Mataram (ANTARA) - Mantan Kepala Dinas (Kadis) Pariwisata Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Khairil Anwar Mahdi, divonis pidana dua tahun penjara karena terbukti bersalah dalam perkara korupsi proyek penataan kawasan Pusuk Sembalun yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp248,8 juta.

Ketua majelis hakim Anak Agung Ngurah Rajendra dalam sidang putusannya di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Senin, menyatakan Khairil Anwar sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek tersebut terbukti bersalah melanggar dakwaan subsidair.

"Dengan ini menjatuhkan pidana penjara dua tahun dan denda Rp50 juta," kata Anak Agung Ngurah Rajendra.

Baca juga: "Somasi NTB" minta jaksa usut tuntas kasus pungli dana masjid

Baca juga: Polda NTB terima pengembalian berkas korupsi pengadaan "marching band"


Bila terdakwa tidak dapat membayarkan pidana dendanya hingga batas waktu yang telah ditentukan dalam amar putusan, maka diwajibkan untuk menggantinya dengan kurungan tambahan selama satu bulan.

Dalam putusan itu, Khairil Anwar dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Ayat (1) Huruf b Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Selain Khairil Anwar, majelis hakim juga membacakan putusan untuk terdakwa kedua dari pihak kontraktor pelaksana proyek, yakni Samsul Ahyar.

Dalam putusannya, Samsul Ahyar dinyatakan terbukti melanggar dakwaan serupa dengan Khairil Anwar, karena secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dalam pengerjaan proyek penataan kawasan Pusuk Sembalun.

Namun dalam putusannya, Samsul Ahyar divonis pidana lebih tinggi dibandingkan Khairil Anwar, yakni penjara selama 2 tahun dan enam bulan. Kepadanya juga diberikan pidana denda Rp50 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Majelis hakim turut membebankan kepada Samsul Ahyar untuk membayar uang pengganti sebesar Rp248,8 juta, yang muncul dari hasil hitungan kerugian oleh BPKP NTB.

Bila terdakwa tidak dapat membayarkan uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusannya mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

"Bila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka terdakwa wajib menggantinya dengan pidana penjara selama satu tahun," ujarnya.

Usai persidangan, kedua terdakwa didampingi para penasihat hukumnya belum menyatakan menerima atau mengajukan banding terkait putusan tersebut.

Begitu juga dengan jaksa penuntut umum yang menyatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan upaya hukum lanjutan ke Pengadilan Tinggi Mataram.

Baca juga: KPK dorong Polda NTB lanjutkan kasus parsel

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019