Ikatan kebersamaan keluar dari lingkup tersebut menjadikan semangat kami untuk bergerak. Tidak mudah memang untuk membangun cita-cita bersama.
Purwokerto (ANTARA) - Menjelang hari ulang tahun koperasi yang ke-72, Banyumas sebagai tuan rumah acara puncak perayaan Hari Koperasi Nasional layak berbangga.

Di kabupaten perintis koperasi itu, lahir Koperasi Nira Satria yang mampu memaniskan pasar gula organik dunia dari kelapa-kelapa lokal olahan para penderes yang tersebar di berbagai desa di kabupaten dengan produk unggulan gula kelapa tersebut.

Awalnya, kisah tentang petani gula atau yang lebih dikenal sebagai penderes gula kelapa di Desa Rancamaya, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pernah menjadi contoh konkret tentang bagaimana masyarakat miskin bertahan hidup.

Mereka menyabung nyawa dengan naik ke atas pucuk tertinggi pohon kelapa untuk menderes bunga kelapa muda, menunggunya hingga puluhan hari, memanen, dan mengolahnya namun kemudian hanya bisa menjual gula kelapa hasilnya dengan harga amat sangat murah.

Namun seiring waktu sejak terbentuknya Koperasi Nira Satria di desa itu, nasib penderes berubah 180 derajat menjadi lebih baik.

Koperasi Nira Satria yang dirintis sejak 2008 itu menyerap produk gula kristal dari 1.074 penderes gula kelapa di Banyumas, bahkan mengharumkan nama Banyumas sebagai penghasil gula kristal organik berkualitas ke Jerman, Eropa, Amerika, dan China.

Ketua Koperasi Nira Satria Nartam Andra Nusa mengatakan koperasinya dirintis dari 6 kelompok petani yang tersebar di 3 Kecamatan di wilayah kabupaten Banyumas. "Pada pertengahan 2011 kami mendirikan Koperasi Nira Satria sebagai kelembagaan untuk mewujudkan kesejahteraan bersama," kata Nartam Andra Nusa.

Pasar yang tidak berpihak, ikatan ijon, cuaca yang tidak menentu, kebutuhan hidup yang terus meningkat adalah keseharian yang melingkupi penderes. "Ikatan kebersamaan keluar dari lingkup tersebut menjadikan semangat kami untuk bergerak. Tidak mudah memang untuk membangun cita-cita bersama," kata Nartam.

Dimulai dari usaha pemasaran hasil deres mereka yang diolah menjadi gula semut di awal 2009, usaha ini terus mengalami peningkatan. Hingga saat ini, volume produksi sudah mencapai kisaran 60-70 ton/bulan.

Di dalam proses pengerjaannya, usaha ini dijalankan secara organik di mana dalam proses produksi hingga perdagangan dijalankan dengan menjalankan prosedur penjaminan mutu di dalam kelompok yang telah disepakati bersama.

Penjaminan mutu tersebut dilembagakan dalam ICS (Internal Control System) "Nira Mas". Pada 2009, produk petani yang tergabung dalam ICS Nira Mas didaftarkan ke lembaga sertifikasi organik Control Union Sertification.

Dengan sertifikasi tersebut produk koperasi dapat menembus pasar Eropa dan Amerika.

Untuk memperkuat usaha ini, maka dilakukan pengorganisasian petani dan pengorganisasian produk untuk pengembangan ICS dalam koperasi petani pengrajin gula kelapa Banyumas yang bernama Koperasi Nira Satria.

Koperasi Nira Satria berkedudukan di Desa Rancamaya Kecamatan Cilongok Banyumas dan secara resmi berbadan hukum pada tanggal 23 Desember 2011 dengan akta Nomor 240/BH/XIV.2/2011.

Selain pengelolaan pemasaran bersama, berbagai kegiatan juga dilakukan. Asuransi komunitas dibentuk untuk membantu penderes yang mengalami kecelakaan saat bekerja. Simpan pinjam dijalankan untuk memenuhi kebutuhan akan keuangan.
Baca juga: Banyumas ingin jadi kabupaten koperasi
 
Sejumlah pekerja melakukan proses penyortiran gula semut yang terbuat dari air nira pohon kelapa di Pabrik Pusat Pengembangan Produk Rakyat, di Desa Cilongok, Banyumas, Jateng, Selasa (21/5). Petani gula kelapa di Kabupaten Banyumas, yang tergabung dalam Koperasi Nira Satria, mengembangkan produksi gula semut yang diekspor ke Eropa, Amerika dan Asia dengan nilai mencapai 675 juta rupiah per bulan. (ANTARAFOTO/Idhad Zakaria)


Konsistensi OVOP
Seiring berjalannya waktu, Koperasi Nira Satria terus berkembang. Hanya saja berbagai persoalan baru pun muncul misalnya terkait rumitnya pengurusan sertifikat organik yang harus terus diperbaharui setiap tahun. Di samping itu, juga ada faktor kebijakan pemerintah daerah dalam konsistensi penerapan program One Village One Product (OVOP) di wilayah Banyumas.

Nartam mengatakan perkembangan koperasinya dalam beberapa waktu terakhir semakin baik dengan semakin meluasnya pasar-pasar dari semula hanya ke sejumlah negara hub seperti Jerman kini meluas ke negara-negara yang selama ini mengambil produk dari hub, khususnya Jerman. "Beberapa negara yang kini bisa diakses langsung untuk produk gula semut di antaranya Australia, Meksiko, Singapura, Taiwan. Awalnya negara-negara itu mengambil dari Jerman tapi saat ini sudah langsung ambil dari Nira Satria," katanya.

Volume produksi gula semut saat ini berkisar 60-70 ton per bulan. Produksi itu dengan melibatkan 1.000 lebih petani gula kelapa di sejumlah desa plasma koperasi di antaranya di Desa Pageraji, Rancamaya, Sunyalangu, Kedungurang, Sokawera, dan Penusupan.

“Ke depan kami berencana perluasan kerja sama dengan Bulog untuk pemasaran sembako kepada anggota koperasi,” katanya.

Ia menambahkan, untuk permintaan gula semut sendiri kapasitas produksi belum bisa bertambah.

Menurut dia hal yang penting adalah mempertahankan kontinuitas terlebih dulu padahal permintaan sebenarnya mencapai 200 ton per bulan untuk pasar ekspor.

“Dan sampai saat ini pasar domestik belum tergarap karena masyarakat di Indonesia juga dianggap belum memiliki pengetahuan yang baik terkait konsumsi gula yang sehat,” katanya.
Baca juga: APTRI minta impor gula sesuai kebutuhan konsumsi nasional
 
Pekerja memproduksi gula merah di Desa Margorejo, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (20/6/2019). Gula Merah yang terbuat dari sari tebu yang diolah secara tradisional yang dipasarkan ke sejumlah daerah di Pulau Jawa itu dijual Rp Rp6.800 - Rp7.200 per kg. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/aww (ANTARA FOTO/YUSUF NUGROHO)


Bina petani
Nartam berharap ke depan pengembangan gula kelapa sebagai produk yang sudah ditetapkan sebagai unggulan Banyumas termasuk sebagai produk OVOP semestinya lebih fokus dalam hal pembinaan kepada petani.

“Jangan sekadar slogan tetapi ada promosi dari pemerintah termasuk juga turut serta mengedukasi manfaat dan kelebihan atau keunggulan gula kelapa atau gula semut,” katanya.

Ia menekankan perlunya promosi, mengoptimalkan pasar lokal misal mendorong hotel-hotel untuk order gula dengan standar yang baik. Selain itu juga perlu edukasi kepada masyarakat termasuk ke anak-anak sekolah untuk mengetahui manfaat gula yang sehat. “Jangan asal manis. Bukan harga murah yang penting manis tapi kesehatan terabaikan,” katanya.

Gula semut atau gula kelapa diketahui lebih aman untuk kesehatan karena memiliki indeks glikemik yang rendah. Analisis terbaru dari University of Sydney Glycemic Index Research Service menilai indeks glikemik gula kelapa sebesar 54. Sedangkan besaran indeks glikemik gula pasir berada di kisaran 58 hingga 65.

Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Luhur Pradjarto mengatakan wadah koperasi terbukti mampu mendorong anggotanya untuk meningkatkan kesejahteraan.

Oleh karena itu pihaknya mendorong lebih banyak masyarakat termasuk para petani gula di wilayah Banyumas untuk bergabung dalam wadah koperasi sebagaimana yang dilakukan Koperasi Nira Satria.
 
Petani membawa lodong berisi air batang pohon aren di Kampung Cimapag, Desa Sirnaresmi, Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (7/3/2019). Setiap harinya, petani tersebut mampu menyadap 15 pohon aren untuk mendapatkan 7 kg gula aren dengan harga jual Rp10 ribu per kilogram. ANTARA FOTO/Nurul Ramadhan/hp.


Baca juga: Peneliti ingin pemerintah fokus revitalisasi pabrik gula
Baca juga: Revitalisasi pabrik gula harus disokong inovasi teknologi

Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2019