Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pers menyoroti aspek keselamatan wartawan ketika bertugas meliput demonstrasi, terutama yang mengandung seruan untuk menyerang media tertentu seperti yang terjadi pada 4 November 2016.

"Aksi 4 November lalu ada mobil dari media yang diserang dan beberapa wartawan juga dilecehkan. Publik seharusnya paham bahwa wartawan hanya bertugas melaporkan fakta untuk kepentingan masyarakat," kata Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, dalam diskusi bertema "Dilema Meliput Unjuk Rasa" di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa.

Dia prihatin dengan munculnya ajakan kepada masyarakat untuk memusuhi wartawan, padahal masyarakat seharusnya mendapatkan dukungan wartawan.

Yosep mengajak publik memberikan ruang kemerdekaan pers bagi wartawan dan memahami bahwa awak pers bekerja untuk kepentingan publik.

Perlu diketahui pula bahwa wartawan dalam bekerja memperoleh perlindungan hukum. Apabila disudutkan oleh pihak tertentu dan kemudian tidak mendapatkan fakta peliputan, maka yang rugi adalah publik karena mendapatkan informasi yang tidak menyeluruh.

Untuk menanggapi situasi tersebut, Dewan Pers mengajak organisasi profesi kewartawanan untuk berinisiatif menyusun pedoman keselamatan jurnalis dalam meliput demonstrasi.

Selain itu perlu pula adanya upaya berbagi pengalaman dalam meliput unjuk rasa, terutama yang berpotensi membahayakan keselamatan karena para demonstran memiliki perasaan amuk akibat sentimen kepada media tertentu.

Dewan Pers juga mengajak awak media untuk saling mengingatkan dalam situasi unjuk rasa yang tampak mulai tidak kondusif.

"Wartawan perlu saling menjaga dan meliput bersama-sama, itu akan lebih baik," kata Yosep.

Keberagaman Konten Berita

Serangan dan ancaman kepada wartawan yang dilakukan dalam sebuah unjuk rasa terjadi karena publik mengidentifikasi wartawan sebagai pihak yang tidak netral dan memiliki kepentingan tertentu.

"Kalau ada nuansa berita berbeda-beda yang terpublikasikan, sampaikan ke Dewan Pers, bukan dengan menyerang wartawan di lapangan dan alat-alatnya. Mereka hanya mengumpulkan kepingan fakta untuk digabung dengan hasil liputan lain dan disiarkan kepada publik," ucap Yosep.

Hasil liputan yang berbeda tersebut, kata dia, merupakan kewajaran sebagai dampak dari keberagaman isi berita (diversity of content) akibat keberagaman pemilik media (diversity of ownership).

Anggota Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Wina Armada, berpendapat bahwa keberagaman konten berita, terutama media televisi, justru menghindari terjadinya framing atau pembingkaian opini tunggal sekaligus memberi ruang bagi publik untuk memilih.

Wina tidak memungkiri adanya tantangan non-teknis bagi wartawan dalam menghasilkan konten berita, yaitu terkait dengan peran pemilik media.

"Ini tantangan yang strategis dibandingkan tantangan teknis yang merupakan otoritas keputusan media, tetapi menyikapinya tetap membutuhkan perangkat seperti pemahaman mengenai etika jurnalistik," kata dia.

Pewarta: Calvin B
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016