Tanjungpinang (ANTARA) - Sementara satu per satu budaya Melayu warisan leluhur pamornya meredup di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Mak Dare bersama kelompoknya berusaha mempertahankan keberadaan joget dangkong.

Mak Dare mulai bersentuhan dengan joget dangkong tahun 1999, ketika abang iparnya mengajak dia menjadi bagian dari kelompok joget dangkong yang tampil dari kampung ke kampung, pulau ke pulau.

"Awalnya saya menolak.Tapi daripada bekerja ke laut, jadinya terpaksa ikut," kata Mak Dare di Tanjungpinang, Senin.

Mak Dare awalnya enggan ikut bergabung dengan kelompok joget karena ketika itu dia sama sekali tidak bisa menyanyi, dan hanya bisa menari sedikit-sedikit. Dia lebih mengenal jaring sebagaimana perempuan pesisir lainnya.

Namun sekitar tiga bulan kemudian keadaan memaksa dia masuk dalam dunia joget dangkong. Kakak iparnya sudah tidak sanggup lagi menghidupi kelompok joget dangkongnya.

"Saya yang ditawarkan mewarisi tongkat estafet itu," kata Mak Dare.

Kala itu dia sama sekali tidak tahu apa-apa mengenai joget dangkong, apalagi modal untuk menghidupi kelompok joget dangkong.

Abang ipar Mak Dare lantas menyewakan peralatan joget miliknya. Sendirian, Mak Dare lalu mengumpulkan satu per satu pemain musik dari berbagai wilayah, termasuk Bintan, Tembeling dan Dompak. Karena keterbatasan biaya, kelompok joget dangkong Mak Dare tak pernah latihan. Tapi mereka bisa manggung dari satu acara ke acara lain, mulai dari acara pernikahan sampai perhelatan seni.

Sekitar tahun 2000-an, kelompok Joget Dangkong Sri Melayu Dompak asuhan Mak Dare menerima bantuan alat musik dan perlengkapan sistem suara dari Wali Kota Tanjungpinang saat itu, Suryatati A Manan.

Kini kelompok joget dangkong Mak Dare masih aktif tampil, meski dengan modal terbatas. Kelompok beranggotakan 13 orang itu hanya mengandalkan pendapatan manggung dengan bayaran sekitar Rp1,5 juta setiap kali tampil.

Dalam sebulan kelompok Mak Dare kadang mendapat dua sampai tiga kali panggilan untuk manggung, namun ada kalanya mereka sama sekali tidak menerima permintaan tampil.

Kondisi yang demikian tidak membuat semangat Mak Dare pupus untuk melanjutkan upaya melestarikan joget dangkong, bahkan meski usia nenek dari enam cucu itu sudah tidak muda.


Tentang Dangkong

Nama joget dangkong diberikan berdasarkan bunyi dari alat musik biola, gong dan gendang yang mengiringinya, "dang-dang kung...dang-dang kung...dang-dang kung..."

Dulu joget dangkong biasa ditampilkan pada upacara pernikahan dan hari raya sebagai hiburan. Tidak ada aturan khusus dalam tarian, nyanyian maupun musik pengiring joget dangkong.

"Dangkong tidak memiliki aturan khusus dalam pelaksanaannya," kata Dedi Arman, staf Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kepulauan Riau.

Joget dangkong, menurut dia, juga bisa ditampilkan di mana saja dan kapan saja, tidak terikat tempat dan waktu. Pertunjukannya pun tidak membutuhkan syarat-syarat khusus.

"Hal ini juga teridentifikasi dengan fungsi utamanya yang semata mata hiburan," kata dia.

Arman menjelaskan grup joget dangkong biasanya terdiri atas pemain musik, penari dan penyanyi. Para penari mengenakan pakaian, perhiasan dan dandanan mencolok untuk menarik perhatian penonton.

"Nyanyian atau musik dangkong lebih cenderung meriah seperti irama Joget Melayu, Dondang Singapura, Tanjung Katung dan lagu lainnya," kata Arman.
 

Pewarta: Ogen
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019