Jakarta (ANTARA News) -  Fenomena "Supermoon" terbesar sepanjang abad 21 yang terjadi hari ini dan besok (15/11) sudah bisa mulai diamati sejak bulan terbit di ufuk Timur (sekitar pukul 17.39 WIB) hingga Maghrib sampai terbenam di ufuk Barat.  

Kepala Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin menjelaskan Supermoon adalah bulan purnama terbesar dan paling terang, sehingga pengamatannya sama seperti pengamatan bulan purnama pada umumnya, sehingga cenderung tak membutuhkan alat khusus.

"Supermoon adalah purnama yang terdekat, terbesar, dan paling terang. Jadi pengamatan sama dengan pengamatan purnama umumnya. Bisa diamati sejak terbit di ufuk Timur, saat Maghrib sampai terbenam di ufuk Barat," jelas Thomas  saat dihubungi ANTARA News di Jakarta, Senin.
 
Hanya saja, pengamatan bisa terganggu cuaca, misalnya awan atau pun hujan.  Namun, Thomas meyakinkan bahwa biasanya masih ada peluang melihat penampakan bulan purnama.  

"Kalau terhalang awan, tidak mungkin melihatnya. Tetapi biasanya semalam suntuk ada saja peluang awan tersibak yang menampakkan purnama," kata dia

Sementara itu, dalam kesempatan berbeda, wakil presiden sebuah komunitas Atronomi Populer Robin Scagell seperti dilansir telegraph.co.uk mengatakan pegunungan dan lautan bisa menjadi alternatif lokasi melihat penampakan supermoon.  

"Saya selalu senang melihat orang menggunakan teropong mereka keluar dari rumah untuk melihat fenomena ini misalnya dari lautan," kata dia.

Saat berada dalam posisi lebih dekat dan lebih cerah penampakannya, bulan akan terlihat oranye dan merah.  Namun, setelah dia berada di posisi yang semakin tinggi di langit, warnanya akan kembali putih atau kuning.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2016