Surabaya (ANTARA News) - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Jawa Timur digelar 27 Juni 2018 di 18 kabupaten/kota dan satu pemilihan tingkat provinsi.

Yang menjadi sorotan adalah Pilkada memilih Gubernur dan Wakil Gubernur yang nantinya memimpin di provinsi ini selama periode 2018-2023.

Persaingannya tak jauh beda dari dua Pilkada sebelumnya, karena melibatkan dua kandidat yang pada Pilkada 2008 dan 2013 juga menjadi "musuh" di pesta demokrasi lima tahunan di Jatim tersebut.

Dia adalah Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul, sedangkan satu nama lainnya adalah Khofifah Indar Parawansa.

Gus Ipul pada Pilkada Jatim 2008, berkesempatan mendampingi Soekarwo, sedangkan Khofifah menggandeng Brigjen TNI (Purn) Mudjiono.

Berikutnya pada Pilkada 2013, Gus Ipul tetap mendampingi Soekarwo sekaligus masuk periode kedua, sedangkan Khofifah memilih menggandeng mantan Kapolda Jatim Irjen Pol (Purn) Herman S Sumawiredja.

Pada dua kali Pilkada tersebut, Gus Ipul menang dan berhak menjadi Wakil Gubernur Jatim dua periode, sedangkan Khofifah sendiri dipercaya Presiden RI Joko Widodo sebagai Menteri Sosial sejak 2014.

Kini, Gus Ipul yang sudah tidak boleh menjadi calon Wakil Gubernur "naik pangkat" menjadi calon Gubernur, dan Khofifah tetap sebagai calon Gubernur untuk kali ketiga secara beruntun.

Di awal pencalonan, Gus Ipul berpasangan dengan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, sedangkan Khofifah diduetkan dengan Bupati Trenggalek Emil Elistianto Dardak.

Namun, sepekan jelang pendaftaran resmi dibuka oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim, peta politik Pilkada Jatim berubah.

Nama Abdullah Azwar Anas yang dalam berbagai survei memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi sebagai calon orang nomor dua di Jatim diterpa isu sosial hingga membuatnya rela mengundurkan diri sebagai peserta Pilkada.

Foto bergambar mirip dirinya bersama seorang wanita tersebar luas dan membuat banyak pihak bertanya-tanya, termasuk muncul berbagai opini publik.

Mendengar kabar itu, Anas yang 15 Oktober 2017 namanya ditetapkan PDI Perjuangan mendampingi Gus Ipul mengembalikan surat mandat ke ketua umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri.

Dalam surat mandat tersebut tertulis sejumlah klarifikasi dan keterangan dari Anas terkait polemik yang terjadi menjelang Pilkada Jatim.

"Demi tanggung jawab saya kepada masyarakat, bahwa menjadi pemimpin itu harus amanah, juga demi terwujudnya program-program kerakyatan partai dalam pembangunan untuk menyejahterakan rakyat Jatim, maka saya memberikan kembali mandat penugasan sebagai Cawagub Jatim ke partai," katanya.



Pilih Puti Dampingi Gus Ipul

Petinggi PDI Perjuangan pada hari terakhir pendaftaran pasangan calon ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur, 10 Januari 2018, membuat keputusan menggantikan Abdullah Azwar Anas dengan Puti Guntur Soekarno.

Alasannya, selama ini cucu Presiden RI pertama, Bung Karno, itu dikenal sebagai kader PDI Perjuangan sekaligus anggota DPR RI mewakili Daerah Pemilihan X Jawa Barat.

Beberapa waktu lalu, nama putri Guntur Soekarno Putra itu juga sempat disebut-sebut namanya sebagai bakal calon gubernur di Pilkada Jawa Barat 2018.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menambahkan penunjukan Puti telah melalui pertimbangan matang, termasuk mempertimbangkan masukan para kiai, keluarga besar Nadhlatul Ulama (NU), serta Gus Ipul selaku bakal cagub.

Begitu juga berdasar pada hasil pembicaraan PDIP dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar selaku partai politik koalisi.

Bersamaan dipilihnya nama Puti, bertambah dua partai politik yang mengusung nama Gus Ipul-Puti di Pilkada Jatim, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Pasangan ini diusung gabungan empat partai politik dengan total 58 kursi, yakni PKB (20 kursi), PDI Perjuangan (19 kursi), PKS (6 kursi) serta Partai Gerindra (13 kursi).



Khofifah-Emil

Satu lagi adalah Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak yang diusung gabungan enam partai dengan total 42 kursi, yakni Partai Demokrat (13 kursi), Partai Golkar (11 kursi), PPP (5 kursi), PAN (7 kursi), Partai NasDem (4 kursi) dan Partai Hanura (2 kursi), ditambah dukungan PKPI (non-parlemen).

Khofifah pada sejumlah kesempatan menyatakan program-program yang ditawarkan dalam visi misinya akan melalui berbagai proses yang tidak akan pernah mencapai final.

Saat ini Khofifah yang berpasangan dengan Bakal Calon Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak, sedang menajamkan breakdown program visi misi, yang disebutnya sebagai navigasi program.

"Karena program visi misi itu harus lebih membumi, menjawab kebutuhan, dan mencapai progresivitas masyarakat Jawa Timur," katanya.

Karena itulah ia menggandeng berbagai pakar atau ahli di masing-masing bidang untuk menavigasi berbagai programnya.

Semisal untuk menajamkan vokasi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), supaya matching dengan kebutuhan dunia kerja, Khofifah perlu bertemu beberapa kenalannya yang telah berpengalaman membangun jaringan magang di dalam maupun luar negeri.

Begitu juga untuk lebih menajamkan pelayanan kesehatan rumah sakit di Jawa Timur sebagai "Top Referal" dari layanan masyarakat Indonesia Timur sehingga perlu mengumpulkan para ahli di bidangnya untuk menyiapkan aparat medik agar siap mendedikasikan dirinya dari sekadar melayani masyarakat Jatim.

Dia menjelaskan navigasi program yang disampaikannya tidak akan pernah mencapai final dan semuanya akan berproses karena dinamika masyarakat selalu membutuhkan antisipasi serta yang lebih komprehensif. 


Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018