London (ANTARA) -  

Theresa May gagal menghasilkan kesepakatan dalam mengantar Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) dan kegagalan ini adalah alasan utama dia sebagai perdana menteri mengundurkan diri.

Bagi diaspora Indonesia yang ada di Inggris, Brexit sedikit-banyak ada pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, kata  Shandy Adiguna, salah seorang  warga negara Indonesia yang bekerja di Investment Bank di London, kepada Antara London, Jumat, sehubungan dengan pernyataan PM May yang ingin mengundurkan diri pada 7 Juni mendatang.

“Brexit buat kami, diaspora Indonesia di London sedikit-banyak ada pengaruh baik langsung maupun tidak langsung,” ujar Adiguna, Ketua DPLN Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu di Inggris.

Adiguna, alumni ITB,  mengatakan, ekonomi pasti akan menyusut di awal. Untuk saat ini, misalnya semakin banyak perusahaan yang menutup usahanya di Inggris atau memindahkan assetnya dan usahanya ke luar Inggris menyebabkan banyak yang terkena pemutusan hubungan kerja.

Selain itu nilai asset yang dimiliki diaspora juga akan terkena dampaknya, ujar manajer operasional teknologi informasi untuk Fixed Income di London.

Adiguna yang aktif dalam berbagai kegiatan diaspora di Inggris mengatakan jika Brexit terjadi maka impor barang termasuk kebutuhan rumah tangga dan pangan dari Eropa akan terkena bea impor, selain pasokannya yang akan menurun. Hal ini akan menyebabkan harga-harga yang semakin membumbung tinggi,

Pada bagian lain Adiguna mengatakan kerja sama pendidikan, riset, budaya dan preservasi alam yang banyak mendapat dana dan bantuan dari Uni Eropa akan banyak berkurang. Ini akan berdampak terhadap pelajar dan peneliti Indonesia yang sedang menuntut ilmu dan riset di Inggris.

"Namun dari segi positifnya, pasar tenaga kerja jadi lebih terbuka karena kita bisa bersaing secara setara dengan calon pekerja asal Uni Eropa," ujarnya.

Adiguna yang pernah bekerja di Divisi Teknologi Informasi, Bursa Efek Jakarta mengatakan saat itu industri pasar modal khususnya bursa efek sedang akan naik daun.

Perundingan terkait Brexit di dalam negeri dengan parlemen Inggris maupun dengan parlemen Uni Eropa berlarut-larut. Keputusan untuk keluar dari Uni Eropa menguak bahwa banyak komplikasi yang tidak terbayang sebelumnya sebagai konsekuensi dari Brexit.

Ini terbukti bukan pekerjaan mudah dan sangat sulit memenuhi target yang May janjikan saat pertama menjabat sebagai perdana menteri dalam kurun waktu dua tahun. 

PM May juga menjanjikan keluar dari pasar tunggal Uni Eropa tetapi tetap ingin memelihara hubungan dagang yang saling menguntungkan. Selain itu masalah perbatasan Irlandia Utara yang merupakan bagian dari Inggris dan Republik Irlandia yang tergabung dalam Uni Eropa juga tidak kunjung menghasilkan kesepakatan.

Popularitas May terus tergerus dan diperparah dengan mundurnya beberapa tokoh utama seperti Boris Johnson dari kabinetnya. Pukulan terakhir adalah saat Andrea Leadsom, politisi satu partai yang juga mengundurkan diri dari kabinetnya beberapa hari sebelumnya. 

Baca juga: PM Inggris Theresa May mundur
Baca juga: Dubes Rizal Sukma: Hubungan RI dan Inggris tetap berjalan baik
Baca juga: Prancis siap bekerja sama dengan PM baru Inggris

 

Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019