Saat ini, saya tengah berusaha mengubah cara pikir birokrasi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta yang semula konsepnya administrator akan ditingkatkan menjadi kolaborator
Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan pentingnya berkolaborasi dengan seluruh elemen masyarakat untuk membangun Jakarta, sehingga apabila menghadapi persoalan dapat dicari solusinya secara bersama-sama.

"Bukan lagi seperti jejaring laba-laba semua keputusan ada di kantor gubernur. Sekarang ini yang penting visi disampaikan, dapat dipahami, maka semua dapat mengerjakan," kata Anies saat menjadi pembicara dalam seminar bertemakan "Who Build Cities" di Jakarta, Selasa.

Dalam seminar yang diselenggarakan Universitas Pelita Harapan, Intitut Teknologi Bandung, dan Universitas Indonesia, Anies mengatakan, konsep pembangunan kota saat ini menempatkan Pemprov DKI Jakarta sebagai kolaborator sedangkan masyarakat sebagai kreator.

"Sudah saatnya pendekatan pembangunan kota berubah kalau sebelumnya kita mengenal pemerintah sebagai administrator dan warga sebagai penghuni, atau pemerintah sebagai penyedia jasa dan warga sebagai konsumen, atau bahkan pemerintah sebagai fasilitator dan warga sebagai partisipan," jelasnya.

Menurut Anies, pendekatannya bukan lagi penegakan hukum tetapi lebih bersifat sosial ekonomi.

Sebagai contoh, lanjutnya, untuk mewujudkan "sister kampung", maka pembangunannya harus bersama-sama melibatkan masyarakat.

"Bukan pemerintah saja, tetapi pemerintah bersama warga. Ini suatu gerakan, RI dibangun dari kolaborasi bukan dari administrator," ungkapnya.

Anies menjelaskan untuk menyelesaikan permasalahan perkotaan, maka yang dibutuhkan identifikasi permasalahannya terlebih dahulu, setelah itu, barulah dicarikan solusi dan diselesaikan bersama-sama.

"Saat ini, saya tengah berusaha mengubah cara pikir birokrasi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta yang semula konsepnya administrator akan ditingkatkan menjadi kolaborator," ujarnya.

Gubernur mencontohkan kebijakan penataan air yang programnya disusun dengan melibatkan masyarakat dan tidak hanya dari pemerintahan saja.

Contoh lain, kemudian pembenahan 16 kampung yang pembangunannya juga dilakukan secara bersama-sama.

"Terdapat empat unsur yang terlibat dalam kolaborasi yakni pemerintah, warga, ahli, dan fasilitator," ujarnya.

Anies juga mengatakan masalah terbesar Provinsi DKI Jakarta saat ini adalah tingginya biaya hidup, terbatasnya lapangan pekerjaan, dan tingginya biaya pendidikan dan kesehatan yang semua itu harus dicarikan solusinya untuk menciptakan kota yang bahagia.

"Permasalahannya adalah kesetaraan, semua warga harus diberikan kesempatan yang sama dibidang ekonomi. Kalau dulu kita juga diberi kesempatan untuk memulai dari bawah, maka seharusnya kesempatan yang sama juga diberikan kepada warga DKI lainnya," jelasnya.

Ia juga menyampaikan sebagai kota besar maka DKI Jakarta juga harus menyediakan fasilitas agar setiap orang dapat berinteraksi.

Sementara itu, Chairman Lippo Group Mochtar Riady yang juga tampil sebagai pembicara dalam seminar tersebut mengatakan, awal mendapatkan tanah di Cikarang, Kabupaten Bekasi dan Karawaci, Kabupaten Tangerang berasal dari kredit macet akibat resesi ekonomi pada 1991.

"Dulu, lahan di Cikarang dan Karawaci masih berupa hutan dan rawa, namun kedua lokasi tersebut kini sudah menjadi kota mandiri. Keberhasilan ini bukan karena sekedar membangun rumah, tetapi juga fasilitas bagi penghuninya," jelasnya.

Ia mengatakan, untuk membangun kota maka selain hunian juga harus dilengkapi dengan fasilitas pendidikan, rumah sakit, pusat belanja, dan tempat berusaha agar penghuni di dalamnya merasa betah.

Mochtar mencontohkan Kota Shenzhen, Tiongkok yang sebelumnya hanyalah sebuah desa nelayan dengan jumlah penduduk 20 ribu jiwa, namun dengan dibangunnya fasilitas infrastruktur dan pendukung lainnya, kini menjadi kota mandiri dengan GDP sekitar satu triliun dolar AS.

Belajar dari Shenzhen, jelasnya, Lippo terus mengembangkan kawasan Cikarang yakni dengan membangun Meikarta.

Kawasan Cikarang, kata dia, saat ini sudah tumbuh berbagai industri yang tentunya membutuhkan hunian bagi para pekerjannya.

Mochtar juga mengatakan, apabila ingin maju, Indonesia harus ikut Trans Pacific Partnership dengan konsekuensinya seluruh kebijakan yang menghambat pertumbuhan industri harus dihilangkan agar produk lebih kompetitif.

Ia melihat banyaknya permasalahanan sehingga membuat industri belum kompetitif di antaranya masih adanya proteksi, persoalan transportasi (kemacetan, pembatasan kendaraan dan lain sebagainya), masih tingginya biaya pelabuhan, pergudangan, masih belum adanya kepastian harga.

"Permasalahan ini harus dibenahi kalau kita ingin menjadi lebih maju lagi," ujar dia.

Baca juga: Anies resmikan penggunaan "pelican crossing" di kawasan BI







(T.G001/B/A029/A029) 04-09-2018 23:17:05

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018