terkoneksi secara online dengan para pengawas mutu.
       
Dalam kaitan itu, Ketua Umum RKIH menyatakan, dengan melihat kondisi saat ini sudah seharusnya perizinan ekspor produk perikanan dan kelautan dipermudah dengan menyatukan proses penerbitan SKP dan HACCP sehingga lebih efisien.
       
“Ditjen PDSPKP mestinya fokus pada pengembangan ekspor dan persaingan global dibanding mengurus perizinan, karena pengembangan ekspor mempunyai value yang lebih tinggi dibanding mengurusi mutu. Sesuai Namanya, Ditjen Daya Saing, bukan mengurus mutu,” tegasnya.
       
Pada bagian lain, ia menyatakan optimistis bahwa Menteri Edhy Prabowo akan dapat mewujudkan misi Presiden Jokowi agar Kementerian Kelautan dan Perikanan dapat memaksimalkan potensi perikanan dan kelautan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
       
Dia mencatat, di bawah kepemimpinan Menteri Edhy, ekspor perikanan Indonesia meningkat 9,82 persen dibanding periode yang sama tahun 2019. Demikian pula volume ekspor Januari-Maret 2020 mencapai 295,13 ribu ton atau meningkat 10,96 persen dibanding periode yang sama tahun 2019.
       
Sementara itu Amerika Serikat menempati urutan pertama dari lima negara tujuan utama ekspor selama Januari-Maret 2020, dan nilai ekspor ke negeri Paman Sam tersebut mencapai USD508,67 juta (40,97 persen).
       
Di peringkat kedua dalah Tiongkok dengan nilai USD173,22 juta (13,95 persen). Ketiga, ada negara-negara di ASEAN dengan nilai USD162,29 juta (13,07 persen). Selanjutnya, Jepang dengan nilai USD143,82 juta (11,59 pertsen) dan Uni Eropa dengan nilai USD82,05 juta (6,61 pertsen) melengkapi daftar keempat dan kelima. 
       
Dari sisi komoditas, udang mendominasi ekspor ke negara-negara tersebut dengan nilai mencapai USD466,24 juta (37,56 persen). Disusul tuna-tongkol-cakalang (TTC) dengan nilai USD176,63 juta (14,23 persen)
       
Setelah itu cumi-sotong-gurita dengan nilai USD131,94 juta (10,63 persen). Selanjutnya, rajungan-kepiting dengan nilai USD105,32 Juta (8,48 persen) dan rumput laut dengan nilai USD53,75 Juta (4,33 persen).
       
Ketua Umum RKIH menyampaikan apresiasi atas kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan beserta jajarannya, dimana di masa pandemi ini dapat meningkatkan ekspor hasil laut dan perikanan. Nilai ekspor dimaksud empat tahun ke depan diharapkan bisa naik 100 persen dari  yang dicapai saat ini.
        
Sementara itu Menteri Kelautan dan Perikanan mengapresiasi webinar yang digagas oleh Ketua Umum RKIH serta menyatakan bahwa RKIH adalah mitra Kementerian Kelautan dan Perikanan serta mitra pemerintan dalam meningkatkan kesejahteraan para nelayan dan memajukan industri perikanan Indonesia. 
       
Oleh karena itu pihaknya mendukung kegiatan RKIH, sebab sejatinya pemerintah dan pelaku usaha, menurut dia harus bersinergi untuk membangkitkan ekpor perikanan Indonesia setelah masa pandemi COVID-19.

 

Pewarta: Lukman Hakim

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020