Jakarta (ANTARA) - Kondisi kredit sepeda motor di Indonesia saat ini dapat mengarah seperti kasus "subprime mortgage" yang terjadi di Amerika Serikat (AS), yang menyebabkan perlambatan ekonomi negara itu. "Resiko kredit macet karena nasabah tidak mampu membayar seperti terjadi di AS dengan 'subprime mortgage' bisa saja terjadi pada kredit pembelian sepeda motor di Indonesia," kata ekonom Econit, Rizal Ramli di Jakarta, Rabu. Menurut Rizal, lembaga pembiayaan yang berlomba-lomba menyalurkan kredit kepemilikan motor dengan uang muka nol persen, mendorong peningkatan pembelian sepeda motor yang sangat besar dalam beberapa tahun terakhir. Di AS, orang-orang yang tidak mempunyai jaminan, bisa membeli rumah. Namun ketika banyak nasabah tidak mampu membayar cicilan maka terjadilah kredit macet, dan akhirnya terjadilah krisis 'subprime mortgage'. Rizal menyebutkan, lembaga pembiayaan memperoleh sebagian besar dana untuk kredit pembelian sepeda motor itu juga dari pihak perbankan sehingga kondisi tersebut juga akan berpengaruh kepada kondisi perbankan nasional. Ia menyayangkan jika kini banyak bank yang berlomba membeli perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor karena situasinya tidak tepat. Dalam kesempatan yang sama, Rizal juga mengungkapkan adanya fenomena peningkatan besar-besaran sektor properti komersial di Indonesia yang tidak diikuti dengan kenaikan permintaan sehingga terjadi oversupply dan penurunan tingkat hunian. Pasokan properti untuk bisnis terus meningkat, tetapi aliran investasi langsung beberapa tahun terakhir tidak tumbuh signifikan. Pada tahun 2007, investasi bruto dalam GDP hanya tumbuh sekitar 8 persen. "Jika terjadi koreksi dalam sektor finansial dan sektor properti Indonesia, maka akan terjadi konsolidasi lebih lanjut sektor properti. Pengembang-pengembang yang memiliki kekuatan finansial dan manajemen resiko yang lebih baik akan survive ketika terjadi koreksi properti komersial," katanya. Menyinggung sektor perbankan, Rizal Ramli menilai pertumbuhan sektor perbankan selama ini semu. Setahun terakhir, industri perbankan Indonesia mencatat keuntungan yang terus meningkat di mana net interest margin (NIM) perbankan pada tahun 2007 mencapai 5,7 persen dan merupakan pertumbuhan yang tertinggi di dunia. Akibat kenaikan keuntungan dari selisih bunga itu, saham-saham perbankan Indonesia yang sangat diminati oleh investor dan ikut mendorong kenaikan indeks harga saham perbankan. Namun peningkatan keuntungan itu ternyata tidak didukung oleh perbaikan kinerja fundamental seperti peningkatan penggunaan kredit. "Pada tahun 2006, kredit perbankan hanya tumbuh sekitar 14 persen sementara pada tahun 2007 meningkat menjadi 25 persen, tetapi sebagian besar peningkatan itu untuk kredit konsumtif sementara kredit investasi baru dalam tahap alokasi dan persetujuan kredit," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008