Kita kasih edukasi ke pengunjung, akhirnya ada beberapa warga yang ikutan budidaya, bahkan kita sampai diminta tolong untuk mengembangkan hidroponik di rumah warga di luar jam kerja RPTRA
Barisan rak berundak yang terbuat dari pipa putih tampak mencolok di area depan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Karang Anyar, Jakarta Pusat. 

Beberapa jenis sayuran tumbuh pada rak-rak tanaman hidroponik yang berada di area beratap transparan itu.

"Ada banyak sayur ya, kayak pakcoy, kangkung, kailan, samhong, selada, bayam, bayam merah," kata Apit Kurniawan (29), koordinator sekaligus penanggung jawab tanaman hidroponik di RPTRA Karang Anyar, Selasa (26/2) siang. 

Ia menambahkan pengelola memilih menanam sayur karena bisa lebih cepat dipanen. 

Budi daya tanaman hidroponik di lahan seluas sepuluh meter persegi itu bermula tahun 2017, ketika RPTRA Karang Anyar mendapat bantuan satu rak berisi 72 lubang tanaman hidroponik dari Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta.

Pengelola RPTRA kemudian mengembangkannya sehingga pada 2018 sudah memiliki rak-rak dengan 940 lubang tanaman hidroponik.  

"Awalnya ada satu rak, dari situ kita selalu panen. Hasil panen itu, kita pakai untuk ngembangin," katanya.

Kini, selain menambah keasrian ruang terbuka publik, tanaman-tanaman hidroponik itu menarik kedatangan warga sekitar ke RPTRA Karang Anyar.

Baca juga: Penyandang disabilitas Yogayakarta berlatih cocok tanam hidroponik


Sistem Budidaya

RPTRA Karang Anyar menerapkan beberapa sistem hidroponik, yakni vertiminaponik, Deep Flow Technique (DFT), dan Nutrition Film Technique (NFT). 

Sistem vertiminaponik menyatukan budidaya sayuran dengan ikan. Dalam hal ini RPTRA Karang Anyar menyatukan penanaman kangkung dan selada dengan pemeliharaan ikan lele.

"Jadi ini mirip konvensional. Medium tumbuhnya arang, sekam, sama sabut kelapa. Di bawahnya ada kolam ikan, kalau kita pakai ikan lele. Buat pengairannya dibantu dari air kolam ikan ini," jelas Apit.

Fadli Yandi (33), salah satu pengelola RPTRA Karang Anyar, menambahkan ikan lele dipilih sebagai penghuni kolam di bawah rak tanaman vertiminaponik karena kandungan protein dalam kotorannya membantu mempercepat pertumbuhan tanaman.

RPTRA Karang Anyar juga menerapkan DFT dan NFT, yang terlihat serupa tapi tak sama. 

Pada kedua sistem ini, tanaman sama-sama ditempatkan di rak pipa berundak di area beratap transparan.

Bedanya, Apit menjelaskan, DFT fokus pada penggunaan aliran air, sedang NFT fokus pada penggunaan nutrisi. 

"Metode DFT hampir sama kayak NFT, bedanya pada kedalaman air nutrisi, pada DFT air yang dialirkan dalam pipa lebih dalam lima sentimeter atau bisa dibilang setengah atau seperempat bagian pipa," tutur Apit. 

Sedangkan pada sistem NFT, ia melanjutkan, pembudidaya biasanya  meletakan akar tanaman pada lapisan dangkal kurang lebih setengah hingga satu sentimeter. 

Meski berbeda, menurut Apit, ketiga teknik hidropronik yang diterapkan RPTRA Karang Anyar sama-sama menghasilkan sayur-mayur segar yang berkualitas baik.

Baca juga: Tanaman hidroponik untuk pelestarian Sungai Citarum


Fase 7P

Apit membagi tahapan budidaya sayur menggunakan sistem DFT dan NFT menjadi tujuh fase yang dia sebut 7P.

Ketujuh fase tersebut meliputi penyemaian, pemindahan, pemberian nutrisi, perawatan, panen, pemasaran, dan pascapanen. 

Fase penyemaian membutuhkan waktu paling lama karena Apit dan pengelola lainnya harus menunggu selama empat hingga tujuh hari sampai tunas muncul setelah bibit disemai. 

Proses penyemaian dilakukan pada spons yang dipotong kotak-kotak kecil dengan lubang kecil tempat menaruh bibit. 

Kotak-kotak itu sudah diberi AB Mix sayuran. Menurut hasil penelitian yang disiarkan dalam jurnal AGRI-TEK, AB mix sayuran merupakan nutrisi yang memiliki kandungan nitrogen tinggi sehingga baik untuk tanaman.

RPTRA Karang Anyar melibatkan warga sekitar dalam penyemaian bibit tanaman hidroponik.

Pada Kamis (28/2), Apit dan pengelola RPTRA Karang Anyar lainnya mengajak murid-murid SMP 17 dan SMP 64 untuk menyemai bibit tanaman samhong. 

Penyemaian juga harus dikontrol setiap hari, kondisi spons harus selalu lembab supaya bibit bisa bertunas dan dapat dipindahkan ke rak hidroponik. 

"Kalau lagi menyemai gini enggak bisa sembarangan, sponsnya harus selalu lembab. Tidak terlalu basah tapi tidak terlalu kering biar tanamannya bisa bertunas," tutur Yandi ketika ditemui di Rumah Semai RPTRA Karang Anyar, Jumat (1/3).  

 
Sugianto (40) mengajak anaknya Arul (3) melihat tanaman vertiminaponik di RPTRA Karanganyar, Jumat (1/3/2019). (ANTARA/Livia Kristianti)


Setelah penyemaian, masuk fase kedua, pemindahan. Spons dipindahkan ke rak pipa berundak dalam waktu satu hari. Air secara otomatis mengalir dalam sistem rak pipa berundak tersebut.   

Fase ketiganya adalah proses pemberian nutrisi. Apit mengatakan selain pada hari pertama penyemaian, pemberian nutrisi dilakukan juga pada saat tanaman berusia dua minggu.  

Setelah pemberian nutrisi, perawatan dilakukan lebih intensif pada tanaman yang sudah berada di rak hidroponik. 

Apit menjelaskan fase perawatan meliputi pengecekan air di dalam tandon air agar tidak sampai kurang, pengecekan banyaknya nutrisi yang dialirkan lewat rak-rak hidroponik, pemeriksaan pH air, dan penyingkiran hama seperti ulat. 

Fase kelimanya adalah panen. Fase panen merupakan fase yang menyenangkan. Biasanya warga sekitar juga ikut memanen tanaman hidroponik di RPTRA Karang Anyar.

Dan setelah panen, pengelola memasarkan hasil budidaya sayuran. Mereka biasa menjual sayur-sayuran tersebut kepada warga yang hadir dalam acara panen. 

"Kalau sayuran-sayuran besar kayak samhong kita jual Rp10.000 per 250 gram, kalau sayur-sayuran kecil kayak pakcoy, bayam, kita jual Rp7.000 per 250 gramnya," tutur Yandi. 

Pascapanen, pengelola membersihkan rak-rak hidroponik dan menyiapkannya untuk penanaman baru.

Baca juga: "Amboina Farmers Market" tingkatkan daya jual petani


Sarana Edukasi

Pengelola RPTRA Karang Anyar juga menggunakan fasilitas budidaya tanaman hidroponik sebagai sarana edukasi bagi pengunjung.
 
Tidak sedikit pengunjung RPTRA Karang Anyar yang akhirnya tertarik dan meminta pengelola membantu mereka memasang alat urban farming hidroponik. 

"Kita kasih edukasi ke pengunjung, akhirnya ada beberapa warga yang ikutan budidaya, bahkan kita sampai diminta tolong untuk mengembangkan hidroponik di rumah warga di luar jam kerja RPTRA," kata Yandi, lalu tersenyum kecil.

Apit menceritakan beberapa instansi seperti sekolah, kecamatan, bahkan pengelola RPTRA daerah lain juga meminta bantuannya untuk bertanam hidroponik. 

"Di RPTRA Pintu Air juga mau dibikin rak hidroponik teh, nanti saya ikut bantu bikinnya," katanya.

Baca juga: Ibu Negara bertanam hidroponik bersama anak PAUD Banyuwangi

Pewarta: Virna P Setyorini/Livia Kristianti
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019