Beijing (ANTARA News) - Pemerintah wilayah administrasi khusus Hong Kong meniadakan pesta kembang serangkaian peringatan hari jadi ke-65 Tiongkok yang jatuh pada 1 Oktober 2014, terkait belum meredanya aksi demonstrasi prodemokrasi di wilayah itu sejak akhir pekan silam.

Pesta kembang api rutin dilaksanakan setiap peringatan hari jadi Tiongkok yang diproklamirkan Mao Zedong pada 1 Oktober 1949 di Lapangan Tiananmen.

Sebelumnya Kepala Eksekutif Hongkong Leung Chun-ying telah mendesak para pemimpin protes agar "segera" menarik pengikut mereka dari jalan-jalan dan menghentikan aksi unjukrasa tersebut.

Aksi unjuk rasa yang sebagian dilakukan kaum muda, pelajar dan mahasiswa serta dukungan para relawan itu, terjadi sejak Jumat (27/9). Puluhan ribu orang sejak akhir pekan lalu memadati jalan-jalan protokol jantung kota Hong Kong, dan pusat pemerintahan.

Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Tiongkok pada 31 Agustus silam menolak keinginan warga Hong Kong untuk memilih sendiri pemimpin kota itu pada 2017.

Beijing hanya memperbolehkan warga memilih calon pemimpin yang disetujui pemerintah pusat. Kepala Eksekutif Hong Kong dipilih 1.200 anggota komite dan harus disetujui pemerintah pusat Tiongkok.

Pelajar yang ikut aksi duduk untuk menguasai lapangan Tamar yang juga dikenal sebagai Lapangan Warga Negara.

Gerakan "Occupy Central with Love and Peace" kemudian memicu aksi unjuk rasa besar pada Minggu (28/9) pagi yang bertujuan melumpuhkan kawasan pemerintahan kota dan memberikan tekanan kepada pemerintah Beijing.

Akibat aksi unjuk rasa itu kegiatan masyarakat pun terganggu, 157 sekolah terpaksa menghentikan kegiatan belajar mengajarnya pada Selasa (30/9), 37 kantor cabang sejumlah bank terpaksa menghentikan operasionalnya, sehingga layanan anjungan tunai mandiri pun terganggu, dengan informasi kantor layanan publik Hong Kong menyebutkan.

Tak hanya puluhan ribu pengunjuk rasa yang memblokir jalanan kota metropolis itu juga menghambat arus kendaraan pemadam kebakaran dan ambulans. "Aksi ini sudah mengganggu aktivitas kota, dan sudah di luar kendali," kata Leung Chun-ying.

Asisten Komisioner Kepolisian Hong Kong Cheung Tak-keung mengatakan pihaknya telah memberikan toleransi kepada para demonstran untuk mundur dan menghentikan aksinya. "Tetapi menolak, sehingga kami harus menggunakan kekuatan dengan semprotan gas air mata," katanya.

Terkait aksi tersebut, Beijing masih belum banyak berkomentar dan mempercayakan penanganan aksi itu kepada pemerintah dan aparat setempat.

Inggris mengembalikan Hong Kong kepada Tiongkok pada 1997, dan di bawah kebijakan "satu negara, dua sistem" yang diberikan Tiongkok hingga 247, Hong Kong menikmati kebebasan berpendapat namun hak memberikan suara mereka dibatasi.

Pewarta: Rini Utami
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014