Wartawan senior Aat Surya Safaat menyatakan optimistis media massa dan media sosial (medsos) bisa menjadi kekuatan alternatif untuk menekan keangkuhan Israel, termasuk membatalkan rencana Pemerintah Zionis tersebut yang akan menganeksasi wilayah Tepi Barat Palestina.
“Wartawan dan pengguna medsos bisa mempengaruhi opini publik dunia bagi penghentian rencana aneksasi Israel atas wilayah Tepi Barat yang merupakan bagian dari rencana ‘Deal of Century’ (Kesepakatan Abad ini - Red) yang diprakarsai Amerika,” katanya kepada pers di Jakarta, Kamis.
Menurut mantan Kepala Biro Kantor Berita ANTARA di New York yang juga pernah menjadi Direktur Pemberitaan ANTARA itu, sejarah membuktikan bahwa pers berperanan besar dalam mengakhiri perang Vietnam dan menghentikan politik apartheid di Afrika Selatan, bahkan mendorong pengakuan Kemerdekaan RI oleh dunia internasional.
Di sisi lain, menurut dia, kehadiran medsos saat ini bisa bersinergi dengan pers untuk menjadi kekuatan alternatif, termasuk dalam menekan keangkuhan Pemerintah Zionis Israel atas Palestina.
Penasehat Forum Akademisi Indonesia (FAI) itu menyatakan, media massa dan pengguna medsos yang cinta kemanusiaan di Indonesia dan di dunia internasional tidak boleh diam melihat persoalan kemanusiaan yang terjadi atas bangsa Palestina.
“Khusus bagi Indonesia, jasa besar bangsa Palestina tidak akan terlupakan, di mana Mufti Besar Palestina Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini yang saat itu sedang bersembunyi di Jerman mengakui dan mendukung kemerdekaan Indonesia sebelum tokoh negara-negara Arab lainnya mengemukakan pernyataan yang sama,” katanya.
Penerima “Press Card Number One” dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada Hari Pers Nasional di Banjarmasin Kalimantan Selatan 9 Februari 2020 itu lebih lanjut menyatakan keyakinannya bahwa media massa di dunia internasional bisa menjadi kekuatan alternatif untuk menghentikan kekejaman Israel atas Palestina.
Ia menilai, media massa bisa berperan melakukan “second track diplomacy” dalam mendorong negara-negara besar dan berpengaruh seperti Russia dan China untuk menghentikan rencana aneksasi Israel atas Tepi Barat Palestina.
Salah satu pendiri Mi’raj Islamic News Agency (MINA), kantor berita yang menyiarkan berita dalam Bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab itu juga mengungkapkan telah terbentuknya Aliansi Media Muslim Internasional atau IMMA (International Muslim Media Alliance) pada 26 Mei 2016 di Jakarta.
“Salah satu tujuan pembentukan aliansi media internasional itu adalah melawan pemberitaan negatif tentang Palestina. Tetapi peran aliansi untuk pertukaran dan pengutipan berita dunia Islam itu nampaknya belum efektif,” kata Asesor Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI itu.
Ia juga menegaskan, isu Palestina merupakan isu kemanusiaan, bukan hanya semata-mata masalah agama. Karena jika bicara Palestina, di sana terdapat tiga agama, yaitu Islam, yahudi, dan Kristen.
“Bukan hanya wartawan, di era digital ini, siapapun, di setiap pena, laptop, handphone atau di setiap ruang di mana kita bisa menulis, maka menulislah tentang pentingnya perjuangan bagi kemerdekaan Palestina. Kekuatan tulisan di era medsos ini lebih berpengaruh dari senjata militer,” katanya, menambahkan.
Khusus tentang peran Indonesia dalam membela Palestina, wartawan senior itu teringat kata-kata Perdana Menteri Palestina di Jalur Gaza Ismail Haniya yang pernah menyatakan bahwa hadiah dari Indonesia terhadap Palestina saat ini ada dua, yakni Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza dan hadirnya Kantor Berita Islam MINA.
Dalam kaitan itu pula ia menyambut baik prakarsa pimpinan Jamaah Muslimin (Hizbullah) yang juga Pembina Utama jaringan Pesantren Al-Fatah di Indonesia bersama Aqsa Working Group (AWG) yang selalu siap menghimpun kekuatan diplomasi bagi pembebasan Masjid Al-Aqsa serta bagi kemerdekaan Palestina.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
“Wartawan dan pengguna medsos bisa mempengaruhi opini publik dunia bagi penghentian rencana aneksasi Israel atas wilayah Tepi Barat yang merupakan bagian dari rencana ‘Deal of Century’ (Kesepakatan Abad ini - Red) yang diprakarsai Amerika,” katanya kepada pers di Jakarta, Kamis.
Menurut mantan Kepala Biro Kantor Berita ANTARA di New York yang juga pernah menjadi Direktur Pemberitaan ANTARA itu, sejarah membuktikan bahwa pers berperanan besar dalam mengakhiri perang Vietnam dan menghentikan politik apartheid di Afrika Selatan, bahkan mendorong pengakuan Kemerdekaan RI oleh dunia internasional.
Di sisi lain, menurut dia, kehadiran medsos saat ini bisa bersinergi dengan pers untuk menjadi kekuatan alternatif, termasuk dalam menekan keangkuhan Pemerintah Zionis Israel atas Palestina.
Penasehat Forum Akademisi Indonesia (FAI) itu menyatakan, media massa dan pengguna medsos yang cinta kemanusiaan di Indonesia dan di dunia internasional tidak boleh diam melihat persoalan kemanusiaan yang terjadi atas bangsa Palestina.
“Khusus bagi Indonesia, jasa besar bangsa Palestina tidak akan terlupakan, di mana Mufti Besar Palestina Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini yang saat itu sedang bersembunyi di Jerman mengakui dan mendukung kemerdekaan Indonesia sebelum tokoh negara-negara Arab lainnya mengemukakan pernyataan yang sama,” katanya.
Penerima “Press Card Number One” dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada Hari Pers Nasional di Banjarmasin Kalimantan Selatan 9 Februari 2020 itu lebih lanjut menyatakan keyakinannya bahwa media massa di dunia internasional bisa menjadi kekuatan alternatif untuk menghentikan kekejaman Israel atas Palestina.
Ia menilai, media massa bisa berperan melakukan “second track diplomacy” dalam mendorong negara-negara besar dan berpengaruh seperti Russia dan China untuk menghentikan rencana aneksasi Israel atas Tepi Barat Palestina.
Salah satu pendiri Mi’raj Islamic News Agency (MINA), kantor berita yang menyiarkan berita dalam Bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab itu juga mengungkapkan telah terbentuknya Aliansi Media Muslim Internasional atau IMMA (International Muslim Media Alliance) pada 26 Mei 2016 di Jakarta.
“Salah satu tujuan pembentukan aliansi media internasional itu adalah melawan pemberitaan negatif tentang Palestina. Tetapi peran aliansi untuk pertukaran dan pengutipan berita dunia Islam itu nampaknya belum efektif,” kata Asesor Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI itu.
Ia juga menegaskan, isu Palestina merupakan isu kemanusiaan, bukan hanya semata-mata masalah agama. Karena jika bicara Palestina, di sana terdapat tiga agama, yaitu Islam, yahudi, dan Kristen.
“Bukan hanya wartawan, di era digital ini, siapapun, di setiap pena, laptop, handphone atau di setiap ruang di mana kita bisa menulis, maka menulislah tentang pentingnya perjuangan bagi kemerdekaan Palestina. Kekuatan tulisan di era medsos ini lebih berpengaruh dari senjata militer,” katanya, menambahkan.
Khusus tentang peran Indonesia dalam membela Palestina, wartawan senior itu teringat kata-kata Perdana Menteri Palestina di Jalur Gaza Ismail Haniya yang pernah menyatakan bahwa hadiah dari Indonesia terhadap Palestina saat ini ada dua, yakni Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza dan hadirnya Kantor Berita Islam MINA.
Dalam kaitan itu pula ia menyambut baik prakarsa pimpinan Jamaah Muslimin (Hizbullah) yang juga Pembina Utama jaringan Pesantren Al-Fatah di Indonesia bersama Aqsa Working Group (AWG) yang selalu siap menghimpun kekuatan diplomasi bagi pembebasan Masjid Al-Aqsa serta bagi kemerdekaan Palestina.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020