Banjar (ANTARA News) - Badan Restorasi Gambut (BRG) menggelar Jambore Masyarakat Gambut 2018 yang diikuti sekitar 2.000 orang di Desa Kiram, Karang Intan, Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel), dari 28 hingga 30 April 2018.

Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead saat pembukaan jambore di Banjar, Kalsel, Sabtu mengatakan acara Jambore Masyarakat Gambut 2018 ini merupakan forum pertukaran pengetahuan dan penguatan jejaring bagi para petani gambut dan masyarakat umum.

Mereka berasal dari 265 desa dan kelurahan yang tergabung dalam Desa Peduli Gambut (DPG) dan desa atau kelurahan lain yang ada di dalam ekosistem gambut, terutama di tujuh provinsi prioritas restorasi gambut BRG, yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Riau.

Dalam jambore, ia mengatakan peserta dapat mengikuti kelas pelatihan singkat mengenai lima tema. Yang pertama terkait dengan pertanian terpadu dan alami di lahan gambut, kelas khusus membahas mengenai pemeliharaan infrastruktur pembasahan gambut seperti sekat kanal dan sumur bor.

Lalu ada pula kelas untuk pembahasan akses pendanaan dan permodalan bersama praktisi keuangan, filantropi dan bisnis. Kelas yang lain diisi oleh pelatihan promosi produk gambut serta kelas untuk peningkatan nilai tambah kerajinan gambut.

"Kegiatan restorasi gambut oleh BRG menghadirkan negara di desa-desa gambut. Kegiatan yang sangat praktis di tingkat tapak dilakukan untuk memberikan solusi pada masalah perlindungan dan pengelolaan gambut," ujarnya.

Nazir mencontohkan program pengelolaan lahan tanpa bakar (PLTB) dan pemberdayaan kelompok masyarakat untuk kegiatan padat karya pembangunan sekat kanal dan sumur bor.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono yang mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuka Jambore Masyarakat Gambut 2018 mengatakan berbicara soal restorasi gambut, semua tidak akan lupa kebijakan Presiden Joko Widodo tentang Nawacita, dan Jambore Masyarakat Gambut menterjemahkan kebijakan itu.

Menurut dia, empat hal yang menjadi prioritas dalam Nawacita akan dilaksanakan dalam Jambore Masyarakat Gambut 2018. Nawacita ke-3 di mana Indonesia hadir dari pinggiran dan menguatkan masyarakat dilakukan dengan pelibatan restorasi gambut dari tingkat.

"Kita jadi saksi Desa Kiram menjadi cerita sukses dari Nawacita ke-3, berjalan melalui BRG sebagai pengelola restorasi gambut," ujar Sekjen.

Lalu Nawacita ke-5 yakni meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Maka, menurut dia, tepat sekali restorasi bukan hanya disuarakan di kota tapi justru harus dibangun dari desa, sehingga dari implementasi revitalisasi livelihood memperlihatkan negara hadir.

Nawacita ke-6, terwakili dengan tidak cukup negara hadir di sebuah desa tetapi harus bisa meningkatkan produktivitas rakyat dan menciptakan daya saing di pasar internasional melalui tata kelola area lindung dan restorasi gambut.

"Ini strategi kelola di tingkat tapak artinya produktivitasnya di tingkat tapak sudah banyak dan bapak/ibu sudah ada produktivitasnya tinggal bagaimana meningkatkan daya saing. Tidak terlepas dari dukungan infrastruktur tentunya," lanjutnya.

Ketika bicara soal sumber daya alam dan sudah ada visi keberhasilan kelola gambut maka Nawacita ke-7 yaitu membangun kemandirian ekonomi dari masyarakat gambut Indonesia dan tidak kalah penting menciptakan komoditas strategis kearifan lokal yang menjadikan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan secara berkelanjutan.

"Atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kami memberikan apresiasi Jambore Masyarakat Gambut karena ini menjadi sarana semua untuk berbagi informasi dan pengalaman. Kita terus belajar dan berusaha pulihkan ekosistem gambut agar jadi tempat nyaman ditinggali dan memberi kepastian ekonomi masyarakat," katanya.

Pewarta: Virna Puspa S
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018