Tokyo (ANTARA News) - Presiden Asian Development Bank (ADB) Haruhiko Kuroda mengemukakan, kasus kredit macet sektor perumahan di Amerika Serikat (AS) atau dikenal sebagai subprime mortgage tidak terlalu mempengaruhi kondisi pertumbuhan ekonomi Asia. "Saya tidak terlalu mengkhawatirkan dampaknya bagi kawasan Asia, mengingat tidak banyak asset yang terkait secara langsung," kata Haruhiko Kuroda kepada ANTARA News di Tokyo, Sabtu. Kuroda mengemukakan hal itu usai mengadakan pertemuan bilateral dengan Menkeu Sri Mulyani di Okura Hotel, tempat berlangsungya pertemuan para menteri keuangan Negara-negara G-7. Para menkeu G-7 bertemu di Tokyo guna membahas pengaruh dari kasus subprime mortgage, menyusul meluasnya kekhawatiran terhadap dampak bagi pasar keuangan dunia serta pertumbuhan ekonomi dunia. Kuroda menjelaskan, seperti yang sudah diketahui banyak lembaga keuangan di Amerika Serikat yang terpuruk akibat kasus ini, namun sekali lagi dampaknya bagi Asia sangat kecil. "Dampaknya very limited untuk Asia. Hal itu dikarenakan juga kondisi dari negara-negara Asia yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat," ujarnya. Ia kemudian mencontohkan negara-negara seperti China, India, juga Vietnam dan Indonesia yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut rata-rata di atas enam persen dalam tahun 2008. Kendati demikian, ia mengakui saat ini Negara-negara G-7 dan lembaga keuangan internasional lainya mencermati dengan serius, mengingat keterpurukan ekonomi AS bisa saja mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global. Dalam dialog tersebut, Menkeu Sri Mulyani dan Kuroda saling bertukar pandang mengenai pengaruh kasus subprime mortgage bagi kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Delegasi Indonesia Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menkeu Sri Mulyani tiba di Tokyo Sabtu (9/2) pagi dan langsung menuju Hotel Akura guna mengadakan serangkaian pertemuan bilateral, seperti dengan ADB, China dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Menkeu di dampingi oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu Anggito Abimanyu, Dirjen Pengelolaan Utang Depkeu Rahmat Waluyanto, dan Dubes RI untuk Jepang Jusuf Anwar. Pertemuan para menteri keuangan G-7 itu untuk memberikan pesan yang kuat bahwa negara-negara maju berupaya keras untuk menenangkan pasar keuangan dunia. Mereka berkumpul untuk mendiskusikan cara-cara yang tepat untuk menanggulangi dampak-dampak yang ditimbulkannya di masa mendatang. Para menteri keuangan itu juga meminta pandangan dari Indonesia, Korea Selatan, dan Russia. Pertimbangan itu diperlukan guna mengetahui sejauh mana dampak dari kasus di AS itu akan mempengaruhi pasar keuangan di belahan dunia lainnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008