Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan menghormati proses hukum yang saat ini berjalan di KPK terkait kasus korupsi pengadaan 16 unit kapal patroli cepat (Fast Patrol Boat/FCB) pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan Ditjen Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2013-2015.

"Kami dari Kemenkeu tentunya akan mendukung proses pengadilan atas kasus pengadaan kapal ini dan kami akan menghormati dan mengikuti proses hukum yang akan dijalankan dan terus bekerja sama dengan aparat penegak hukum agar proses ini bisa berjalan dengan baik sesuai ketentuan aturan perundang-undangan," kata Irjen Kemenkeu Sumiyati saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, kata dia, Kemenkeu merasa prihatin atas kasus suap di Ditjen Bea Cukai atas pengadaan kapal patroli cepat tersebut.

"Tentunya kami merasa prihatin bahwa dalam situasi di mana kita sedang gencar-gencarnya untuk melaksanakan penertiban importir yang berisiko tinggi, namun ternyata salah satu pengadaan sarana prasarana yang sangat kami perlukan, yaitu pengadaan kapal patroli ada masalah yang ditemukan oleh KPK," ucap Sumiyati.

Ia menyatakan bahwa di lingkungan internal Kemenkeu telah berusaha untuk menjaga tata kelola dari sejak perencanaan, penganggaran, dan pengadaan kapal tersebut.

"Memang ini memakan waktu cukup panjang kurang lebih tiga tahun, yaitu dari 2013 sampai 2015 dan dari 16 kapal yang diadakan ternyata delapan di antaranya melalui PT DRU, ini yang ada masalah di sini," kata dia.

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka, yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) inisial IPR, Ketua Panitia Lelang HSU, dan Direktur Utama PT Daya Radar Utama (DRU) inisial AMG.

Dugaan kerugian negara dalam perkara ini adalah Rp117.736.941.127.

Atas perbuatannya, tiga tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019