Jakarta (ANTARA News) - Pengadaan komputer jinjing (laptop) seharga Rp21 juta untuk 550 anggota DPR dikhawatirkan merupakan salah satu cara untuk kembali memperburuk citra DPR. "Sepertinya ini ada gerakan yang tersistematis untuk `menggebuki` legislatif, agar citranya semakik jelek," kata Kepala Badan Infokom DPD PDIP DKI Jakarta, Dhia Prekasha Yoedha, di Jakarta, Jumat. Indikasi pembusukan DPR itu, kata Yoedha, sebelumnya juga terjadi pada kasus PP 37 tahun 2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. Oleh karena itu, Yoedha berpendapat dewan etik harus bertindak agar pembusukan legislatif tidak berlanjut. "Masing-masing fraksi harus menindak anggotanya jika tidak beres, seperti korupsi dan KKN. Namun, peran media massa, LSM, dan masyarakat dalam hal kontrol juga sangat diperlukan," ujarnya. Menurut Yoedha, mencuatnya isu pengadaan laptop juga ada indikasi untuk menutupi sejumlah isu lain yang lebih rawan, seperti adanya pelarangan buku sejarah, kasus Lapindo, dan isu lainnya. "Gaungnya ditutup agar tidak naik. Ada apa ini, sepertinya ada semacam pengalihan isu," katanya. Lebih jauh, Yoedha menilai pengadaan laptop tidak ada masalah karena merupakan perlengkapan kerja dalam peningkatan kinerja. "Ini bukan pesta, laptop membantu kinerja DPR. Di mobil, di bandara saat nunggu pesawat, itu wajar," katanya. Sebelumnya, Ketua DPR Agung Laksono mengemukakan, pengadaan laptop untuk anggota DPR akan tetap dilanjutkan karena telah menjadi keputusan Rapat Paripurna DPR, bahkan pengadaan laptop itu telah menjadi bagian dalam APBN 2007. Karena dalam APBN telah disetujui, maka pengadaan laptop tersebut, tidak akan dibatalkan. Agung menjelaskan bahwa laptop itu bukan menjadi barang milik pribadi anggota DPR, namun inventaris yang harus dikembalikan. Laptop diharapkan bisa membantu kelancaran tugas anggota DPR di luar persidangan dan yang perlu diperhatikan adalah adanya pengawasan dalam pengadaannya, jangan sampai ada penyimpangan, demikian Agung Laksono.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007