Palu (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Universitas Tadulako (Untad) Palu, Dr Mohammad Nofal Launa DEA, mengatakan perekonomian Indonesia tidak akan goyah dalam menghadapi dampak buruk yang ditimbulkan dari runtuhnya pasar "Subprime Mortagge" di Amerika Serikat, sebab telah memiliki pengalaman panjang dalam mengatasi krisis ekonomi. "Sekalipun mata uang rupiah banyak menyantol pada dolar AS serta investor yang bermain di bursa (BEJ dan BES) dikuasai pihak luar, namun Indonesia sudah memiliki banyak pengalaman mengatasi gejolak seperti itu," kata dia di Palu, Kamis. Launa mengemukakan hal itu menanggapi pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika menyampaikan Keterangan Pemerintah dan Nota Keuangan APBN 2008 di hadapan sidang paripurna DPR, di Jakarta, Rabu. Presiden ketika itu menyatakan bahwa runtuhnya pasar "Subprime Mortagge" di AS tersebut telah menimbulkan dampak luar biasa, seperti terkoreksinya harga saham dan nilai tukar yang cukup tajam di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tapi, Presiden berkeyakinan dengan kekuatan fundamental ekonomi dan keuangan yang dimiliki, serta cadangan devisa yang terus dipupuk dan langkah-langkah perkuatan yang dilakukan selama ini, Indonesia dapat melalui gejolak di pasar modal global tersebut dan mampu mengatasi dampaknya seminimal mungkin. Menurut staf pengajar pada Fakultas Ekonomi Untad tersebut, fundamental ekonomi Indonesia dalam kurun tiga tahun terakhir sudah sangat bagus dibandingkan dengan keadaan ketika terjadi krisis berat pada 1998-1999. Selain kegiatan ekspor terus menggeliat, cadangan devisa yang dari waktu ke waktu meningkat, serta kurs mata uang relatif stabil pada kisaran Rp8.700-Rp9.400 per dolar AS, juga kegiatan di sektor riil mulai berkembang. Akan tetapi, katanya, fundamental ekonomi ini masih dalam tahap pemulihan, terlebih dalam dua tahun terakhir terjadi banyak bencana alam beruntun, disertai krisis transportasi dan gangguan keamanan. "Masalah-masalah semacam ini perlu terus diselesaikan, agar tidak mengganggu percepatan pertumbuhan ekonomi nasional," tuturnya. Launa yang alumnus Grenoble University Perancis menyarankan untuk semakin memperkuat fundamental ekonomi Indonesia, langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah yaitu perlunya otoritas moneter melakukan pengawasan yang ketat terhadap bank-bank yang nakal guna mengurangi jumlah uang yang tersimpan pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI). "Dana-dana di SBI yang sangat besar itu sebaiknya segera disalurkan untuk mendorong percepatan pengembangan sektor riil," tuturnya. Langkah lainnya ialah perlunya semua instansi terkait di tingkat pusat serta pemerintah daerah memperbaiki iklim investasi, agar arus masuk modal asing yang selama delapan tahun terakhir berjalan seret, semakin menggeliat. "Saya kira jika kedua langkah ini mendapatkan perhatian serius, akan mempercepat peningkatan pendapatan masyarakat serta mengurangi angka pengangguran," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007