Yogyakarta (ANTARA News) - Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila Yudi Latif mengatakan penanaman nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat saat ini perlu dilakukan dengan memanfaatkan instrumen seni.

"Kalau dulu-dulu kan seolah-olah (penanaman Pancasila) dengan cara memaksa, penetrasinya tidak canggih. Sekarang perlu memanfaatkan seni," kata Yudi saat berbicara dalam Kongres Pancasila IX di Balai Senat, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sabtu.

Yudi memandang instrumen seni baik musik, film, atau tarian bisa dimanfaatkan sebagai sarana yang efektif untuk melekatkan nilai-nilai Pancasila dalam jiwa bangsa.

"Sekarang bagaimana agar Pancasila bisa menyusup ke pori-pori melalui instrumen yang memiliki soft power dan instrumen paling canggih adalah melalui seni mau itu musik, film, atau tarian," kata dia.

Konsep pendekatan melalui instrumen seni, menurut Yudi, tidak jauh berbeda dengan cara-cara yang digunakan untuk menyebarkan agama pada masa lalu.

"Kalau kita tahu penyebaran berbagai agama di Indonesia itu di masuk melalui perangkat gamelan, kidung, serta macapat," kata dia.

Dalam konteks saat ini, lanjut Yudi, penanaman Pancasila harus lebih inovatif dan kreatif. Misalnya, dengan menggandeng generasi muda membuat animasi atau simbol-simbol yang seluruhnya merujuk pada Pancasila.

"Kita perlu imajinasi-imajinasi anak muda, bikin animasi atau simbol yang merujuk pada angka lima. Sehingga apapaun yang lima akan diasosiasikan dengan Pancasila. Cara ini kelihatannya sepele tetapi powerfull," kata dia.

Yudi menyayangkan, pendekatan penanaman nilai Pancasila semacam itu belum pernah dibangun. Penanaman Pancasila yang dilakukan pemerintah sejak dahulu lebih bersifat top-down, cenderung memaksa, dan tanpa sentuhan estetika.

"Padahal konsep ideologi Pancasila sangat tepat untuk Indonesia yang bukan hanya multi etnis, agama, namun juga multi ras," kata dia.

Ia prihatin hingga saat ini masih menemukan pihak-pihak yang khawatir Pancasila akan menggantikan atau merusak agama, sementara Pancasila dan agama tidak setara dan tidak bisa diperbandingkan. Ia mengilustrasikan agama seperti tower-tower yang menjulang vertikal sedangkan Pancasila adalah jembatan yang menghubungkan agar penghuni tower-tower itu bisa saling berkomunikasi.

"Makanya kita sering mengatakan jangan mem-Pancasilakan agama dan jangan meng-agamakan Pancasila," kata Yudi.

(T.L007/B012)

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017