Pontianak (ANTARA) - Dalam menyiapkan penganan atau kue-kue untuk menyambut Ramadhan 1440 Hijriah, umat Muslim dianjurkan untuk tidak berlebihan, apalagi hingga memaksakan diri. Karena ibadah Ramadhan itu sendiri adalah untuk melatih pengendalian diri umat Islam.

Penganan atau kudapan sederhana, tradisional, dan unik biasanya muncul saat puasa Ramadhan. Baik itu diolah sendiri dalam rumah tangga Muslim, atau pun membeli di pasar-pasar juadah yang banyak bermunculan menjelang berbuka puasa.

Namun, ada cara praktis menyiapkan penganan berbuka puasa tersebut, sehingga kita tidak perlu berbelanja secara berlebihan dan masih ada waktu untuk beribadah secara khusyuk, mengisi waktu-waktu luang yang ada dengan memperbanyak shalat sunnah, tadarusan, dan bersedekah.

Food and Baverage Consultant dari Pontianak, Yudha Indra Pramanto, memberikan saran bagaimana caranya agar umat Muslim dapat menyiapkan penganan Ramadhan secara praktis dan sederhana.

Menurut dia, jika membeli jajanan pasar akan membutuhkan waktu yang cukup menyita, maka perlu disiasati dengan membuat kue-kue simpel yang dapat disimpan dalam lemari pendingin atau kulkas. Contoh, kue yang praktis itu seperti lumpia, risoles, martabak mini, atau kue yang dibuat dengan cara dikukus seperti bolu atau apam, kue lapis, putri ayu, dan lainnya.

Ia menyatakan, jajanan pasar selama puasa biasanya bervariasi bukan hanya kue yang unik-unik dan kekinian seperti pisang goreng keju, dadar gulung coklat atau durian, lemper ayam atau lemper abon, pizza mini atau pun martabak mini.

Tetapi juga akan muncul lagi jajanan tradisional seperti kue jorong-jorong, patlau (lepat lau), lemang, bingka, dan ada juga gorengan bakwan udang, tahu isi, pisang goreng kampung, dan lain sebagainya.

Yudha mengingatkan, jika ingin berhemat dan tidak berlebihan dalam menyambut Ramadhan, maka kudapan untuk berbuka puasa itu bisa dibuat sendiri. "(Kue-kue) Akan menghemat biaya jika dibuat sendiri," kata praktisi kuliner yang akrab disapa chef Yudha itu.

Yudha sendiri dalam kesehariannya biasa menerima pesanan kue dari berbagai kalangan masyarakat. Kue yang dipesan bervariasi, namun lebih banyak kue yang dipesan adalah untuk lebaran, seperti lapis legit dan kue-kue kering.

"Sedangkan kue jajanan pasar yang biasa dipesan saat puasa, seperti risoles, partel atau kroket dan kue sus. Terkadang saya juga menerima pesanan arem-arem dan lemper," katanya menjelaskan.

Mantan chef pada salah satu hotel bintang 3 Pontianak itu mengakui usahanya memang menyasar konsumen menengah ke atas, namun juga masih menerima pesanan yang menyesuaikan budget konsumen.


Kue tradisional

Selain Yudha yang akan disibukkan dengan menerima pesanan kue jajanan pasar selama puasa Ramadhan, juga ada Hendrik, seorang warga Gang Selamat, Jl Hasannudin, Kelurahan Sungai Jawi, Pontianak Barat.

Berbeda dengan Yudha, Hendrik mengkhususkan pada penjualan dan pembuatan kue-kue tradisional khas masyarakat Bugis di Kalimantan Barat yang menggunakan beras ketan atau pulut, yakni patlau (lepat lau), lemang, ketupat lemak, dan beberapa jenis kolak (penganan berkuah).

Sehari-harinya keluarga besar Hendrik membuat penganan tradisional tersebut di rumahnya di Gang Selamat, kawasan Sungai Jawi. "Ada tiga keluarga, termasuk saya, di gang itu yang membuat kue-kue dari pulut," kata Hendrik saat ditemui di kiosnya di Pasar Kemuning, Kota Baru, Kecamatan Pontianak Selatan.

Dia menjelaskan cara praktis membuat lemang di keluarganya, adalah menggunakan bambu dan daun pisang muda.

Beras ketan putih atau biasa disebut pulut, direndam dalam air selama 1 jam dan diangin-anginkan hingga berkurang kandungan airnya. "Setelah itu masukkan pulut ke dalam bambu yang sudah disiapkan tadi...," katanya menjelaskan.

Saat yang sama juga disiapkan santan yang dicampur dengan bumbu-bumbuan yang ada. Santan dan bumbu diaduk menjadi satu hingga tercampur rata. Setelah itu dimasukkan ke dalam bambu yang berisi pulut atau ketan putih itu.

"Setelah itu bambu (berisi pulut dan kuah santan, red) dibakar di atas nyala api sedang, selama 3 sampai 4 jam," katanya menambahkan.

Menurut Hendrik, ia biasa menjual patlau, lemang, ataupun ketupat lemak saat puasa Ramadhan lebih banyak hingga lima kali lipat dari hari biasa.

Patlau dijual seharga Rp15 ribu untuk satu ikatan yang berisi 6 bungkus daun pisang. Sedangkan Lemang satu potong Rp10 ribu, dan ketupat lemak Rp2.000 per bungkus. Namun, jika ingin membeli lemang per batang, bisa juga dengan harga Rp40 ribu hingga Rp60 ribu. "Saya juga menjual lopes (lupis) seharga Rp2.000 per bungkusnya," katanya menambahkan.

Kue lain yang ia jual, ada bermacam-macam kolak, seperti kolak pisang, kolak putri mandi, kolak doko doko, dan kolak ati pari yang tiap bungkus dijual Rp5.000.

"Semua penganan yang dijual serba pulut dan dibuat sendiri. Kerja (masak) sama keluarga," kata Hendrik sembari menambahkan harga penganan Ramadhan yang ia jual cukup murah.

Imbauan untuk berhemat saat menyambut puasa, agaknya perlu mendapat perhatian, mengingat ajaran agama pun selalu menekankan untuk hidup sederhana dan tidak berlebihan.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Barat, HM Basri HAR mengingatkan bahwa kebiasaan berbelanja dalam jumlah banyak saat puasa Ramadhan adalah tindakan keliru.

"Keliru kalau bulan puasa berbelanjanya berlebihan. Tetapi itu selalu terjadi, selama bulan puasa Ramadhan biasanya umat Islam memaksakan diri untuk berbelanja makanan secara berlebihan," kata HM Basri HAR, saat ditemui akhir pekan ini.

Ia mengingatkan bahwa makna dari puasa adalah merupakan ibadah Ramadhan untuk melatih pengendalian diri setiap umat Islam.

"Saya menilai keliru bila saat momentum menjalankan puasa umat Islam seolah-oleh memaksakan diri membeli berbagai macam bahan makanan yang diinginkan secara berlebihan," katanya lagi.

Dia menambahkan, yang terjadi pada bulan Ramadhan, biasanya keluarga justru berbelanja lebih banyak dibandingkan hari biasa, apalagi saat menyambut Idul Fitri.

Padahal yang paling penting di bulan Ramadhan itu perbaikan amal ibadah dan keimanan kepada Allah SWT.

"Puasa adalah dimana kita memerangi nafsu kita dalam pengendalian diri. Janganlah kita menjadikan Ramadhan itu menjadi beban," katanya mengingatkan.

Berbelanja secara berlebihan, menurut Ketua MUI tersebut, juga sangat berpengaruh pada naiknya harga-harga bahan kebutuhan pokok (sembako) secara drastis. "Nah, ketika harga-harga barang menjadi mahal, dampaknya bisa sangat membebani, apalagi terhadap masyarakat berpenghasilan rendah," katanya.

Saat puasa menurutnya memang perlu asupan tubuh yang baik, namun hendaknya tidak berlebihan. Kemudian saat lebaran juga janganlah semuanya membeli serba baru. Karena tidak ada anjuran agama Islam untuk beli baju baru misalnya.

Kemudian memaksakan diri membuat kue-kue lebaran. Kalaupun ada kemampuan (dana), janganlah memaksakan diri. "Karena pada puasa inilah kita melatih diri untuk menata hidup yang lebih baik dalam setiap keluarga muslim," katanya mengingatkan.

Selaku ketua majelis ulama, HM Basri mengajak seluruh umat Islam agar dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan 1440 Hijriyah lebih baik dari tahun sebelumnya.
 
Ketua MUI Kalbar, HM Basri HAR, mengingatkan umat Muslim untuk tidak berlebihan saat menyambut puasa Ramadhan 1440 Hijriah. (ANTARA/Slamet Ardiansyah)



Marilah bersama-sama memetik makna dan rahasia dari ibadah puasa Ramadhan. Mudah-mudahan semua bisa kembali fitrah dan dapat berbuat baik dan berguna bagi semuanya. Memperbaiki kehidupan, iman, dan takwa kita kepada Allah SWT.

Marhaban, ya, Ramadhan.


Baca juga: MUI Kalbar: Ramadhan momentum perbaiki diri dan perbanyak amal

Baca juga: BPOM Kalbar tingkatkan pengawasan barang jelang Ramadhan



 

Pewarta: Nurul Hayat
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019