Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-Obatan (LP POM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta meragukan kehalalan daging asal Australia dan Selandia Baru yang kini banyak beredar di Indonesia. "Kami meragukan cara memotong hewan Australia, karena waktu datang ke Indonesia sudah dalam keadaan terpotong-potong," kata Abu Bakar, Direktur LP POM MUI DKI Jakarta seusai buka puasa bersama di Jakarta, Sabtu malam. Berdasarkan data di Departemen Pertanian, menurut Abu Bakar yang juga Ketua DPP Majelis Dakwah Islam Indonesia itu, setiap tahunnya Australia mengekspor daging sekitar 80 ribu ton atau 70 persen dari hasil ternaknya masuk ke Indonesia. Dengan jumlah sebesar itu, LP POM MUI DKI Jakarta tidak yakin daging sapi tersebut dipotong sesuai dengan syariat Islam. "Untuk memotong satu ekor sapi saja yang sesuai dengan ajaran Islam membutuhkan waktu satu sampai dua jam karena tidak bisa sembarang memotong dan harus dibacakan doa terlebih dahulu," katanya. Menurut ajaran Islam, setidaknya ada tiga prasyarat dalam memotong hewan, yakni hewan tersebut harus yang halal, memotong dengan pisau yang tajam serta sebelum penyembelihan harus membaca bacaan "Bismillah". Sejak tahun 1992, Indonesia hanya boleh mengimpor daging dari Australia dan Selandia Baru sehingga Indonesia hanya menggantungkan persediaan daging dan sapinya dari kedua negara tersebut. Akibat monopoli kedua negara itu, harga daging yang ada di Indonesia juga dikendalikan para importir daging dari Australia. Dalam kesempatan itu, Abu Bakar juga mengingatkan agar para importir daging Australia tersebut perlu diaudit yang sama dengan importir daging lainnya yang sebelumnya juga telah diaudit kehalalannya. "Semua negara pengekspor daging ke Indonesia harus diaudit ulang kehalalannya bersama MUI tanpa kecuali Australia dan Selandia Baru untuk mengetahui apakah cara penyembelihannya sudah benar sesuai dengan ajaran Islam di Indonesia," katanya. Terkait dengan hal tersebut, LP POM DKI mendesak pemerintah untuk menyetop sementara daging asal Australia dan Selandia Baru sampai kedua negara diaudit ulang sesuai SK Mentan No 61/2007 tentang pemasukan dan Pengawasan Peredaran Karkas (daging bertulang), Daging, dan Jeroan Dari Luar Negeri.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007