KPK, Rabu memanggil dua saksi dalam penyidikan kasus suap kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia (PT DI) pada 2007-2017.
"Dua orang dipanggil sebagai saksi untuk tersangka IRZ (Irzal Rinaldi Zailani/Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI)," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Dua saksi yang dipanggil, yakni Manajer Penjualan Aircraft Service Wilayah Domestik PT DI, Kemal Hidayanto, dan Bagus Budy Arifin yang merupakan Kepala Akunting PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Angkasa Mitra Karya, dan PT Abadi Sentosa Perkasa.
Selain Irzal, KPK pada Jumat (12/6) telah mengumumkan mantan Direktur Utama PT DI, Budi Santoso, sebagai tersangka.
Diketahui pada awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PT DI.
Dalam setiap kegiatan, Santoso dan dibantu para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait operasional PT DI.
"Proses mendapatkan dana itu dilakukan dengan pengerjaan yang sebagaimana saya sampaikan penjualan dan pemasaran secara fiktif. Ada beberapa pihak yang ikut di dalam proses tersebut dan tentu ini akan kami kembangkan," ungkap Ketua KPK, Firli Bahuri, saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6).
Ia menjelaskan, pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang ditandatangani direktur Aircraft Integration PT DI, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
"Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama. Itu lah kami menyimpulkan bahwa telah terjadi pekerjaan fiktif," ungkapnya.
Selanjutnya pada 2011, kata dia, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak itu kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
"Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut yang nilainya kurang lebih kalau kami jumlahkan Rp330 miliar terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 dolar AS juta kalau kita setarakan dengan Rp14.500 perdolar AS maka nilainya Rp125 miliar," katanya.
Oleh karena itu, akibat perbuatan para pihak tersangka negara dirugikan Rp330 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
"Dua orang dipanggil sebagai saksi untuk tersangka IRZ (Irzal Rinaldi Zailani/Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI)," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Dua saksi yang dipanggil, yakni Manajer Penjualan Aircraft Service Wilayah Domestik PT DI, Kemal Hidayanto, dan Bagus Budy Arifin yang merupakan Kepala Akunting PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Angkasa Mitra Karya, dan PT Abadi Sentosa Perkasa.
Selain Irzal, KPK pada Jumat (12/6) telah mengumumkan mantan Direktur Utama PT DI, Budi Santoso, sebagai tersangka.
Diketahui pada awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PT DI.
Dalam setiap kegiatan, Santoso dan dibantu para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait operasional PT DI.
"Proses mendapatkan dana itu dilakukan dengan pengerjaan yang sebagaimana saya sampaikan penjualan dan pemasaran secara fiktif. Ada beberapa pihak yang ikut di dalam proses tersebut dan tentu ini akan kami kembangkan," ungkap Ketua KPK, Firli Bahuri, saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6).
Ia menjelaskan, pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang ditandatangani direktur Aircraft Integration PT DI, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
"Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama. Itu lah kami menyimpulkan bahwa telah terjadi pekerjaan fiktif," ungkapnya.
Selanjutnya pada 2011, kata dia, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak itu kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
"Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut yang nilainya kurang lebih kalau kami jumlahkan Rp330 miliar terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 dolar AS juta kalau kita setarakan dengan Rp14.500 perdolar AS maka nilainya Rp125 miliar," katanya.
Oleh karena itu, akibat perbuatan para pihak tersangka negara dirugikan Rp330 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020