Medan (ANTARA News) - Masyarakat sangat membutuhkan kehadiran media massa dalam kehidupan sehari-hari sebagai pemasok informasi yang diperlukan, sekaligus untuk mengetahui perkembangan yang terjadi di dunia.

"Media sebagai suatu institusi informasi, mampu mempengaruhi proses perubahan sosial, budaya dan politik," kata Pemimpin Redaksi (Pemred) Surat Kabar Harian (SKH) Sumut Pos Dame Ambarita, di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sumatera Utara (USU), Kamis.

Hal tersebut dikatakan Pemred SKH Sumut Pos, pada diskusi dengan thema "Netralitas Media dan Masyarakat Dalam Menciptakan Pilkada Damai Tanpa Hoax serta Ujaran Kebencian di Sumatera Utara".

Media massa, menurut dia, juga dianggap sebagai pilar keempat dalam demokrasi setelah eksekutif, yudikatif, dan legislatif.

"Prinsip pemberitaan media tidak boleh memihak serta provokatif. Dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), awak media seharusnya paham berita seperti apa yang layak atau tidak layak disiarkan," ujar Ambarita.

Ia menyebutkan, kemunculan media massa baru menjelang pilkada merupakan hal menarik, dengan menggunakan modus aji mumpung melalui pemasangan iklan pilkada yang meningkat.

"Bahkan juga menjadi corong kandidat atau situs hitam untuk menyerang para calon lain. Ada yang tidak menampilkan nama redaksinya," ucapnya.

Ambarita mengatakan, media-media terverifikasi, contohnya Grup Jawa Pos mengambil kebijakan untuk menangani berita-berita hoax yang banyak beredar di internet atai media sosial.

Diperlukan idealisme jurnalisme untuk mencerdaskan dan memberdayakan publik. Independensi dan netralitas menjadi elemen penting dalam menjalankan kegiatan jurnalistik.

Independen dalam arti merdeka melaksanakan ideologi jurnalisme, sedangkan netral artinya berimbang, akurat, tak memihak kecuali demi kepentingan publik.

Semua elemen bangsa harus bergerak untuk menyuarakan pilkada damai tanpa isu provokatif, mulai dari pemerintah, media massa, tokoh politik, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan semua elemen penting pemangku kepentingan lainnya

Provokasi melalui hoax dan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) sangat berbahaya, dapat menimbulkan kegaduhan dan stigma buruk suatu kelompok. Hal itu nantinya dapat menimbulkan gesekan dan perpecahan masyarakat yang sulit direkatkan lagi.

Komunikasi antarpihak penyelenggara pemilu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tingkat Provinsi, daerah dan seluruh elemen pengawas harus waspada khususnya dalam mengamati media sosial, karena medium itu adalah lahan subur tumbuh kembang hoax dan isu SARA.

"Masyarakat diimbau cerdas dalam memilah, memilih, dan menanggapi informasi," kata Pemred Sumut Pos itu.

Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018