Kendal (ANTARA News) - Pihak Pondok Pesantren Darul Arqom, Patehan, Kendal, Jawa Tengah, menilai Dita Siska Millenia yang ditangkap ketika berada di depan Mako Brimob, Depok, berwatak keras.

"Sebenarnya, selama Dita menempuh pendidikan di sini, saya mengamatinya biasa-biasa saja, sebagaimana santriwati lainnya," kata Wakil Pimpinan Bidang Akademik Ponpes Darul Arqom Abdul Kholiq di Kabupaten Kendal, Senin malam.

Dita Siska Millenia, alumnus Ponpes Darul Arqom merupakan salah satu dari dua perempuan muda yang diduga akan melakukan aksi penusukan terhadap anggota Brimob di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Ustaz Dul, sapaan akrab Abdul Kholiq, mengungkapkan bahwa keseharian Dita selama menjalani pendidikan di ponpes tersebut wajar, baik dalam sikap maupun penampilan. Akan tetapi, wataknya memang cukup keras.

"Artinya, kalau sudah punya pendirian memang agak keras. Akan tetapi, selama ini kami para ustaz dan ustazah di sini tidak memiliki firasat atau dugaan Dita akan sampai terlibat, apalagi melakukan tindakan seperti itu," katanya.

Ia melanjutkan bahwa Dita sebenarnya sudah lulus pada tahun 2017. Akan tetapi, sebagaimana santri dan santriwati Ponpes Darul Arqom yang lainnya, harus menjalani masa pengabdian selama 1 tahun di ponpes lain.

Kebetulan, kata dia, Dita bersama alumnus lainnya yang bernama Nugraheni mendapatkan tempat pengabdian di Ponpes Darul Ulum, Majenang. Setiap 3 bulan sekali, pihaknya melakukan pembinaan.

Menurut dia, masa pembinaan yang dilakukan alumni Ponpes Darul Arqom Kendal di Ponpes Darul Ulum Majenang sudah berlangsung selama 3 tahun terakhir. Pada tahun ketiga ini dilakukan dua alumnus putri, salah satunya Dita.

"Sampai masa pembinaan yang berlangsung beberapa kali, kami belum ada menaruh dugaan atau kecurigaan terhadap Dita, apalagi sikapnya juga masih wajar. Akan tetapi, sejak 2 bulan terakhir penampilannya berubah," kata Ustaz Dul.

Misalnya, Dita mulai menggunakan cadar, padahal sebelumnya tidak pernah menggunakannya. Akan tetapi, sampai saat itu pun pihaknya juga belum menaruh kecurigaan karena perilakunya juga tidak berubah.

"Sampai akhirnya saya mendengar Dita dalam pemberitaan itu. Saya kemudian mengecek ke Nugraheni, alumnus sini yang sama-sama pengabdian di situ (Ponpes Darul Ulum, red.), ternyata Dita akhir-akhir ini kerap menangis," katanya.

Dari pengakuan kawannya itu, kata dia, Dita kerap menerima telepon sembari menangis dan beberapa kali bilang mau berangkat ke Bogor. Akan tetapi, tidak jelas ke mana dan apa tujuannya karena pribadinya agak tertutup.

"Pihak Ponpes Darul Ulum juga tidak tahu kalau kemudian Dita pergi karena memang tanpa izin. Sebenarnya, membawa telepon seluler pintar (smartphone) di ponpes itu dilarang. Ternyata, Dita diam-diam membawanya," katanya.

Bahkan, Ustaz Dul mengatakan bahwa orang tua Dita yang tinggal di Dusun Jambon, Gemawang, Kabupaten Temanggung, Jateng, pun ternyata tidak dimintai izin oleh Dita sampai kemudian terjadi peristiwa tersebut.

Dita bersama Siska Nur Azizah, warga Kampung Legok 1, Indragiri, Panawangan, Ciamis, Jawa Barat diamankan ketika akan melakukan aksi tersebut. Dari keduanya, disita barang bukti berupa dua buah KTP, dua unit ponsel, dan satu buah gunting.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018