Jarak dari satu rumah ke rumah lain jauh. Hasil bumi kurang. Hanya ternak babi, kerbau. Merampok menjadi mata pencaharian orang-orang yang tidak punya pekerjaan."
Jakarta (ANTARA News) - Aktor Egi Fedly baru kali pertama menginjakkan kaki di tanah Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa bulan lalu. Dia mengaku mahfum kalau kawasan itu ternyata gersang.

"Saya pertama kali ke Sumba. Selama ini hanya tahu namanya. Sumba ternyata gersang. Panas," ujar dia dalam konferensi pers di IFI, Jakarta Pusat, Selasa.

Egi berkisah, selain gersang, jarak antara satu rumah ke rumah lainnya relatif jauh, berkilo-kilo meter, ditambah kurangnya hasil bumi di sana.

"Jarak dari satu rumah ke rumah lain jauh. Hasil bumi kurang. Hanya ternak babi, kerbau. Merampok menjadi mata pencaharian orang-orang yang tidak punya pekerjaan," kata dia.

Belum lama ini, Egi terlibat dalam film terbaru karya sutradara Mouly Surya, "Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak" bersama penulis Garin Nugroho.

Film yang tengah memasuki tahap editing itu mengambil setting tempat di Sumba dan Jakarta. Film ini menjadi satu dari lima film yang mendapatkan subsidi Aide aux cinémas du Monde dari Kementerian Komunikasi dan Kebudayaan dan Kementerian Luar Negeri Prancis. Subsidi ini didasarkan pada skenario film dengan kriteria penilaian seperti kualitas artistik, kemampuan menunjukan sudut pandang dan ide baru dalam skenarionya serta visi sutradara.

Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak menceritakan perjalanan seorang janda yang memenggal seorang perampok. Ia lalu membawa kepala sang perampok dalam sebuah perjalanan menuju kantor polisi.

Selain Egi, film ini juga dibintangi sejumlah aktor antara lain Marsha Timothy, Dea Panendra dan Yoga Pratama.

Proyek film yang digarap rumah produksi Cinesurya Pictures berkolaborasi dengan Kaninga Pictures dan Yisha Production ini sebelumnya telah masuk seleksi Asian Project Market (APM) di Busan International Film Festival 2015. Kemudian terpilih sebagai salah satu penerima Next Masters Support Program dalam ajang Talents Tokyo 2015 dan mempresentasikan proyeknya di Cinefondation L’Atelier di Cannes Film Festival 2016.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016